Saturday, April 20, 2024
BerandaSudut PandangOpiniPeran Penting Orangtua terhadap Pendidikan dalam Keluarga

Peran Penting Orangtua terhadap Pendidikan dalam Keluarga

Oleh Postinus Gulö, OSC

Ada banyak kebiasaan masyarakat Nias yang mencerminkan kearifan lokal yang tak kalah penting dengan kearifan universal. Saya ingat, dulu umumnya keluarga-keluarga di Nias makan secara bersama-sama. Sebelum dan sesudah menyantap makanan, satu keluarga khusuk memanjatkan doa syukur atas rezeki makanan. Orangtua dan anak-anak mengelilingi gala gowi lalu mereka makan bersama. “Gala” berarti talam besar yang terbuat dari kayu dan biasanya digunakan sebagai tempat ubi rebus. Sementara “gowi” berarti ubi. Dengan kata lain, gala gowi adalah tempat ubi rebus yang terbuat dari kayu dan berbentuk talam dalam ukuran yang besar.

Sambil menyantap ubi rebus, orangtua memperhatikan satu per satu anak-anaknya, terutama yang lamban menyantap ubi rebus itu. Anak-anak yang lebih tua diminta untuk memperhatikan adik-adiknya. Jika ada anggota keluarga yang belum datang, karena belum pulang dari ladang atau sawah atau belum pulang dari sekolah, umumnya sebagian ubi itu disisihkan di pinggir gala. Mereka sisakan untuk yang belum datang.

Setelah makan ubi rebus, kemudian mereka menyantap nasi dengan sayur seadanya. Makanan ini dihidangkan di atas sehelai daun pisang (sara hakhi mbulu gae). Kadang-kadang selama makan bersama itu, anak-anak sambil menyadarkan kepalanya kepada ayah atau ibunya. Ada anak yang minta ditimang-timang oleh ayah atau ibunya. Ada juga anak-anak yang disuapi. Situasi makan di dalam keluarga menjadi saat yang sangat nyaman dan membahagiakan. Bagi keluarga Nias, saat makan merupakan inötö worasoi fa’ohahau dödö (saat penuh kedamaian dan kebahagiaan). Tidak mengherankan jika anak-anak rindu pulang ke rumah untuk makan bersama orangtuanya.

Pendidikan dalam Keluarga

Saat makan itu, sebenarnya orangtua Nias telah melaksanakan perannya sebagai pendidik dalam keluarga. Mereka mendidik anak bukan sekadar teori, melainkan tindakan nyata dan keteladanan hidup. Orangtua menanamkan sejak dini kepada anak-anaknya bahwa rezeki makanan yang didapat adalah anugerah dari Allah. Oleh karena itu, perlu disyukuri dan meminta berkat atasnya.

Tidak hanya itu, dalam keluarga, orangtua mewujudkan kasih sayang terhadap anak-anaknya. Dengan sabar sang ibu menyuapi bayi kecilnya. Kalau bayinya buang air besar, sang ibu membersihkan dengan penuh kasih sayang. Walau sang Ibu sedang makan, ia tak merasa jijik membersihkan kotoran si bayi. Hal yang sangat penting adalah semua tindakan kasih sayang sang Ibu itu disaksikan oleh semua anak-anaknya. Kelak anak-anak ini pun ingat betapa baik dan besar cinta ayah-ibu terhadap mereka.

Di sekitar gala gowi itu, oragtua membangun kepekaan saling berbagi kepada anak-anaknya.  Selain itu, orangtua mendidik anak-anaknya agar mereka yang kuat secara fisik dan dapat menggunakan akal budi karena sudah lebih tua, memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan adik-adiknya yang mesti disuapi, masih bayi, dan lemah secara fisik. Pendek kata, makan bersama satu gala gowi dan sehelai daun pisang sangat bermakna. Di sana nilai-nilai kebersamaan (living together) dan kekeluargaan dibangun.

Orangtua Pendidik Utama dan Pertama

Pendidikan anak di dalam keluarga telah lama menjadi isu penting di tingkat dunia internasional. Pada 21 November 2015 silam, dari ribuan mahasiswa yang hadir, saya termasuk salah seorang yang ikut di dalam acara audiensi dengan Paus Fransiskus di Roma, Italia. Audiensi ini juga dihadiri pasangan suami-istri, dosen, guru dan anak-anak dari sejumlah negara. Acara ini diadakan oleh Kongregasi untuk Pendidikan Katolik.

Salah satu isu yang diangkat dalam audiensi itu adalah pendidikan di dalam keluarga. Acara ini diadakan untuk memperingati 50 tahun terbitnya Deklarasi Konsili Vatikan II mengenai “Gravissimum Educationis” (Sangat Pentingnya Pendidikan) dan 25 tahun Konstitusi Apostolik  “Ex Corde Ecclesiae” (Dalam Hati Gereja).

Di dalam Gravissimum Educationis (GE) ditegaskan bahwa di dalam keluarga, orangtua adalah pendidik dan rasul yang pertama dan utama terhadap anak-anaknya. Di dalam “Ex Corde Ecclesiae”, gereja menyatakan agar institusi-institusi pendidikan Kristiani terus setia mengajarkan pendidikan yang benar, baik, dan bijaksana.

Peran orangtua tetap yang utama dan yang pertama di dalam pendidikan itu. Bapa Paus Fransiskus sangat mengharapkan agar orangtua, para dosen, dan seluruh umat manusia menyadari martabat dan posisinya untuk mewujudkan pendidikan dalam pembangunan kehidupan sosial,  ekonomi, dan politik.

Baca juga:  To'ölöa Sibohou

Pendidikan yang benar dan berperikemanusiaan mesti mendapat fondasinya dari dan dalam keluarga. Kecerdasan di berbagai bidang teknologi, mesti tetap menghargai kultur dan juga memberikan tempat pada kehidupan spiritual.

Selain itu, Bapa Paus menegaskan agar pendidikan erat terkait dengan humanitas dan relasi harmonis antarsesama. Pengetahuan dan pikiran di kepala kita ditanamkan dalam hati dan dilaksanakan dalam kehidupan demi terciptanya humanitas yang bersahabat. Dinamika zaman atas gencarnya berbagai elemen pengetahuan dan kecanggilan teknologi, tidak boleh melunturkan konsistensi pada pendidikan yang benar itu.

Kita semua dipanggil untuk memikirkan ulang cara mendidik agar mentalitas manusia sungguh menyadari humanitas. Pendidikan untuk kehidupan manusia, agar manusia saling terbuka dan damai berdampingan demi kebaikan bersama umat manusia. Tentu saja kedamaian tanpa cinta dan persahabatan tanpa toleransi tidak ada gunanya. Saling menghargai, bukan saja hanya di bibir melainkan dalam kehidupan nyata.

Orangtua mendapat tanggung jawab yang sangat besar untuk mewujudkan misi pendidikan semacam ini. Peran edukatif orangtua sangat sentral sehingga apabila terlalaikan, akan sangat sukar dipenuhi oleh pihak lain. Perkembangan intelektual, integritas, karakter, dan moralitas anak sebagian besar dibentuk di dalam keluarga. Hal ini sangat masuk akal oleh karena lingkungan pertama anak adalah keluarga.

Kalau kita baca kisah hidup tokoh besar dunia, ada banyak yang menyinggung peran besar pendidikan dalam keluarga. Itulah yang terjadi dengan Thomas Alva Edison. Di sekolah, Thomas dianggap sangat bodoh. Gurunya akhirnya mengembalikan Thomas kepada orangtuanya.  Ibunya, Nancy Matthews Elliott, tak kuasa menahan tangis ketika Thomas tidak dapat dididik di sekolah formal. Akan tetapi, Nancy tak putus asa. Di rumah, Nancy mendidik Thomas dengan tekun, berbagai metode dan dengan energi positif.

Anda tahu yang terjadi kemudian? Thomas Alva Edison berkembang pesat secara intelektual. Thomas menjadi salah seorang kaum intelektual berpengaruh di dunia. Ia penemu lampu listrik. Ia juga penemu grafon, yaitu mesin untuk mereproduksi suara dan musik yang direkam pada piringan hitam. Tidak hanya itu, ada ribuan hasil karyanya yang mengagumkan dunia.

Keluarga sebagai “Sekolah”

Orangtua mesti menyadari peran besarnya terhadap pendidikan bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, orangtua perlu membekali diri sebelum memutuskan untuk membangun rumah tangga. Sekarang, ada banyak orangtua yang sudah mengenyam pendidikan formal. Memang belum maksimal. Akan tetapi, orangtua zaman sekarang mestinya mampu mengungguli kearifan orangtua zaman dahulu itu. Pada zaman kini, semestinya orangtua lebih hebat untuk mendidik anak-anaknya dengan berbagai metode. Mereka mampu mendidik anaknya untuk lebih semangat mempelajari dan mengetahui ilmu pengetahuan (learning to know).

Pengetahuan yang telah dikuasai oleh anak, kita harapkan kelak dapat mereka wujud-nyatakan dalam kehidupan mereka sehari-hari (learning to do). Pendidikan dalam keluarga sangat penting untuk menjadikan anak menjadi lebih hebat (learning to be), berkembang secara intelektual juga dalam segi karakter dan integritas diri.

Keluarga-keluarga zaman dulu hampir tak punya pendidikan formal. Akan tetapi, mereka terbiasa mendidik anak lebih bertanggung jawab, tahu bersyukur dan tahu berbagi. Dalam tradisi makan di sekitar gala gowi, orangtua Nias mendidik anak-anaknya untuk hidup bersama penuh kedamaian dan kekeluargaan (learning to live together in peace and harmony). Cara mendidik anak semacam ini juga yang diangkat oleh UNESCO, suatu lembaga yang dibentuk Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Anda mungkin ingin segera terwujud perubahan pendidikan yang lebih baik. Akan tetapi, perubahan itu mulailah dari dan dalam keluarga Anda. Tanggung jawab orangtua sebagai pendidik utama dan pertama begitu besar. Orangtua tidak hanya mendidik secara teori, lebih dari itu, yakni keteladanan hidup dalam keluarga. Orangtua, jadikanlah keluarga Anda sebagai “sekolah” untuk mendidik anak-anak.

RELATED ARTICLES

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments