Sudah lazim, untuk mengejar ambisi, seseorang terus berusaha melakukan yang terbaik untuk mewujudkannya. Ada dua kata yang terus mengikuti setiap usaha ini, “keberhasilan” dan “kegagalan”. Keberhasilan adalah sebuah kemungkinan. Ia bukanlah sesuatu yang mutlak. Bukan sebuah kepastian, bahkan setelah mengeluarkan segala kemampuan terbaik sekalipun.
Keberhasilan menjadi impian. Cara-cara yang tidak biasa, bahkan ekstrem, sering ditempuh untuk merenggut sebuah keberhasilan. Akan tetapi, sekali lagi, keberhasilan sering tidak bisa diraih.
Di sisi lain, kegagalan yang terus menghantui sering membuat suasana hati menjadi tegang dan tidak stabil. Ada sebuah kepastian, manusia tak ingin gagal. Kalau bisa, kegagalan haruslah dijauhi. Nyatanya, kegagalan adalah keniscayaan.
Ada sebuah contoh menarik yang perlu dicamkan. Rahasia kayu besar yang gagah kala angin menerpa tak lain karena batangnya yang kuat serta akar-akarnya yang kekar mencengkeram tanah. Akan tetapi, jaringan kayu pohon besar itu tak tercipta dalam semalam. Batang kokoh itu tebentuk melewati waktu yang panjang, hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun. Ia menjulang setelah melewati berbagai massa, badai, panas, dan hujan. Akar-akarnya tak mudah merangsek setiap lapisan tanah yang kadang cadas, lempung, dan batu. Tak ada yang instan.
Pilkada serentak di depan mata. Dalam beberapa hari ke depan, kata gagal dan berhasil pun membuat semua kontestan semakin tegang, termasuk juga para pendukungnya. Nuansa Pemilihan Umum Presiden 2014 seakan berulang. Masyarakat terpecah-pecah menurut nomor urut pasangan calon yang didukungnya.
Kegagalan dan keberhasilan hanyalah semu. Ia datang dan lalu pergi. Ia tidak abadi. Prabowo Subiakto yang kalah pada Pilpres 2014 melawan Joko Widodo apakah hingga sekarang merasa terus kalah? Tentu tidak. Prabowo kembali pada keinginan hati yang lain. Ia kini bebas berjuang melakukan yang terbaik di bidang lain. Ia tidak hidup dalam ketegangan terus-menerus karena kegagalan yang dialaminya.
Tak salah jika kita mengutip nasihat kuno orang Tiongkok: janganlah fokus pada keberhasilan atau kegagalan. Fokuslah pada hal-hal yang lebih besar melampaui kegagalan dan keberhasilan itu, yakni kebebasan hati.
Orang yang memiliki kebebasan hati dialah kesatria sejati. Ketika petarung memiliki sikap siap menang dan siap kalah, ia telah meraup kebebasan hati.
Mari kita sambut pesta demokrasi 9 Desember ini dengan penuh gairah. Selamat memilih yang terbaik!