Home Artikel Apa Yang Perlu Dilestarikan di Nias Barat?

Apa Yang Perlu Dilestarikan di Nias Barat?

0
Apa Yang Perlu Dilestarikan di Nias Barat?
AAG Saat menyerahkan bukunya yang berjudul "Apa Kabar Nias Barat?"

Oleh : Adrianus Aroziduhu Gulo

==========

Pada peluncuran buku saya berjudul “Apa Kabar Nias Barat” pada hari kamis tanggal 8 Juni 2023, pukul 0.9.00 sampai 13.30 bertempat di Museum Pusaka Nias Gunungsitoli berjalan dengan lancar. Undangan yang haidir sebanyak 41 orang dari 50 orang yang telah dirikim surat undangan. Pada saat diskusi menganggap inisial DD menyatakan : “Kalau judul buku AAG, tanyakan Apa Kabar Nias Barat, maka setelah menemukan gambaran jawabannya dalam buku ini, perlu mengajukan pertanyaan lanjutan yaitu: Apa yang perlu dilestarikan di Nias Barat? Dengan demikian dapat memberikan kontribusi pemikiran untuk kemajuan Nias Barat. Misalnya, masyarakat Nias Barat dalam kurun waktu 2016-2020 sudah : berdaya (sesuai slogan), pelayan ASN, kekurangan sudah teratasi, silpa tidak ada lagi, dan lain-lain”.

Selanjutnya dia melanjutkan, bagaimana upayanya “berdaya” agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, bagaimana mempertahankan ASN tetap menjadi pelayan masyarakat dalam segala bidang, bagaimana penurunannya tidak melebihi batas maksimal pengembalian lagi agar APBD sehat dan bagaimana silpa tidak terlalu besar agar pembangunan fisik dan non fisik meningkat. Semua putera-puteri yang berasaal dari Nias Barat punya tanggung jawab moral untuk menyerukan agar hal di atas dapat ditindaklanjuti dan dilestarikan Pemerintah Daerah Kabupaten Nias Barat. Bagai gayung bersambut penanggap lain yang tidak saya sebut nama menawan tentang “silpa”.

Dia berkata “selama AAG masyarakat kecewa karena setiap tahun puluhan miliar silpa dan uang dikembalikan ke Kas Negara. Sesungguhnya uang itu digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat bukan untuk dikembalikan. Para tokoh kecewa terutama tokoh pemekaran. Kalau uang tiap tahun dikembalikan ke kas negara kapan Nias Barat maju? Bukankah uang itu diperuntukan untuk pembangunan?, tegas berapi-api.

Setelah penanggap ke 14 selesai, moderator memberikan kesempatan kepada saya sebagai penulis buku untuk memberikan tanggapan atau jawaban atas beberapa pertanyaan. Saat saya memberi tanggapan saya bagi dalam tiga kategori yaitu : (1) Pertanyaan informatif, saya menanggapinya dengan memberi penjelasan tambahan bahkan saya meminta agar lebih jelas tolong buka halaman sekian, apa yang ditanyakan ada defensinya di halaman tersebut (2) Yang bersifat rekomendasi, himbauan , harapan dan solusi, bahkan ada yang bertanya bagaimana kita pada Pilkada tahun 2024. Hal ini, saya hanya menanggapi sepintas, karena saya sadar bahwa saya tidak punya kapasitas untuk menjawabnya. Apalagi saya bukan pejabat. (3) Petanyaan yang butuh jawaban langsung seperti pengembalian uang ke kas negara saya jawab dengan tegas.

Sejujurnya selama Aaroohe kepergian , saya akui setiap tahun ada silpa puluhan miliar. Namun, kita perlu menyamakan pemahaman tentang silpa. SILPA adalah sisa lebih penggunaan anggaran. Mengapa silpa selalu ada tiap tahun? Karena tim TAPD senantiasa hati-hati dalam menyusun anggaran serta silpa suatu keniscayaan (baca halaman 49-50). Jika penyusuan APBD dan PAPBD tiap tahun mempedomani azas umum dan kontruksi APBD, sebagaimana diatur dalam Permendagri nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 15 sampai 77 dan peraturan Kemenkeu tentang batas-batas APBD yang diterbitkan tiap tahun, pasti ada silpa. Kalau hanya menghabiskan uang APBD per tahun, apalagi buat defisit pasti tidak sulit dan tidak perlu sekolah tinggi.

Perlu saya tegaskan sekali lagi bahwa selama pemerintahan Aaroohe tidak pernah mengembalikan uang daerah ke kas negara dalam arti uang dikembalikan ke pusat. Akan tetapi uang silpa tiap tahun disimpan ke rekening daerah dan dipakai tahun berikutnya. Menyelamatkan ke kas daerah dapat dimaknai menyelamatkan uang daeah atau tidak hanya menghabiskan uang. Tuduhan kepada kami mengembalikan uang ke kas Negara/pusat adalah fitnah, dan diembuskan oleh orang yang membenci kami dan ingin menang pada Pilkada 2015 dan mereka berhasil. Sangat disayangkan, selain pasangan Fakhe, juga yang menuduh dan mengkampanyekan kami mengemalikan uang ke pusat adalah orang intelektual, ASN dan mantan pejabat, sehingga masyarakat percaya.

Baca juga:  Turunan Gulo, Belajar Peduli Sepanjang Hayat

Selesai Dengan Dirinya

Peletakan Buku AAG di Museum Pusaka Nias Gunungsitoli

Penanggap berikutnya dengan sangat tegas menyatakan bahwa, walupun dalam buku AAG tidak membahas tentang Pileg dan Pilkada tahun 2024, namun diantara penanggap tadi ada yang bertanya bagaimana sikap kita pada Pileg dan Pilkada tahun 2024?. Saya tidak punya calon dan saya juga tidak mencalonkan. Tapi saya sarankan agar kita hati-hati tidak masuk dalam lobang yang sama, tidak membuat kesalahan yang sama dan jangan terlena dengan : Visi, misi, janji, program unggulan yang muluk muluk. Pada Pilkada dan Pileg 2024 perlu memperhatikan pribadi orangnya : (1) Apakah orang-orang yang cakap dan takut akan Tuhan, orang-orang yang dapat dipercaya dan dibenci untuk mengajar suap (2) Apakah orang menyukai muji-muji?, Itu hanya sewaktu-waktu untuk ambil hati (3) Bagaimana track recordnya, apakah dia tukang cangkul dalam artian dia mengumpulkan harta untuk dia, untuk anaknya dan keluarganya atau KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). (4) Muka tembok, tidak punya rasa malu (5) Lupa kawan dan janji, hari ini kawan besok saingan dan janji hanya basa-basi, dan lain-lain.

Lucunya orang tipe ini sering meminta doa kepada pendeta/pendeta/ustad agar tetap sehat. (Mendengar komentar tersebut, semua peserta pada ketawa, hahaha…… agar hasil cangkulnya atau korupsinya lama ia nikmati). Saya juga heran, aparat penegak hukum lebih fokus pada “korupsi”, sedangkan Kolusi dan Nepotisme dikesampingkan atau sekurang-kurangnya jarang diproses secara hukum. Padahal seberapa banyak pejabat yang berkolusi dengan rekanan dan tidak sedikit pejabat yang mefasilitasi dan memberikan kemudahan kepada keluraganya (saudara, anak,famili) untuk mendapat proyek biayanya triliunan rupiah.

Pejabat-pejabat seperti di atas saya golongkan belum selesai dengan dirinya sendiri. Memang tidak mudah menjadi pemimpin pada era sekarang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Hanya orang yang memikiki kejujuran , kerendahanhatian sekaligus ketegasan yang mampu menjalaninya. Hanya sosok yang bisa melampaui dirinya sendirilah atau sosok yang tidak memikirkan apa yang dia makan hari ini dan besok, apa yang ditinggalakn kepada anak dan cucunya. Itulah yang bisa jadi pemimpin. Ia mengabdi untuk rakyat, bukan mencari modal lagi atau mengembalikan modal yang dikeluarkan selama proses Pilkada, tegasnya.

Demikiaan rumusan sementara yang saya tangkap dari ketiga anggapan pada saat peluncuran buku saya. Luar biasa. Walaupun rumusan ini sementara, namun kalau dibaca dengan cermat pertanyaan pada judul di atas dan bagaimana sikap pada Pileg dan Pilkada 2024 secara eksplist maupun implisit telah terjawab. Ide, saran dan rekomendasi dari penanggap yang lain akan saya sampaikan pada kesempatan berikutnya. Sampai jumpa.

 

==========

Penulis adalah merupakan Pemerhati Sosial

==========

kabarnias.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan aslinya, belum pernah dimuat ke media lain. Tulisan disertai dengan lampiran identitas seperti KTP/SIM, foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan). Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan anda ke email : kabarniascom@gmail.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.