Home Sudut Pandang Opini Digembleng Itu Sakit, tetapi Hasilnya Juara!

Digembleng Itu Sakit, tetapi Hasilnya Juara!

0
Digembleng Itu Sakit, tetapi Hasilnya Juara!
Ilustrasi latihan fisik — Gambar oleh © Robert Benson/Aurora Photos/Corbis

Oleh Fikar Gea

    Mengapa banyak anak-anak remaja saat ini mudah sekali mengeluh dan cenderung tidak kuat menghadapi tantangan hidup? Penyebabnya adalah karena kurang disiplin yang berakibat pada karakter yang lemah dan tidak ada keteguhan hati. Dalam hal yang sifatnya sangat mendasar, seperti pendidikan sebagai gerbang untuk menggapai masa depan yang lebih baik, kadangkala dengan sangat berat untuk bisa menyelesaikannya sampai akhir karena kurang disiplin. Kalaupun dapat diselesaikan, dengan hasil yang pas-pasan.

    Pada akhir Juni 2015, saya berkesempatan untuk pulang kampung. Kali ini saya diajak Papa ke kebun kakao tidak jauh dari rumah sekitar 15 menit perjalanan naik sepeda motor. Tujuannya adalah untuk melihat keadaan kakao yang ada di sana. Karena sudah agak lama tidak diperhatikan rumput-rumput sudah mulai meninggi, ranting-rantingnya makin banyak yang menjulang ke atas dan buahnya sudah tidak sebanyak dulu lagi. Kata Papa ini perlu direncanakan untuk membersihkannya lagi. Memang akhir-akhir ini karena berbagai kesibukan kebun kakao kami lupa untuk diberi perhatian.

    Sambil berkeliling Papa suruh saya untuk mencari kayu bakar untuk dibuatkan api unggun. Dengan penuh semangat saya pun mencari kayu bakar sebanyak-banyaknya karena sudah lama juga tidak buat api unggun seperti itu.

    Karena tujuannya adalah mengumpulkan kayu bakar sebanyak-banyaknya, saya pun sembarangan mengambil kayu bakar yang ada di kebun. Alhasil, saya berhasil mengumpulkan sekitar 2 ikat besar kayu bakar untuk dibuatkan api unggun. Setelah terkumpul semua, Papa pun segera mengeluarkan korek api dan membuatkan api.

    Akan tetapi, apa yang terjadi adalah di luar harapan saya. Papa hanya mengambil sekitar setengah saja dari ikatan kayu bakar pertama dan beberapa batang dari ikatan kedua. Jadi, saya pun komplain; “Pa, kenapa enggak dibakar semua?”. Di luar dugaan saya, Papa menjawab: “Besok-besok kalau cari kayu bakar lihat-lihat kayunya dulu. Kamu cari yang sudah benar-benar kering yang sudah siap untuk dibakar. Kalau yang kamu kumpulkan ini mana bisa dipakai sekarang. Yang beginian mesti ditunggu beberapa hari lagi baru bisa dibakar.”

    Digembleng

    Kalau saya menyimpulkan begini: hanya yang sudah siap itulah yang bisa dipakai. Usia boleh sama masih remaja, tetapi hanyalah yang berprestasi dan berusaha yang akhirnya menjadi juara. Syaratnya adalah bersedia untuk diproses melalui satu proses penggemblengan, dilatih dan dididik supaya berkarakter kuat dan mempunyai keteguhan hati.

    Belajar dari para Juara Olimpiade Fisika Internasional dari Indonesia, misalkan saja Jonathan Pradana Mailoa, juara dunia Olimpiade Fisika Internasional Tahun 2006 di Singapura dan Josephine Monica, peraih emas Olimpiade Fisika Internasional Tahun 2013 di Kazakhstan, merupakan perempuan pelajar pertama dari Indonesia yang berhasil meraih emas. Ternyata, mereka mendapatkan hasil yang sangat gemilang itu tidak segampang membalikkan telapak tangan. Ada harga yang harus dibayar untuk itu.

    Mulai dari hal-hal kecil, yakni bersedia untuk bangun lebih pagi dari remaja-remaja lainnya untuk bisa belajar. Jam tidur siang mereka pun mereka relakan untuk bisa belajar dan melakukan eksperimen-eksperimen fisika dan masih banyak lagi kesenangan-kesenangan yang mereka lewatkan demi mencapai hasil yang lebih dari yang lainnya. Mungkin saja waktu yang semestinya bisa dipakai untuk bermain-main dengan teman-teman mereka harus relakan.

    Di samping itu juga sangat penting untuk tidak membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak berguna. Masa remaja adalah masa di mana waktu begitu berharga. Karena masa depan dirintis hampir sebagian besar pada masa remaja. Waktu tidak dapat disimpan atau ditahan-tahan. Dia akan berjalan dan bergerak dengan ritme yang sudah tetap baik disadari atau tidak disadari.

    Inilah yang disebut disiplin, digembleng sedikit lebih keras dibandingkan dengan anak-anak lain seusia mereka. Penggemblengan bisa saja berasal dari luar (forced discipline) seperti orangtua atau guru atau para pelatih di mana kita sedang dipersiapkan. Forced discipline awalnya sangat sakit karena dia sangat bertentangan dengan habit manusia yang cenderung untuk hidup malas. Namun, jika bisa bertahan, hasilnya akan lebih baik.

    Forced discipline akan lebih efektif lagi jika didukung oleh kedisiplinan yang berasal dari dalam diri sendiri (self discipline). Self discipline dibentuk dari dalam diri secara bertahap dan mampu melawan ketidaknyamanan-ketidaknyaman diri. Dengan demikian, harapan-harapan dari orang-orang terdekat seperti orang tua, guru dan para pelatih melalui forced discipline akan lebih mudah mencapai hasil yang terbaik bila didukung oleh self discipline yang baik pula.

    Menjadi disiplin atau berada dalam sebuah proses penggemblengan kadang tidak mudah karena mayoritas teman-teman yang selalu memperhatikan kita dari luar. Terlalu banyak belajar dan jarang ikut bergaul dengan mereka terkadang akan mendapatkan julukan ‘kurang pergaulan (kuper)’ atau ‘kutu buku’ atau dengan julukan-julukan sinis lainnya. Dan masih banyak lain sindiran-sindiran yang dapat membuat kita menjadi cenderung kurang disiplin.

    Apakah kita memusuhi mereka? Tidak! Ternyata ini adalah salah satu hal yang dipersiapkan kepada para calon juara yaitu bagaimana mereka bisa berpikir lebih terbuka. Mereka dipersiapkan untuk memiliki persepsi-persepsi yang terlatih. Menerima stimulus dari luar tidak dengan ketergesa-gesaan melainkan melalui sebuah tahapan berpikir yang matang yang diolah dengan lebih sistematis sehingga ditangapi dengan positif dan membangun.

    Remaja-remaja Nias, mari, jangan terjebak dalam kenyamanan-kenyamanan diri yang berakibat pada terbuangnya waktu dengan sia-sia. Mari berpikir dengan persepsi para juara, tidak mudah terpengaruh tetapi mengolah stimulus-stimulus yang datang dengan cara berpikir yang terlatih sehingga bisa mengambil sikap yang lebih tepat.

    Penggemblengan yang sedikit lebih keras dari orangtua, guru, atau para pelatih kita jangan langsung membuat semangat menjadi kendur. Andrie Wongso pernah berkata, “Jika kita keras terhadap hidup, maka hidup akan lebih lunak. Tetapi, jika kita lunak terhadap hidup, maka hidup akan menjadi lebih keras’.

    Baca juga:  Berantas Korupsi Mulai dari Desa

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.