Thursday, March 28, 2024
BerandaPilkada 2015Kota GunungsitoliMenyoal Slogan Para Pasangan Calon di Kota Gunungsitoli

Menyoal Slogan Para Pasangan Calon di Kota Gunungsitoli

ANALISIS TANDA

 

Oleh Sadieli Telaumbanua

Pada 8 November 2015, saya diundang (sebagai masyarakat) untuk mengikuti debat kandidat wali kota/wakil wali kota Gunungsitoli. Debat ini diselenggarakan KPU Kota Gunungsitoli sebagai upaya memperkenalkan visi dan misi para calon kepada masyarakat pemilih. Tema yang diusung berkaitan dengan pelayanan dasar dan tantangannya. Setelah mendengar dan mencermati penyajian para kandidat, program yang ditawarkan masih pada tataran normatif. Tidak ada yang “spektakuler” (meminjam ucapan tulang Togu pada salah satu sinetron di RCTI).

Tulisan ini tidak bermaksud mengkaji visi dan misi para kandidat yang sedang bertarung merebut hati masyarakat Kota Gunungsitoli. Saya tertarik dengan slogan  yang selalu diteriakkan. Kandidat nomor urut satu lebih banyak menyuarakan “Gunungsitoli Makmur”, nomor urut dua mengusung, ”Gunungsitoli Rumah Kita”, dan nomor urut tiga memopulerkan ”Gunungsitoli Berbenah”. Dengan menggunakan pisau semiotika (analisis simbol atau tanda), saya berusaha mengungkap esensi slogan yang dikonstruk para kandidat pemimpin Kota Gunungsitoli 2016-2021 ini.

“Gunungsitoli Makmur”

Pasangan nomor urut 1 (Drs. Martinus Lase, MSP dan Drs. Kemurnian Zebua, B.E) dalam berbagai kesempatan selalu meneriakkan frase “Gunungsitoli Makmur”. Kata ini merupakan perpaduan nama kedua calon (Martinus dan Kemurnian). Dalam KBBI (2008) kata ini diartikan (1) banyak hasil, (2) banyak penduduk dan sejahtera, (3) serba kecukupan; tidak kekurangan. Dapat diduga pemilihan kata ini diilhami oleh cita-cita negara Indonesia, yakni mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Para tim pemenang kandidat senantiasa mendengungkan bahwa Gunungsitoli akan makmur andaikata pasangan calon nomor satu terpilih sebagai pemenang pada Pilkada 9 Desember 2015. Tidak sedikit tim sukses yang berargumen bahwa pasangan calon ini layak memimpin Kota Gunungsitoli lima tahun ke depan karena Martinus Lase telah meletakkan landasan pembangunan Kota Gunungsitoli. Jadi, kondisi nyata Kota Gunungsitoli telah dikenal secara komprehensif. Sejumlah pendukung kandidat nomor satu ini mengklaim bahwa Kota Gunungsitoli telah terbenahi dengan baik sehingga program dan kegiatan lima tahun ke depan adalah mengangkat taraf hidup masyarakat sehingga tidak berkekurangan (baca: sejahtera).

Di sisi lain, tentu saja masyarakat yang tidak memilih pasangan ini berkata sebaliknya. Tidak sedikit masyarakat yang mengatakan bahwa Martinus Lase bersama Aroni Zendratö lebih banyak memakmurkan para pendukungnya. Diramalkan, tradisi semacam ini akan berlanjut jika terpilih pada periode berikutnya. Masyarakat yang “melek” politik menduga bahwa Martinus Lase memilih Kemurnian sebagai calon wakilnya agar dia dapat bermain sendiri (baca: menyendiri). Masyarakat sudah mengetahui bahwa kesehatan Kemurnian Zebua sering tergganggu. Becermin dari pengalaman bersama Aroni Zendratö yang dalam hitungan bulan setelah dilantik mengalami keretakan hingga sekarang ini. Konon pula dengan Kemurnian Zebua yang sedikit lemah dari sisi kesehatan fisik.

Baca juga:  Tanggapan terhadap Pidato Marinus Gea

Wajar saja dalam sebuah kompetisi terdapat yang pro dan kontra. Para pendudukung selalu menyuarakan bahwa kandidat yang mereka usung sangat layak. Sebaliknya orang-orang yang tidak lagi simpatik kepada calon tersebut, nada kecaman dan/atau penolakan tidak dapat dihindari.

Kembali pada slogan makmur.  Ibarat pedagang, paangan ini ingin menjual kepada masyarakat jajanan “baru”. Tidak dapat dimungkiri bahwa saat ini masyarakat Kota Gunungsitoli, terutama mereka yang mengandalkan hasil pertanian, peternakan, dan kelautan termasuk buruh bangunan/pelabuhan, sedang mengalami masa “paceklik”. Tingkat pendapatan masyarakat sangat tidak seimbang dengan harga kebutuhan sehari-hari. Dengan jualan baru ini diprediksi masyarakat akan tertarik yang pada gilirannya menjatuhkan pilihan pada pasangan Makmur ini. Selain itu, pasangan ini mengetahui tombol psikologi masyarakat yang mesti disentuh. Bukankah kemakmuran/kesejahteraan  dambaan setiap manusia? Ketika seseorang menawarkan embun penyejuk kehausan, dapat dipastikan bahwa masyarakat akan terpesona yang pada akhirnya “jatuh cinta”.

Tambahan lagi, pasangan ini sadar betul bahwa masyarakat kita gampang lupa. Keberhasilan atau kegagalan pemerintah selama ini tidak dipersoalkan. Mereka tidak mau tahu apakah visi Gunungsitoli “Kota Samaeri” telah tercapai atau belum. Peningkatan mutu guru melalui Yayasan Imo yang hingga sekarang sertifikat asli belum diterima para peserta, tidak terlalu signifikan untuk dipersoalkan. Demikian juga program talas jepang yang hilang begitu saja gemanya tidak artinya untuk diperdebatkan. Dan sejumlah program Martinus Lase yang dalam peribahasa Nias, “Muhombo mburu’u kõkõ, moloi gogowaya lõkhõ; ba mbõrõ muhõngõ-hõngõ ba gamoazua dõhõ manõ” tidak dipermasalahkan oleh masyarakat di akar rumput. Mereka hanya mengingini dapur tetap mengepul, anak-anak mereka dapat sekolah, jika sakit dapat berobat ke puskesmas atau rumah sakit.

Dalam konteks demikianlah, kata makmur (sejahtera) menjadi senjata pamungkas bagi pasangan calon nomor satu ini. Apakah terwujud setelah terpilih adalah hal lain. Jualan mesti laris manis dulu, soal realitas belakangan.

Terlepas dari terwujud-tidaknya kemakmuran masyarakat di Kota Gunungsitoli, pasangan nomor satu ini memiliki strategi dan kiat tersendiri dalam menarik simpatisan masyarakat. Para tim pemenang pasangan nomor wahid ini telah membaca ekspresi masyarakat Kota Gunungsitoli yang sudah mulai berpaling kepada pasangan calon lain. Tidak dapat diingkari bahwa para pendukung Martinus Lase, yang  mengantarnya menjadi Wali Kota Gunungsitoli telah meninggalkannya.

Saat ini pendukung utamanya adalah birokrasi (tentu tidak semua) dan aparat desa (juga sebagian). Keluarga dekatnya banyak yang menjauh. Para sahabat setianya berusaha meyakinkan masyarakat dengan menciptakan slogan: Gunungsitoli Makmur. Diyakini bahwa  frase ini akan menjadi oasis (artinya setetes embun di gurun pasir) bagi masyarakat pemilih. Apakah efektif penggunaan slogan ini untuk meraih dukungan masyarakat, akan terbukti pada tanggal 9 Desember 2015.

RELATED ARTICLES

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments