DEPOK, KABAR NIAS ― Sudah saatnya generasi muda, terutama mahasiswa, dipersiapkan untuk bisa menjadi sumber daya manusia yang andal di segala bidang, agar bisa turut andil dan mengambil peran di dunia internasional, terutama dalam bidang kesehatan masyarakat.
Itulah tujuan utama pendirian Global Health Initiative Indonesia (GHII) oleh Profesor Dr dr Adik Wibowo, MPH, bersama tiga srikandi lainnya, yaitu Dr Esty Febriani, Mkes; Natasia Winoto; dan Permata Silitonga, pada 27 November 2017.
“Saya melihat bahwa mahasiswa sebagai kekuatan besar perguruan tinggi dan bangsa Indonesia yang harus dipersiapkan untuk bisa berbicara banyak di dunia internasional. Kampus tidak lagi hanya berkecimpung di tataran lokal, tetapi kita dorong untuk berkiprah di dunia global dan regional,” ujar pendiri Global Health Iniatiative Prof Dr Adik Wibowo dalam seminar bertema “Young Generation Takes Action on TB” yang digelar di Aula A Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Sabtu (21/4/2018).
Dijelaskan Natasia Winoto, misi GHII adalah mengajak dan menyiapkan generasi muda mahasiswa di bawah rumpun Ilmu Kesehatan (Fakultas Kedokteran, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Farmasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, dan Fakultas Kedokteran Gigi) untuk berperan aktif di arena kesehatan global guna memerangi berbagai penyakit yang mengancam penduduk dunia. “Tahun ini, GHII mengambil penyakit tuberculosis sebagai fokus kegiatan, dan dalam dua bulan terakhir para mahasiswa telah dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan melalui pelatihan tentang TB, public speaking, dan penulisan ilmiah. Motto GHII adalah ‘From Better to Best’,” ujar Natasia.
Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam seminar tersebut adalah diseminasi hasil survei terkait pengetahuan dan stigma masyarakat terkait TBC yang diadakan pada Hari TBC Sedunia 2018; Pameran fotografi terkait TBC, dan kemitraan antarberbagai institusi serta lembaga kemahasiswaan yang berbeda dalam memerangi TBC.
Seperti diketahui, TBC adalah salah satu dari sepuluh penyebab utama kematian di dunia. Berdasarkan laporan WHO (2017) diperkirakan terdapat 10,4 juta kasus TBC di dunia 56 persen di antaranya adalah penduduk di India, Indonesia, China, Filipina, dan Pakistan. Hasil survei Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI tahun 2013–2014 bahwa angka insiden TBC adalah 399 per 100.000 penduduk atau diperkirakan terdapat 1 juta pasien TBC baru setiap tahun, dengan tingkat penemuan kasus sebesar 32 persen.
Dikutip dari rilis yang diterima media, Adik Wibowo menyampaikan bahwa sejak berdiri pada 27 November 2017, GHII telah melaksanakan beberapa kegiatan. Kegiatan tersebut, antara lain, melakukan seminar dengan mengundang beberapa lembaga untuk memutakhirkan data terkait TBC di Indonesia. Kedua, meningkatkan keterampilan menulis dalam bahasa Inggris bagi para kader mahasiswa di GHII dengan mengundang pakar.
“Saat itu, output-nya, lokakarya itu menghasilkan lima artikel dalam bahasa Inggris yang di-publish pada beberapa media massa,” ujar Adik Wibowo.
Kegiatan lainnya, melakukan survei lapangan tentang TBC di Pasar Jatinegara, Jakarta. “Survei ini diperlukan agar para mahasiswa bisa langsung tahu kondisi TBC di masyarakat. Selain itu, dalam waktu dekat ini, GHII akan mengadakan kegiatan tekait pengetahuan international ethic. Para mahasiswa akan dilatih untuk memiliki keterampilan bagaimana berbicara di dalam kegiatan-kegiatan internasional, bagaimana bernegosiasi dan melakukan kerja sama global,” ujarnya.
Menurut Adik Wibowo, sudah saatnya pemberantasan TBC perlu dimulai dari kampus dan melakukan berbagai kemitraan. Tanpa kemitraan juga, kata Adik, program-program yang direncanakan bahkan rencana eliminasi TBC pada 2050 tidak akan tercapai.
“GHII akan terus menjalin kemitraan kepada semua pemangku kepentingan,” ujar Adik Wibowo.
Dalam sambutannya Dekan FKM UI Agustin Kusumayati menyampaikan bahwa dirinya menyambut baik inisiatif yang dilakukan oleh GHII. Ia sangat mendukung generasi muda untuk lebih banyak berkiprah ke dunia internasional.
“Saya menantang GHII untuk bisa mengambil inisiatif bisa menjadi pelopor dalam organisasi-organisasi dunia terkait kesehatan masyarakat,” ujar Agustin.
Adang Bachtiar, penasihat GHII yang juga dosen di FKM UI, menyampaikan bahwa ada banyak tantangan global yang harus diwaspadai oleh generasi muda. “Dunia global sedang dalam masa transisi dan akan berubah oleh siapa yang menang, kalah, dan yang memegang kekuasaan di dunia ini. Negara bangsa akan dikendalikan oleh dominasi politik dan ekonomi. Ada banyak yang taat pada aturan juga banyak yang abai. Tantangan lain adalah kelompok yang tidak setuju dengan prinsip negara bangsa, seperti kelompok teroris, kartel narkoba, pedagang manusia semakin menunjukkan pengaruhnya,” kata Adang.
Sekarang dunia sudah bicara digital, kata Adang. Hampir semua transaksi menggunakan digital dengan memanfaatkan big data. Lalu pertanyaannya, kata Adang, bagaimana strategis yang harus dilakukan generasi muda sekarang ini dengan memanfaatkan teknologi dan dunia digital bisa mengurangi bahkan mengeliminasi masalah TBC di dunia.
“Untuk mengontrol TBC, mari kita mendengarkan dari para pemimpin masa depan ini,” ujar Adang.
Head of National Technical Services KNCV Bey Sonata, yang didaulat menjadi pembicara kunci, menyampaikan bahwa pemberantasan TBC harus dilakukan secara bersama-sama. Lembaga-lembaga yang peduli perlu memperkuat kerja sama.
“Apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah saat ini perlu kita apresiasi. Begitu juga dengan LSM seperti organisasi penyintas yang sembuh dari TBC resisten obat, misalnya PETA, yang terus memberi semangat bahwa penyakit TBC bisa disembuhkan. Tak boleh menyerah dalam proses pengobatan TBC,” kata Bey.
Dalam kesempatan itu, mewakili Ketua Umum Forum Stop TB Partnership Indonesia (FSTPI) Arifin Panigoro yang berhalangan hadir, Sekretaris Eksekutif Mariani Reksoprodjo menyatakan dukungan penuh pada program-program yang dilakukan oleh GHII. “Ini lembaga yang bisa menggerakkan mahasiswa sebagai calon pemimpin masa depan bangsa ini sehingga setiap permasalahan kesehatan masyarakat, termasuk TBC, bisa dikendalikan,” ujarnya.
Hadir dalam acara itu Kepala Subdirektorat TBC Kementerian Kesehatan Asik Surya. Ia menjelaskan sejumlah hal yang telah dilakukan oleh pemerintah serta langkah-langkah apa yang akan diambil ke depan untuk mengeliminasi TBC di Indonesia. “Saya sangat mengapresiasi dan meminta dukungan mahasiswa. Sampaikan kritik atau saran kepada pemerintah agar program-program TBC bisa terlaksana dengan baik,” ujar Asik.
Esty Febriani menyebutkan bahwa GHII dalam seminar ini mengundang sejumlah pihak, antara lain, yaitu WHO, LKNU, PKPU, CISDI, Dompet Dhuafa, Johnson and Johnson. Juga perwakilan mahasiswa dari Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Fakultas Farmasi, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, organisasi ISMKMI (Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indoneesia), organisasi AMSA (Asian Medical Students’ Association Indonesia), dan CIMSA (Center for Indonesia Medical Students’ Activites) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dan AMSA Fakultas Kedokteran Trisakti. Selain itu juga diikuti oleh perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan politik dan Fakultas Psikologi, dua disiplin ilmu yang erat hubungannya dengan penyakit TB.