Friday, March 29, 2024
BerandaKanalDiaspora NiasBelajar dari Rakyat Padova...

Belajar dari Rakyat Padova…

PERJALANAN

Oleh Pastor Postinus Gulö, OSC

Ada banyak tempat suci bersejarah di Padova. Salah satu yang menarik perhatian saya adalah Basilika Santo Antonius Padua. Basilika merupakan gereja besar yang telah diberikan ritus upacara khusus oleh pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia, yakni Bapa Suci Paus. Saya mengunjungi Basilika ini pada hari Sabtu (9/7/2016). Bangunannya begitu kokoh dan artistik. Dibangun dengan perpaduan gaya romantik, barok, renaisans, gotik dan gaya bizantium. Tak mengherankan jika Basilika ini terlihat antik sekaligus modern. Berada di dalamnya, kita merasakan nuansa keilahian.

Proses pembangunan Basilika Santo Antonius ini cukup lama, 78 tahun (1232-1310). Melihat Basilika ini, tiba-tiba saya teringat kembali kisah hidup Santo Antonius Padua. Kisahnya saya baca saat tahun pertama saya mengenyam pendidikan calon pastor di Seminari Menengah Santo Petrus Aek Tolang Sibolga (1999). Antonius menjadi tokoh idola pada zamannya. Kedalaman imannya telah menguatkan banyak orang. Ia termasuk pemerhati kaum miskin. Itu sebabnya Antonius merupakan pelindung kaum papa. Wajarlah jika dibangun sebuah Basilika untuk mengenang keteladanan hidupnya.

Memelihara Kearifan Iman

Padova merupakan salah satu provinsi di sebelah utara Italia. Nama lain kota ini, yakni Padua. Penduduknya hanya sekitar 214.000 orang, hampir setara dengan jumlah penduduk Kabupaten Nias Selatan. Melihat berbagai bangunan bersejarah di Padova, kita ibarat sedang membaca buku tentang prinsip memelihara kebaikan dan menyebarkan kebijaksanaan. Kota Padova menjadi salah satu tempat wisata favorit para turis dari berbagai belahan dunia.

Saya sangat beruntung ada kesempatan mengisi libur kuliah di Padova selama dua bulan (3 Juli s/d 4 September 2016). Padova tidak begitu jauh dari Roma, tempat saya sedang mengenyam pendidikan Hukum Kanonik. Jarak tempuh Roma ke Padova hanya sekitar 3 jam naik kereta cepat. Selama di Padova saya mendalami kembali bahasa Italia dan melayani umat di Paroki Degli Eremitani Padova.

Suasana Kota Padova
Suasana Kota Padova pada “La Notte Dei Colori” (Malam Warna-Warni), Jumat (15/7/2016). —Foto: P. Postinus Gulö, OSC.

Masyarakat Padova berusaha mengenang kebaikan dan teladan hidup seseorang. Tidak mengherankan jika banyak ruas jalan diberi nama santo-santa. Dalam tradisi Katolik, santo adalah pria kudus dan santa adalah perempuan kudus. Pemberian gelar santo dan santa dilakukan setelah bersangkutan meninggal. Takhta Suci Roma tidak sembarangan mengangkat (kanonisasi) seseorang menjadi santa atau santo. Mesti melalui penelitian dan proses yang sangat hati-hati. Biasanya mereka yang diangkat santa atau santo adalah pribadi yang menjalani hidup iman penuh kabajikan heroik dan memiliki kekudusan (santitá). Mereka memiliki kearifan iman mendalam.

Tidak hanya itu, kalangan umat mengakui keharuman nama bersangkutan (la fama di santitá). Mereka tidak takut mati demi membela imannya akan Kristus (la fama di martirio). Santo atau santa menjadi saluran mukjizat Allah kepada umat yang berserah dalam kehendak-Nya. Semua persyaratan ini dimiliki Antonius Padua. Oleh karena itu, Paus Gregorius IX memaklumkan Antonius Padua sebagai santo hanya dalam kurun waktu setahun setelah ia meninggal. Proses kanonisasi ini termasuk sangat cepat pada zaman itu.

Salah satu warisan berharga Gereja Katolik adalah kesetiaan memelihara kearifan iman dari orang-orang yang memiliki iman mendalam selama hidupnya. Gereja mengenang mereka sebagai teladan iman. Rakyat Padova membangun basilika ini untuk mengenang Santo Antonius, seorang imam dari Ordo Fratrum Minorum (Ordo Saudara-saudara Dina). Basilika Santo Antonius merupakan bukti bahwa keteladanan hidupnya terus dikenang turun-temurun.

Berada di Padova, daerah sebelah utara Italia, saya teringat pepatah Nias. Terutama karena saya kagum melihat bangunan basilika dan merefleksikan ulang kisah hidup Santo Antonius. Pepatah Nias itu, yakni: “Alölö nafo na no munganga, ahori gö na no mu’a, awai zi lö mondröi zi lö taya, ha taroma li sifagöna ba amuata sibaga (habislah sirih dikunyah, habislah makanan disantap, itulah yang tak pernah hilang, kata-kata yang benar dan perbuatan bijaksana).

Melalui pepatah Nias tersebut, nenek moyang orang Nias menasihati kita agar menghidupi prinsip memelihara kebaikan dan menyebarkan kebenaran. Prinsip kearifan lokal ini ternyata merupakan kearifan universal. Rakyat Padova pun melakukannya. Sikap heroik dan kesucian hidup Santo Antonius tak lekang ditelan zaman.  Ia terus diingat. Tentu saja kita setuju bahwa bahasa kebenaran menjadi tonggak pemersatu umat manusia. Sementara iri hati dan fitnah berakibat fatal memperkokoh permusuhan antarmanusia.

Baca juga:  Kapal Pesiar Caledonian Sky Singgah di Telukdalam, Perajin Senang

Santo Antonius sangat terdidik dan ahli Kitab Suci. Oleh karena itu, Paus Pius XII memberi gelar kehormatan kepada Antonius sebagai Doktor Kitab Suci atau Doktor Evangelis. Walaupun ia hebat dan terdidik, tetapi tak menganggap dirinya lebih pintar daripada yang lain. Dalam kesederhanaan hidup, ia menghasilkan karya besar. Ia telah mempertobatkan banyak orang Sicilia, Italia, Perancis dan Portugal.

Ketika di Seminari Menengah Sibolga, Santo Antonius menjadi salah satu santo favorit saya. Kisah hidupnya pun saya baca dan renungkan. Akan tetapi, jika saat itu saya hanya membaca kisahnya dalam buku, kini saya bisa melihat langsung basilikanya di Padova, Italia (Sabtu, 9/7/2016). Bangunan Basilika Santo Antonius sangat indah. Bagian dalam Basilika ini dipenuhi lukisan dan ukiran. Banyak pengunjung, termasuk saya, sangat betah untuk berdoa di dalamnya. Begitu teduh. Terasa ada nuansa surgawi, kita merasa sedang berada di alam penuh kedamaian.

Santo Antonius pantas dikenang sepanjang masa. Sebab Santo Antonius terbilang gemilang dalam iman dalam usia sangat muda. Oleh karena kesalehan hidupnya membuat banyak orang termasuk anak-anak jalanan sangat sedih ketika dia wafat dalam umur 35 tahun. Ia lahir di Lisbon, Portugal tahun 1195 dan wafat di Biara Poor Clare di Arcella, Padova 13 Juni 1231. Sesaat setelah ia meninggal, sejumlah umat dan anak jalanan turun ke jalan raya dan berteriak: Santo Antonius! Mereka sedih atas kepergian guru iman mereka. Mereka bersyukur juga bahwa bertemu Antonius, pribadi yang punya integritas, pribadi yang merangkul siapa pun. Pribadi yang menjadi harapan bagi kaum miskin.

Lilin Kesalehan

Saat melihat Basilika Santo Antonius, saya berkata dalam hati: rakyat Padova berusaha menyebarkan kebenaran Santo Antonius. Kesalehan dan kebijaksanaan hidup Santo Antonius mereka kenang. Mereka kisahkan turun-temurun, ibarat lilin yang tetap mereka nyalakan siang dan malam. Bahkan, Santo Antonius mereka jadikan sebagai Santo pelindung Kota Padua. Itu sebabnya nama lengkapnya adalah Santo Antonius Padua. Gereja Katolik di seluruh dunia merayakan Pesta Santo Antonius pada 13 Juni yang merupakan tanggal wafatnya. Sebagai penghormatan terhadap Santo Antonius maka tanggal 13 Juni menjadi hari libur di seluruh Provinsi Padua.

Kisah heroik dan kedalaman iman Santo Antonius ditulis di berbagai buku dan dilukis di lempengan tembok basilikanya agar tak mudah terhapus. Siapa pun bisa baca dan lihat, baik melalui tulisan maupun melalui ikonografi.

Dalam tradisi kuno, Santo Antonius dipercaya sebagai santo pelindung barang-barang yang hilang. Jika barang kita hilang, melalui doa bisa kita mohon bantuannya agar ia berdoa kepada Allah untuk menemukan barang yang hilang. Konon, ketika buku Mazmur Santo Antonius hilang, ia berdoa kepada Allah agar pencuri buku itu mengembalikannya. Doanya dikabulkan Allah. Tidak lama kemudian pencuri mengembalikan buku Mazmur itu. Santo Antonius memaafkan pencuri itu dengan tulus. Kisah inilah yang menjadi alasan gereja menjuluki Antonius sebagai pelindung barang-barang yang hilang.

Selain itu, santo Antonius terkenal sebagai pengkhotbah andal. Apa yang ia khotbahkan tampak dalam tindakannya. Kesalehan hidup Santo Antonius menjadi pengajaran nyata. Bukan sekadar teori yang rumit. Apa yang ia katakan, ia lakukan dalam hidupnya. Tak ada kepura-puraan!

Alun-alun atau Piazza Garibaldi Padova dipenuhi sepeda yang merupakan alat transportasi kebanyakan masyarakat Padova (6/7/2016). —Foto: P. Postinus Gulö, OSC.
Alun-alun atau Piazza Garibaldi Padova dipenuhi sepeda yang merupakan alat transportasi kebanyakan masyarakat Padova (6/7/2016). —Foto: P. Postinus Gulö, OSC.

Saudara terkasih, mari belajar dari rakyat Padova menyebarkan kebenaran dan memelihara kebijaksanaan. Tulislah semua hal baik, benar dan bijak dalam ‘batu’ hati Anda agar tak mudah terhapus oleh ‘banjir’ iri hati dan ‘ombak’ kebencian. Bangunlah ‘basilika” iman dalam hidup Anda.

Sebagai orang beriman kita mesti lurus bertindak dan bijak berkata-kata. Belalah kebenaran, semaikan kebaikan dan peliharalah kebijaksanaan. Seperti pepatah Nias, “sagabila sagakaiwö halö ba tunu ba galitö, sisökhi föfö’ö, satulö öböbö, sitobali sulu bawofanö” (bakarlah yang tidak benar dan tidak baik, peliharalah hal yang baik, dukunglah yang benar, jadikanlah itu obor penunjuk jalan).

RELATED ARTICLES

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments