Trans-Nias dan Pariwisata Nias Raya

MEMBANGUN NIAS RAYA

0
2004
Salah satu desa tradisional di Pulau Telo, Nias Selatan, yang bisa dijual menjadi tempat pariwisata. —Foto: http://images.jurnalasia.com/
Salah satu potensi pariwisata Nias, ombak untuk surfing. —Foto: http://primakristianhia.blogspot.co.id/
Salah satu potensi pariwisata Nias, ombak untuk surfing. —Foto: http://primakristianhia.blogspot.co.id/

Potensi Wisata

Sekarang mari kita mencoba melihat potensi wisata yang kita miliki dengan membaginya dalam dua kelompok besar, yakni wisata alam dan wisata budaya. Untuk wisata yang berbasis pada alam tentunya kita memiliki beberapa obyek wisata berkelas dunia seperti,

  • Pantai Sorake, Pantai Lagundri, dan Pantai Mo’ale di Nias Selatan.
  • Pulau Asu di Nias Barat—yang masih sangat alami (kebetulan setahun yang lalu saya pernah menemani beberapa orang teman ke sana)
  • Pulau kecil nan eksotik di Pulau-pulau Batu, Nias Selatan.

Selanjutnya untuk wisata yang berbasis budaya yang menggunakan kebudayaan sebagai obyeknya dapat kita bagi dalam beberapa kelompok seperti:

  • Wisata sejarah, seperti Omo Sebua dan Lompat Batu di Desa Bawömataluo
  • Wisata musik dan kesenian, seperti tari kolosal/tari perang, faluaya, mogaele, molauhoho, dll
  • Wisata kerajinan tangan yang dapat kita temukan dibeberapa desa tradisional di Nias seperti di Desa Bawömataluo
  • Wisata kuliner, seperti babae dan kefe-kefe di Nias Selatan yang sudah mulai hilang dan beberapa jenis makanan tradisional khas Nias lainnya yang perlu digali dan dikembangkan

Khusus untuk wisata kebudayaan yang berbasis pada musik dan kesenian tentunya harus dikemas khusus bagi penyajian untuk wisatawan, dengan maksud agar menjadi lebih menarik.

Pada titik inilah sering kali terdapat perbedaan pendapat antara kalangan seniman dengan kalangan pelaku industri pariwisata. Kompromi-kompromi sering kali harus diambil. Para seniman berpendapat bahwa pengemasan secara khusus obyek-obyek tersebut akan menghilangkan keaslian dari suatu budaya, sedangkan kalangan pelaku industri pariwisata berpendapat bahwa hal tersebut tidaklah salah asalkan tidak menghilangkan substansi atau inti dari suatu karya seni.

Demikian juga dengan wisata kuliner yang harus disesuaikan dengan selera wisatawan yang datang. Selain aspek kebersihan (higienis), rasa dan tampilan, juga perlu diperhatikan aspek halal dan tidak halal khususnya untuk wisatawan dalam negeri.

Baca juga:  Literasi Keuangan di Indonesia Masih Rendah

Terkait dengan wisata kuliner juga perlu dipertimbangkan bagaimana sebuah produk makanan tidak hanya dapat dikonsumsi di tempat, tetapi juga dapat dijadikan sebagai buah tangan. Di sinilah dibutuhkan peran pemerintah daerah dalam memberikan bimbingan dan tuntunan agar semuanya dapat berjalan dengan selaras.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.