Gunungsitoli Berbenah
Setelah melalui jalan yang sedikit terjal, pasangan calon nomor urut tiga ini (Yuliaman Zendratö, S.H., M.H. dan Ilham Mendröfa, S.Kom, M.M) akhirnya menjadi kandidat pemimpin Kota Gunungsitoli. Pasangan ini menggunakan sebutan Yulham, yakni perpaduan dari nama keduanya. Singkatan ini tidak memiliki makna lain, berbeda dengan pasangan calon nomor urut satu (Indonesia: makmur) dan pasangan dua (Nias: laso). Tentu saja pasangan ini memiliki maksud tersendiri dengan pilihan tersebut.
Pasangan ini memiliki karakter tertentu. Setelah purnatugas sebagai anggota Kepolisian Negara RI, Yuliaman Zendratö berhasrat mengabdi di Kota Gunungsitoli. Demikian juga Ilham yang pernah menjadi staf khusus Menpora Andi Malarangeng (terpidana korupsi Hambalang) berniat memimpin Kota Gunungsitoli. Sebagai warga negara, apalagi orang Gunungsitoli, niat ini sangat mulia.
Pasangan ini mengusung slogan “Gunungsitoli Berbenah”. Kata ini menurut KBBI (2008): berkemas-kemas; memberes-bereskan; merapikan (perabotan, dan sebagainya).
Berpedoman pada makna leksikal ini, dapat diartikan bahwa Kota Gunungsitoli bersiap-siap, berkemas-kemas. Dalam konteks pembangunan baru sebatas bersiap “belum” beraksi. Hal ini dapat dimaklumi karena pasangan calon ini meneropong Gunungsitoli dengan konteks Jakarta sehingga hal yang sekecil-kecilnya terlihat nyata. Ibarat seseorang yang bepergian, sambil menunggu jemputan, dia mesti berkemas-kemas agar pada saat kendaraan datang tiada satu pun barang yang tertinggal.
Gunungsitoli Berbenah dipilih oleh pasangan ini tentu agar masyarakat jatuh hati kepada keduanya. Tim pemenang pasangan ini menyadari bahwa kandidat nomor tiga ini merupakan “pendatang” baru dalam bidang politik di Kota Gunungsitoli. Keduanya hanya “dikenal” di kalangan keluarga dan sahabat semasa sekolah.
Becermin dari latar ini, Gunungsitoli berbenah menjadi pilihan dalam menjual visi dan misi membangun Kota Gunungsitoli. Dengan nada merendah, sabahat saya Ilham selalu berujar, “Mereka tidak ambisi menjadi pemenang; Jika masyarakat Kota Gunungsitoli memberi kepercayaan, insya Allah akan berbuat yang terbaik”. Pasangan ini juga mengusung konsep “pelangi” untuk menarik simpatik warga Kota Gunungsitoli yang heterogen.
Kembali pada slogan “Gunungsitoli Berbenah” sebagai senjata pamungkas pasangan ini, tampaknya masih “malu-malu” untuk mengeluarkan energi dalam menata kualitas masyarakat di Kota Gunungsitoli.
Pilihan kata berbenah, di satu sisi, dapat berarti bersiap mengerahkan potensi (baca: memberdayakan) jika perangkat yang diperlukan tersedia. Sebaliknya, dapat berarti “tunggu keberangkatan berikutnya” seandainya kendaraan yang ditunggu tidak jadi datang. Jadi, berbenah-benah saja dulu, mana tahu hari cerah.
Gunungsitoli berbenah dapat dimaknai sebagai usaha menyiapkan diri memasuki kondisi yang diharapkan (rakyat cerdas, sehat, sejahtera). Bagi masyarakat yang sering bepergian dengan pesawat terbang, Gunungsitoli berbenah ibarat boarding. Ketika pesawat datang, para penumpang berbenah naik untuk terbang ke tujuan. Akan tetapi, jika kabut asap menyelimuti langit, pesawat tidak dapat mendarat, tentu penumpang menunggu lama bahkan tertunda keberangkatan. Ini hanya sebuah analogi.
Terlepas dari esensi slogan “Gunungsitoli Berbenah” sebagaimana uraian sebelumnya, pasangan calon dengan julukan Yulham memiliki pendukung tersendiri. Visi-misi dan program yang telah disiapkan akan menjadi referensi bagi masyarakat Kota Gunungsitoli. Efektifkah slogan ini? Kita tunggu 9 Desember nanti.
Refleksi
Apakah “Gunungsitoli Makmur” atau “Gunungsitoli Rumah Kita” serta “Gunungsitoli Berbenah” merupakan preferensi (pilihan) para kandidat. Harapan kita sebagai warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (salah satu tujuan pendidikan nasional) agar pasangan ini menjauhkan diri dari politik uang (Nias: be’e–tuko). Jika hal ini yang dilakukan, yakinlah visi-misi serta slogan yang ditawarkan ini hanya sebatas lips service (Nias: lela-ilo–bewe).
Pasangan Makmur, Laso, dan Yulham berkompetisilah merebut hati masyarakat dengan mengedepankan nilai-nilai spiritual-keagamaan, edukatif, dan sosial-budaya. Patut direnungkan pesan leluhur kita, “Ibini-bini’õ ia baŵa, oroma ia na tesa’a”.
Muara dari kompetisi ini adalah peningkatan kualitas hidup masyarakat kota Gunungsitoli. Ya’ahowu Danõ Niha, Ya’ahowu Gunungsitoli.