Salah satu program dari Wikimedia Indonesia, selain Wikipedia (ensiklopedia), adalah Wikikamus yang kita kenal dengan Wiktionary. Program ini telah membantu pelestarian sejumlah bahasa daerah di Indonesia dengan menyediakan sarana untuk mendigitalisasi setiap kata bahasa daerah sehingga bisa diakses secara mudah oleh penggunanya.
Oleh Apolonius Lase
Kita bersyukur, Wikimedia Indonesia kini telah bisa diakses dengan bahasa antarmuka dalam 19 bahasa daerah–selain bahasa Indonesia. Ke-19 bahasa daerah tersebut, yaitu Aceh, Bali, Banjar, Banyumas, Batak Toba, Betawi, Bugis, Gorontalo, Iban, Jawa, Komering, Madura, Batak Mandailing, Melayu, Minangkabau, Nias, Sunda, dan Tetun. Beberapa di antara bahasa ini telah diakui dan diterima oleh Google sebagai bahasa yang bisa diterjemahkan secara langsung dengan bahasa lain di dunia.
Sebagai salah satu anggota komunitas Wiki Nias, penulis mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh Wikimedia Indonesia ini. Lewat slogan Wikimedia Indonesia, yakni “Membebaskan Pengetahuan”, bahasa Nias dan 18 bahasa lainnya kini sudah bisa diakses lewat program Wikipedia Nias (nia.wikipedia.org), WikiKamus Nias (nia.wiktionary.org), dan WikiBuku Nias. WikiBuku Nias (https://incubator.wikimedia.org/wiki/Wb/nia/Olayama) untuk sementara masih dalam masa inkubator.
Langkah Wikimedia Indonesia yang menaruh perhatian dalam pelestarian bahasa daerah tentu saja sejalan dengan program pemerintah RI lewat Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) yang mengusung semboyan Trigatra Bangun Bahasa, yakni Utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing.
Mengutip GoodStats (2024) Indonesia menempati posisi kedua sebagai negara dengan jumlah bahasa daerah terbanyak, yakni 720 bahasa daerah. Indonesia hanya kalah dari Papua Niugini dengan jumlah 841 bahasa daerah. Menyusul Nigeria (537) di posisi ketiga.
Tak dimungkiri, kekayaan bahasa daerah ini perlu terus diperhatikan dan dirawat sehingga penuturnya tetap bisa dipertahankan. Sebab, jika jumlah penutur makin berkurang atau bahkan hilang, bahasa daerah akan berpotensi punah.
Hingga 2024, gerakan Wikimedia Indonesia yang berbasis komunitas telah “menyelamatkan” setidaknya 19 bahasa di Indonesia daerah dari potensi kepunahan. Upaya digitalisasi ini tentu didasarkan pada kebiasaan masyarakat untuk mengakses internet atau digital dibandingkan dengan membuka kamus cetak.
Pengalaman penulis di Komunitas WikiNias, hingga artikel ini ditulis, sudah 5.479 entri sudah terdata di Wikikamus Nias. Ini dikerjakan secara perlahan oleh anggota komunitas yang terbatas. Secara tulus, penulis menyampaikan apresiasi kepada senior saya yang merupakan perintis WikiNias, Sirus Laia, yang berdomisili di London, Inggris, dan Yasanto Lase, warga Nias yang berdomisili di Batam, telah berjuang tanpa lelah untuk membangun WikiNias ini.
Salah satu tantangan terbesar selama mengelola komunitas WikiNias adalah kurangnya minat masyarakat Nias, terutama yang ada di daratan Nias, untuk membantu menjadi kontributor. Kondisi ini juga pasti dirasakan oleh komunitas bahasa daerah lain yang sudah terdaftar di Wikimedia Indonesia.
Ada berbagai alasan minimnya minat kontributor ini. Pertama, ketiadaan insentif berupa uang sebagai imbalan menjadi kontributor. Wikimedia Indonesia memang menempuh prinsip perekrutan kontributor secara sukarela.
Kedua, rumitnya metode penyuntingan yang sedikit menggunakan koding sering menjadi alasan kontributor pemula untuk undur diri. Padahal, ketika ada niat untuk memulai dan terus mencoba, metode penyuntingan di Wikimedia itu sebenarnya mudah dilakukan.
Ketiga, ketiadaan perangkat seperti laptop.Halangan ini juga kami alami dalam komunitas WikiNias. Khusus komunitas WikiNias–dan mungkin juga sama dengan beberapa komunitas daerah lain–kini sudah bisa melakukan penyuntingan dengan mudah lewat ponsel. Calon kontributor tinggal mengunduh aplikasi bernama WIkiNias yang ada di PlayStore. Bahkan, papan tik dalam bahasa Nias pun sudah tersedia di PlayStore.
Manfaat
Semangat anggota komunitas atau kontributor untuk secara rutin menulis dan menyunting setiap artikel sangat membantu mempercepat sebuah bahasa untuk dipercaya oleh Google, misalnya, sebagai salah satu bahasa yang bisa diterjemahkan. Kalau ini bisa dicapai, orang asing yang ingin mempelajari bahasa daerah dapat dengan mudah melakukannya. Apalagi, misalnya ada penelitian di daerah dimaksud dan si peneliti bisa dengan mudah melakukan komunikasi dengan tujuan mendapatkan informasi dari warga lokal.
Selain itu, kekayaan bahasa daerah yang terdigitalisasi di Wikimedia akan dengan mudah bisa diakses oleh siapa pun tanpa terhalang ruang dan waktu. Bandingkan dengan kamus cetak yang ada di rak perpustakaan atau gerai-gerai toko buku. Diperlukan upaya ekstra untuk mengakses informasi dari kamus atau buku-buku cetak tersebut.
Lewat sarana yang disiapkan oleh Wikimedia Indonesia, menurut pengalaman penulis, juga mendorong kontributor melakukan pengembangan bahasa, misalnya dengan merekacipta istilah-istilah yang sebelumnya tidak ditemukan dalam bahasa lokal tersebut.
Dalam WikiKamus Nias, misalnya, penulis menyumbangkan kata, seperti ‘fairö’ untuk ‘unggah’, ‘failo’ untuk ‘unduh’, ‘hagu’ untuk ‘tombol’, dan masih banyak lagi. Begitu juga kata-kata lama yang sudah jarang atau bahkan tidak digunakan lagi bisa dicatat. Artinya, ada kemungkinan kata itu bisa “dihidupkan” lagi ketika seseorang menemukannya dalam kamus digital.
Kekayaan bahasa daerah, jika semua bisa digitalisasi, akan berpotensi menjadi pemerkaya bahasa nasional kita. Istilah-istilah asing baru yang belum ada dalam bahasa Indonesia bisa dicari padanannya dengan menggali bahasa lokal. Tinggal mengakses di internet kamus bahasa daerah, kita sudah dengan mudah mencari padanannya.
Kebanggaan
Meskipun sifatnya agak primordial, tetapi saya percaya bahwa masyarakat dari 19 daerah yang bahasanya sudah terdaftar di Wikimedia akan memiliki kebanggaan. Kebanggaan ini seharusnya akan mendorong bertambahnya kontributor untuk ambil bagian bergabung dalam komunitas.
Komunitas WikiNias, seperti halnya komunitas daerah lain, misalnya, sekali sebulan melakukan pertemuan daring. Pertemuan ini untuk pengelolaan dan pemantapan berbagai program komunitas sehingga bahasa Nias semakin berkembang.
Badan Bahasa bisa menangkap momentum ini juga untuk terus mengembangkan bahasa daerah, terutama yang berpotensi punah. Saya pernah mengusulkan di sebuah forum di Badan Bahasa, beberapa waktu lalu, agar Badan Bahasa juga menyediakan sarana berupa aplikasi yang bisa memungkinkan setiap orang menyumbangkan lema baru dengan prinsip urun daya.
Namun, usul itu rasanya belum bisa dilakukan oleh Badan Bahasa. Seandainya ini bisa dilakukan, ditambah lagi dengan gerakan “membebaskan pengetahuan” yang dijalankan oleh Wikimedia Indonesia, pelestarian bahasa daerah di Indonesia bisa dilakukan paripurna.
Apolonius Lase, Praktisi dan Konsultan Media; Anggota Komunitas WikiNias