Home Sudut Pandang Opini Bersaing Sehat Merebut Hati Rakyat

Bersaing Sehat Merebut Hati Rakyat

0
Bersaing Sehat Merebut Hati Rakyat
Ilustrasi: Kita mengharapkan agar pileg 2019 akan berlangsung damai, tidak ada sikut-menyikut, pelaksana pemilu juga kita dukung untuk bekerja dengan jujur tanpa ada hal-hal yang tidak kita inginkan, seperti pernah terjadi pada Pemilu 2014. —Foto: Warta Jatim

Dengan telah keluarnya Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Utara Nomor: 254/HK.03.1-Kpt/12/Prov/IX/2018, tentang Penetapan Daftar Calon Tetap Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Pada Pemilihan Umum 2019 (khusus lampiran VIII Dapil Nias), para caleg provinsi secara yuridis formal sudah bisa memulai kampanye dan bersosialisasi kepada masyarakat di daerah pemilihannya melalui cara yang sesuai undang-undang seperti media cetak/elektronik, media sosial, sidang umum, tata muka, dan lain-lain.

Dalam bersosialisasi diri kepada masyarakat pemilih, para caleg akan mencari metode pendekatan yang dapat diterima akal sehat, tidak hanya sekadar janji-janji manis seperti yang kita dengar pada kampanye Pileg 2014. Ambil contoh ada beberapa orang kader salah satu partai dengan berapi-api mengatakan kalau partai kami dan saya menang “harga getah/karet naik”. Dengan naik harga getah petani bisa sejahtera, bisa menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi, bisa bangun rumah, bisa beli sepeda motor, dan lain-lain.

Ternyata harga getah/karet di Nias saat ini hanya sekitar Rp 5.000-6.000 per kilogram. Sementara harga getah pada tahun 2014 sekitar Rp 7.000-8.000 per kg. Kapan naiknya? Kenyataan malah turun. Sejak itulah masyarakat mulai merasa ditipu, mereka menganggap caleg dari partai tersebut hanya asal bunyi, tidak bertanggung jawab dan dikategorikan telah melakukan pembohongan publik.

Idealnya dalam menyosialisasikan diri, yang dikedapankan adalah pendidikan politik masyarakat, yaitu bagaimana pemilih semakin sadar atas tugas dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, bagaimana pemilih menentukan pilihannya berdasarkan kata hati, bagaimana pemilih menciptakan situasi kondusif di tengah-tengah masyarakat terutama saat kampanye, bagaimana pemilih tidak terpengaruh dan juga tidak menyebarkan berita hoaks, kebencian, permusuhan, sara, dan seterusnya.

Hal-hal ini sangat penting ditanamkan pada pemilih agar pileg terlaksana secara demokratis dan beradab serta orang yang duduk di legislatif benar-benar orang yang punya integritas.

Selain itu, dalam menyosialisasikan diri hendaknya para caleg menanamkan dalam hati masyarakat, supaya pemekaran Provinsi Kepualauan Nias menjadi perjuangan bersama, karena hanya melalui pemekaran Kepulauan Nias cepat keluar dari kemiskinan, terisolasi, dan terbelakang. Pemilih juga perlu disadarkan bahwa kemiskinan, tersisolasi dan terbelakang Kepulauan Nias selama ini merupakan dampak kurang perhatian dan meratanya pembangunan dari pemerintah provinsi.

Apa upaya anggota DPRD provinsi dari dapil Nias selama ini? Menurut penulis selama ini, alokasi dana pembangunan di lima daerah otonom di wilayah Nias sangat kecil dibandingkan dengan dengan daerah otonomi lain di Sumatera Utara. Karena itu, anggota DPRD periode 2019-2024 harus mampu memperjuangkan peningkatan anggaran pembangunan di wilayah Nias, seperti peningkatan anggaran pemeliharaan jalan/jembatan provinsi, anggaran pembukaan jalan Sirombu menuju Afulu, anggaran peningkatan mutu SMA/SMK, dll.

Bersaing Ketat

Setelah dihitung caleg dapil 8 Sumut-Nias berjumlah 77 orang. Ini mengandung arti 77 orang memperebut 6 kursi kuota dapil 8 Sumut-Nias. Persaingan antara parpol dan internal parpol sangat ketat. Sikut-menyikut antarkader parpol maupun kader internal parpol sulit dihindari. Serangan umum maupun serangan fajar bisa terjadi karena setiap caleg ingin mendapatkan suara terbanyak untuk duduk di kursi legislatif, sebagaimana disyaratkan Pasal 422 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Persaingan memperebutkan 6 (enam) kursi dapil 8 Sumut-Nias menjadi tantangan yang sulit dihindari sehingga tidak salah kalau disebut 6 kursi dapil 8 Sumut-Nias adalah “kursi panas”. Para caleg harus menyadari bahwa “suka atau tidak suka, 71 orang dari 77 orang harus siap kalah” karena itu harus siap mental. Siap kalah dan siap menang. Kalau hanya siap menang tetapi tidak siap kalah, dampaknya bisa stres.

Jika dilihat dari hitung-hitungan matematika peluang menang sangat tipis, 77 orang banding 6 kursi/orang (kuota). Bagaimana tidak stres kalau sudah banyak habis uang? Apalagi kalau uang tersebut sebagian pinjaman sementara. Kalaupun uang sendiri, bisa-bisa habis modal dan kembali ke garis nol lagi. Kondisi riel ini bisa membuat seseorang hilang keseimbangan, terutama bagi yang ambisi sekali duduk di kursi terhormat. Apabila ini terjadi, kasihan anak istri bagi yang sudah berkeluarga dan bagi lajang kasihan pacarnya, he-he-he….

Baca juga:  PAC Partai Hanura Gunungsitoli Selatan Sukses Gelar Turnamen Ludo

Untuk itu, hati-hatilah dan jangan paksakan diri di luar kemampuan. Belajar dari pengalaman, kebanyakan anggota legislatif yang berurusan dengan penegak hukum terutama KPK adalah mereka yang pada saat masuk legislatif memaksakan diri di luar kemampuan serta pada pembahasan APBD/PAPBD bernegosiasi kepada eksekutif agar ada uang ketuk palu atau meloloskan anggaran pada salah satu dinas dengan meminta fee, dll. Mengapa melakukan demikian? Jawabannya, yaitu “Agar kembali modal atau bayar utang saat masuk legislatif”. Kasihan dari bapak terhormat menjadi narapidana yang kebebasannya dibatasi, yang kini malah menghuni rumah prodeo.

Selanjutnya tantangan yang dihadapi para caleg dapil 8 sangat rumit dan kompleks. Wilayah sosialisasinya luas meliputi 4 kabupaten dan 1 kota yang jumlah penduduknya sekitar 800.000 orang, dengan luas wilayah 5.121 km persegi, topografi yang berbukit-bukit serta curah hujan yang cukup tinggi. Hal itu membutuhkan biaya/logistik, waktu, pikiran, energi yang banyak. Sementara caleg kabupaten/kota hanya terdiri dari beberapa kecamatan dan desa sehingga mudah dijangkau dan dapat bersosialisasi dari pintu ke pintu maupun face to face.

Bangga Pilihan Rakyat

Pengalaman pada Pileg 2014, ada beberapa caleg mengeluh karena merasa diperlakukan tidak adil. Suara mereka di empat daerah otonom terbanyak. Mereka sudah mengharap duduk di legislatif periode 2014-2019. Ternyata pada penghitungan suara di satu daerah otonom lain, caleg yang lain dan separtai yang banyak suara. Contoh A dan B sama-sama partai F. Di empat daerah A yang banyak suara, tetapi pada penghitungan suara di satu daerah lagi suara B naik sangat signinifikan. Antara suara A dan suara B selisih banyak. Kenaikan suara B pada penghitungan terakhir di satu daerah penuh tanda tanya. Mengapa? Karena ia bukan penduduk daerah tesebut. Mengapa B tiba-tiba mendapat suara banyak di daerah/babupaten lain, sementara di daerahnya sendiri suaranya sedikit? Apakah ada penggelembungan suara? Sampai sekarang tidak ada penjelasan maupun informasi tentang hal ini. Namun, saat itu menjadi bahan diskusi di tengah-tengah masyarakat.
Kasusnya memang tidak sampai ke ranah hukum karena masalah internal partai dan partai menyelesaikan sendiri.

Namun, tidak sesederhana itu kalau dilihat dari sudut pandang etika politik karena menyangkut “keadilan” serta sehatnya demokrasi kita. Adil adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Apakah A sudah mendapat haknya sebagaimana mestinya? Apakah B memang itu haknya? Hanya pelaksana pemilu dan si B yang tahu. Tentu tidak mengharapkan jawaban dari A maupun B. Sebab itu mustahil. Hanya orang yang punya kesadaran yang sangat dalam akan keadilan dan kebenaran yang bisa menjawabnya.

Sangat disayangkan jika pemilu yang biaya besar dan berasal dari uang rakyat dikotori oleh orang-orang yang ambisi akan kekuasaan, yang menempuh segala cara untuk duduk di di legislatif, yang merampas hak-hak orang lain, yang bangga atas kecurangan, tidak taat hukum dan asas, dan lain-lain. Cara seperti ini selain mencederai demokrasi, juga merusak etika politik, serta mental spiritual anak bangsa. Jadi apa bangsa ini ke depan kalau cara-cara seperti di atas terus terjadi?

Hal di atas tidak terjadi kalau semua pihak melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing berdasarkan peraturan dan kesadaran moral yang tinggi, serta pelaksana pemilu dan para caleg tidak melakukan persengkokolan jahat. Ingat kemenangan yang didapat atas kecurangan tidak akan membawa ketenanganan batin dan kebahagiaan sejati, melainkan hanya mendatangkan kegelisahan yang silih berganti. Maukah hidup Anda tetap gelisah?

Untuk itu, marilah bersaing dengan sehat dan menerima hasil yang benar-benar menjadi haknya serta memberikan kepada yang lain apa yang menjadi haknya. Bangga dipilih rakyat dengan bebas dan sadar bukan rekayasa. Apabila punya prinsip demikian, kemenangan menjadi berkat pada diri sendiri dan berkat bagi orang lain. Hidup menjadi tenang.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.