Oleh Memoriang Zebua
Kali ini saya tertarik menulis sesuatu yang sempat menjadi trending topic di media sosial para talifusö Ono Niha pasca-kunjungan Bapak Presiden Joko Widodo ke Pulau Nias beberapa saat yang lalu. Awalnya, saya pikir ini cuma becandaan yang tidak penting di dunia maya karena maklum, eksis di medsos rasa-rasanya sudah menjadi kebutuhan utama sekarang ini selain kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Jadi, biar selalu eksis akan ada saja topik yang jadi pokok pembahasan. Entah siapa pun yang memulai, kalau dirasa menggelitik seketika akan menjadi viral.
Namun, setelah iseng membaca topik yang dimaksud kemudian membaca setiap komentar yang dituliskan, jidat seketika langsung mengerut. Tidak lama, karena setelah itu sesuatu seperti menggelitik perut yang sontak membuat saya malah akhirnya tertawa. Tertawa miris tepatnya. Duhhh…
Nias adalah tanah tumpah darah setiap Ono Niha, baik yang sekarang berdomisili di sana, maupun mereka (termasuk saya) yang tengah merantau di tempat lain di dunia ini. Setiap Ono Niha semestinya memiliki pemikiran, cita-cita dan kerinduan, bagaimana membawa Pulau Nias tercinta mengalami kemajuan. Warganya bisa hidup dengan sejahtera, melek pendidikan, dan terampil dalam segala bidang. Ini merupakan proyek besar. Tidak mungkin bisa dikerjakan oleh satu atau sekelompok orang saja.
Kedatangan Bapak Presiden Jokowi ke Pulau Nias, beberapa waktu yang lalu, seharusnya menjadi momentum yang baik bagi setiap Ono Niha untuk segera berbenah dan bekerja dengan sungguh-sungguh untuk membangun dan memajukan Pulau Nias. Topik yang semestinya dibicarakan adalah langkah-langkah konkret yang perlu segera diambil dan direalisasikan agar pembangunan Pulau Nias tidak lagi sekadar wacana.
Apa yang telah dikemukakan Presiden Jokowi tentang kekuatan atau potensi yang menjadi modal kepulauan Nias untuk bangkit yaitu pariwisata dan perikanan seharusnya langsung dibuatkan pilot project-nya. Setiap orang seharusnya bahu-membahu untuk memikirkan sesuai bidangnya masing-masing, apa yang dapat dilakukan agar mimpi besar Ono Niha ini dapat segera menjadi kenyataan.
Akan tetapi, sungguh sangat mengecewakan sekaligus menggelikan karena ternyata yang muncul setelah kunjungan tersebut adalah perdebatan tentang “Aku”. Aku yang telah begini. Aku yang telah begitu. Para pembela masing-masing si “Aku” juga tidak kalah sengit mengeluarkan pernyataan untuk menonjolkan keakuannya si Aku.
Yang lebih menggelikan lagi, ada yang sampai membawa ayat kitab suci untuk membela Aku-nya mereka. Pertanyaannya, sedemikian pentingkah si Aku ini dibahas sampai-sampai membuat kita lupa, Nias butuh segera dibangun dan itu tidak hanya bisa dilakukan dengan memamerkan foto-foto hubungan dengan tokoh-tokoh tertentu, termasuk foto dengan Presiden.
Kerja… kerja… kerja…. Mestinya itu yang segera harus kita lakukan agar mimpi tentang Nias yang maju, tidak lagi hanya sekadar mimpi dan angan-angan belaka. Jangan sampai membuat kita ditertawakan oleh saudara-saudara kita dari daerah lain karena sibuk memperdebatkan bungkusan pepes sementara isinya sudah digondol kucing.
Jujur, saya sangat miris melihat kondisi yang sama sekali tidak produktif itu. Facebook dijadikan sebagai lahan untuk saling klaim pengaruh setiap tokoh. Bahkan, sampai-sampai pejabat tinggi yang kebetulan dari Nias juga ikut di-aku-aku-kan.
Saya menulis artikel ini dengan sebuah keprihatinan yang besar. Nias tidak akan pernah maju apabila kita sebagai Ono Niha masih sibuk melakukan klaim-klaim yang tidak penting. Yang perlu diadu adalah prestasi, kerja, dan karya. Bukan nama dan segala tetek bengek lainnya yang tidak ada hubungannya dengan kemajuan Pulau Nias.
Mari kita sama-sama bergandeng tangan agar apa yang menjadi impian kita bersama tentang Pulau Nias, dapat segera terwujud dan menjadi kenyataan.