Monday, October 7, 2024
  • Iklan HUT Nisel Ke-21 Disbudparpora
BerandaKanalDiaspora NiasMemandang Nias dari Roma

Memandang Nias dari Roma

DIASPORA NIAS

Ars longa, vita brevis” (seni ada sepanjang masa, sedangkan hidup manusia itu pendek). Kota Roma membuat kagum banyak orang. Turis berdatangan dari berbagai negara untuk melihat karya seni yang terpampang di setiap sudut kota, di dinding bangunan, dan di langit-langit gereja.

Kapel Sistina Vatikan
Kapel Sistina Vatikan tempat Michaelangelo melukis Pengadilan Terakhir dengan teknik Fresko. – Photo oleh Postinus Gulö

Di Roma, hampir tak ada bangunan tanpa lukisan, tanpa patung artistik, tanpa ukiran, tanpa seni pahat, yang menarik perhatian kita. Salah satu karya seni yang mengagumkan adalah lukisan “buon fresco” pelukis terkenal Italia Michaelangelo di Kapel Sistina Vatikan. Lukisan Michaelangelo itu diberi nama “Pengadilan Terakhir”. Teknis melukis “buon fresco” sangat berkualitas dan langka pada zamannya karena pelukis menimpakan pigmen pada plester dinding sehingga lukisan bertahan lama dan tidak mudah dirusak rayap.

Sebagai kota seni, Roma menjadi tempat wisata yang paling diminati para turis dari sejumlah negara. Selain melihat keindahan Roma, turis juga melakukan ziarah rohani ke tempat-tempat suci. Bahkan, tidak sedikit para turis ingin melihat dari dekat Bapa Suci Paus Fransiskus, tokoh berpengaruh dunia yang pernah dianugerahi sebagai “Person of The Year” oleh Majalah TIME pada 2013. Paus Fransiskus dianggap sebagai sosok yang telah menjadi “suara baru hati nurani”.

Pada 3 Juli 2015, saya menyempatkan diri melihat dari dekat Bapa Paus. Pada kesempatan ini, saya menyaksikan konser yang dihadiri Bapa Paus Fransiskus dan penyanyi terkenal Italia Andrea Bocelli. Suatu pengalaman yang sangat mengesankan, di lapangan tempat Bapa Paus tinggal, Santo Petrus Vatikan, lautan manusia datang dan pergi. Dari beberapa negara ada di sana, bersorak-sorak, menyanyikan pujian. Apalagi, organisasi pembaruan karismatik Katolik yang menyelenggarakan acara konser ini, banyak di antara mereka yang yang menghadirinya.

Manusia, yang menyadari dirinya tak hidup selamanya, lalu kreatif melukis imajinasinya, melukis ungkapan hatinya, mewujudkan idenya, membahasakan apa pun yang dia rasakan agar bisa dilihat dan diraba siapa pun melalui seni lukisan, patung, ukuran, dan seni pahat.

Pendeknya, seniman menuangkan segala ide dan pengalamannya dalam wujud keindahan yang dapat ditangkap indera manusia. Roma dipenuhi pelukis berkualitas.

Bangun Colosseo tempat pertarungan para gladiator - Photo Oleh Postinus Gulö
Bangun Colosseo tempat pertarungan para gladiator – Photo Oleh Postinus Gulö

Roma masih mempertahankan bangunan tua yang antik dan artistik. Anda bayangkan, Colosseo yang dibangun dalam kurun waktu tahun 70-80 Masehi, masih dipelihara hingga kini. Bangunan ini menjadi salah satu tujuan wisata terkenal di kota Roma. Colosseo yang berbentuk elips mampu menampung sekitar 50.000 (lima puluh ribu) penonton. Di tempat ini diadakan pertunjukkan yang sangat spektakuler. Yakni pertarungan adu kekuatan para gladiator. Kita tahu, gladiator adalah petarung yang memakai berbagai senjata pada zaman Romawi kuno untuk melakukan pertarungan dalam rangka menghibur para penonton Kekaisaran Romawi. Pertunjukkan gladiator itu berlangsung hingga tahun 400 Masehi. Akan tetapi, kemudian, kekaisaran Romawi menghentikan pertunjukkan gladiator ini karena alasan kemanusiaan.

Baca juga:  Perahu Terbalik, Dua Babinsa Pulau Terluar Nias Gagal Bertemu Presiden Jokowi

Para gladiator, bertarung melawan sesama gladiator, binatang buas dan narapidana; ribuan orang dan binatang telah mati di arena Colosseo. Jika kita baca dalam sejarah Romawi Kuno, ternyata gladiator memberikan contoh etika pertarungan Romawi kepada para penonon. Konon, ketika bertarung dan ketika mati, mereka dapat menimbulkan kekaguman dan pujian. Mereka digambarkan dalam seni kelas atas maupun kelas bawah. Kepiawaian mereka sebagai penghibur dikenang dalam situs-situs penting di Roma hingga kini.

Memandang Nias dari Roma

Roma menghargai peradaban dan sejarahnya. Bangunan-bangunan dan berbagai karya seni tua tetap dipertahankan bangsa Roma hingga kini. Prinsip Romawi semacam ini tidak banyak suku di Indonesia yang memilikinya. Indonesia bolehlah sedikit berbangga karena warga Bali masih mempertahankan kultur dan seni khas Bali di beberapa bangunan. Jika kita ke Bali, sangat terasa nuansa Bali berbeda dengan suku lain di Indonesia.

Sebagai warga Nias, kita juga bersyukur masih tersisa beberapa kampung artistik di Nias Selatan, tempat Omo Sebua, Omo Hada, dan Hombo Batu (lompat batu). Selama di Roma, saya mengharapkan bahwa suatu saat orang Nias dan pemerintah daerah di Kepulauan Nias menghargai budayanya dengan memugar kembali situs-situs budaya khas Nias.

Nenek moyang orang Nias sebenarnya memiliki seni lukis, seni pahat, seni ukir, dan patung megalit bernilai seni tinggi. Hasil karya seni nenek moyang orang Nias itu masih banyak yang dibiarkan dan diabaikan. Sebut saja, batu megalit di kampung tua Luha Mangonia di belakang kampung Hiligeo, Kecamatan Mandrehe. Di kampung ini masih banyak patung megalit yang perlu dilestarikan. Tempat besejarah di Teteholi Ana’a, Börönadu, Gomo, masih harus dipugar sebagai situs bersejarah khas Nias; bisa jadi kemudian layak menjadi tempat wisata. Teteholi Ana’a terkenal dalam mitos Nias sebagai tempat pertama nenek moyang Nias.

Selama bertugas di Pulau Nias, saya pernah mendengar bahwa ada Lembaga Budaya Nias (LBN). Kita berharap bahwa lembaga ini mampu bekerja sama dengan pemerintah daerah dan dinas terkait untuk mempertahankan karya seni khas Nias macam patung megalit, dan seni ukiran di Omo Hada (Rumah Adat). Kita harapkan pemerintah daerah dan juga dewan terhormat saling bahu-membahu menata Nias dengan tetap memperhatikan karya seni khas nenek moyang Nias.

Bangunan modern di Roma tetap terlihat antik seperti zaman dahulu kala. Di dalam kemodernan, Roma tak melupakan keantikan karya seninya. Ini menarik perhatian para turis. Akan tetapi, Nias semakin modern, semakin melupakan karya seni khas Nias. Buktinya, rumah adat Nias semakin habis. Tidak hanya itu, ahli pemahat, pembuat patung, dan pelukis khas Nias hampir tidak ada. Marilah kita ingat selalu bahwa karya seni suatu bangsa adalah identitas istimewa. Marilah tetap memelihara karya seni khas Nias.

RELATED ARTICLES

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments