Home Featured Inilah Rincian Hukum Adat yang Dibayarkan Yanto

Inilah Rincian Hukum Adat yang Dibayarkan Yanto

6
Inilah Rincian Hukum Adat yang Dibayarkan Yanto
Rincian sanksi adat yang dibebankan kepada Yanto. —Foto: Iman Jaya Lase

GUNUNGSITOLI, KABAR NIAS – Ada 12 penerima ogauta (sanksi adat) yang diserahkan Sugiyanto Kosasi alias Kadali alias Yanto, pelaku dugaan penghinaan terhadap karyawannya, MW, yang dikonversi dalam uang sebesar Rp 22.500.000 dan diserahkan pada prosesi hukum adat yang dilaksanakan di halaman Kantor Wali Kota Gunungsitoli di Jalan Pancasila, Desa Mudik, Kota Gunungsitoli, Senin (19/10/2015). (Baca: Dinilai Menghina Perempuan, Yanto Bayar Sanksi Adat Rp 22,5 Juta)

Dari informasi yang diterima Kabar Nias Sekretaris Lembaga Budaya Nias (LBN) Kota Gunungsitoli Fatisökhi Gea, pembagian ogauta tersebut adalah untuk korban penghinaan, MW, sebesar 1 balaki dikonversi menjadi Rp 5.000.000. Sumange zatua (orangtua korban) 2 x 6 alisi = Rp 3.000.000, talifusö (saudara korban) 2 x 6 alisi = Rp 1.500.000, banua (desa) 1 x 6 alisi = Rp 1.500.000, uwu (paman korban) 1 x 6 alisi = Rp 1.500.000.

Selain itu, fondrara dödö dua (untuk kakek) 1 x 4 alisi = Rp 1.000.000, fondrara dödö nonomatua 1 x 4 alisi = Rp 1.000.000, aya gawe 1 x 4 alisi = Rp 1.000.000, fangombakha ba nono alawe (pemberitahuan kepada perempuan) 1 x 4 alisi = Rp 1.000.000. Lalu möli-möli wehede dana wobanua 1 x 6 alisi = Rp 1.500.000, fanöngöni 1 x 6 alisi Rp 3.000.000 dan unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) 1 x 6 alisi = Rp 1.500.000 yang diterima Wali Kota Gunungsitoli Martinus Lase dan Wakil Bupati Nias Arosökhi Waruwu.

Pada saat tersebut, Yanto juga diwajibkan menyediakan simbi sebanyak 15 buah. Lima dari 15 simbi itu diberikan kepada kelima kepala daerah di Pulau Nias. Satu simbi juga diberikan kepada tokoh pemuda yang diterima oleh wakil dari Pemuda Pancasila. Selebihnya ditujukan kepada keluarga korban dan tokoh adat. Kepala daerah yang tidak hadir diterimakan kepada pegawai di kantor Wali Kota Gunungsitoli.

Denda lain, Yanto diwajibkan memberi makan orang yang hadir pada pertemuan itu. Khusus untuk warga Muslim disediakan nasi kuning beserta daging ayam sebanyak 6 buah. Pantauan Kabar Nias, acara itu dihadiri lebih kurang 500 orang.

Baca juga:  Ketua KONI Sumut Lantik Pengurus KONI Nias Selatan Masa Bakti 2023 - 2027

Penentuan jumlah ogauta ini, menurut LBN Kota Gunungsitoli, berdasarkan putusan bersama keluarga, tokoh masyarakat, LBN Kota Gunungsitoli, Pemerintah Kota Gunungsitoli dan Kabupaten Nias (Baca: Masyarakat Kecam Perbuatan Yanto)

Menurut Ketua LBN Kota Gunungsitoli Benyamin Harefa kepada Kabar Nias, ketentuan sanksi adat ini telah disepakati sejak tahun 1627 di Gunungsitoli oleh rumpun Nias, Tionghoa, Minangkabau, dan Aceh. Namun, pada pemberian hukum adat kepada Yanto telah dikonversi ke jumlah rupiah.

“Beberapa hari yang lalu dan terakhir hari Sabtu (17/10/2015) di Kantor Wali Kota, baik orangtua MW dan keluarga Yanto serta tokoh adat dan pemerintah telah sepakat diberi sanksi adat kepada Yanto yang dikonversi dalam rupiah,” ujar Benyamin.

Saat Kabar Nias menghampiri Yanto seusai pemberian sanksi tersebut, Senin siang, yang bersangkutan tidak banyak bicara dan memilih untuk segera keluar dari kantor wali kota Gunungsitoli. “Maaf, saya terlalu capek, jadi saya ingin segera pulang dan istirahat,” ujar Yanto sambil mengangkat kedua tangannya dan berlalu.

Seperti diketahui, Yanto telah menyampaikan penyesalan dan permintaan maaf terhadap korban MW, keluarga, dan masyarakat yang tersinggung atas perbuatan yang dilakukannya pada Kamis (15/10/2015) siang dan ia berjanji tidak mengulanginya lagi (Baca: Sampaikan Permintaan Maaf, Yanto Tetap Diproses secara Hukum).

Saat acara pemberian sanksi adat itu, hadir juga keluarga besar Yanto. Wakil Bupati Nias Arosökhi Waruwu juga tampak hadir. [knc02w]

6 COMMENTS

  1. sebelumnya saya ucapkan selamat & sukses untuk Lembaga Budaya Nias (LBN) Kota Gunungsitoli Bapak Benyamin Harefa dan Bapak Pdt. FS. Gea telah berhasil meredam amarah Masyarakat Nias yang merasa terganggu atas tindakan sdra. Yanto alias Kadali terhadap MW.

    ini adalah terobosan baru di era modern, masa tergerusnya budaya asli Nias. ini adalah bukti jika kami generasi muda menghargai masa keemasan budaya Nias masa peradaban Ono Niha pada masa lampau. dan harapannya "Ogauta" yang telah di terapkan kepada sdra Yanto dapat diterapkan ke siapapun yang melanggar norma dan aturan adat di Nias.

    Penilaian kesuksesan akan semakin sempurna jika tokoh adat dan terutama pemerintah dapat memberi ruang untuk keberlangsungan kearifan lokal ini dimasa yang akan datang.

    dan yang menjadi pertanyaan saya apakah dari total ogauta yang diterapkan kepada sdra. Yanto, sudah diberlakukan kebijakan/kesepakatan pengurangan hukuman 2/3 dari total hukuman atau belum sama sekali? karena setau saya hal itu ditentukan dalam ogauta.

    karena jika hal ini terjadi kepada orang yang tidak mampu melunasi nominal tersebut bagaimana solusinya?

    terimakasih #saveadatNias

  2. Ternyata musyawarah dan mufakat belum runtuh di tanah kita (nias). Dan juga terbukti dengan adanya kasus ini memperlihatkan bahwa, orang nias masih memelihara teguh sense of belonging yakni rasa memiliki. Harapannya ini bisa terus terjaga, berharap kasus serupa tidak terjadi lagi dan menjadi pelajaran untuk setiap kalangan, sekaligus menyentil saya generasi penerus untuk sadar terhadap adat.

  3. "Jadi harga diri itu dikonversikan dengan uang 5 jt? Karena yang 17.5jt bukan untuk MW tapi buat mereka yang berpartisipasi tokoh adat/tokoh agama dalam kasus ini. Lebih baik hidup jujur daripada mencuri sehingga harga dirimu tidak terkonversikan dengan rupiah dan memancing tindakan anarkis." Komentar teman fb terhadap sanksi yang diberikan pada kasus MW.

    Komentar saya:
    Terlalu menyedihkan penggunaan kalimat simpulan "harga diri itu dikonversikan dengan uang 5jt?" tidaklah serta merta seperti itu. Alangkah bijaknya tidak melihat kulit luar dari pemberian sanksi ini, seharusnya melihat lebih dalam lagi sampai kepada makna yang ingin disampaikan dari sanksi tsb. Yakni bahwa perempuan harus dilindungi apalagi martabatnya.
    Pernah terpikir apa yang akan di alami MW setelah kejadian ini? Jodoh misalnya? anak-anaknya?
    Jika betul MW mencuri seharusnya dibuat juga pemberitaan hal apa yang melatarbelakangi tindakan tsb. Tidak tertutup kemungkinan untuk memanusiakan manusia.
    Seolah-olah dari statement ini ("harga diri itu dikonversikan dengan uang 5jt?") menyatakan untuk menyelesaikan masalah tidak secara adat.

    SAATNYA MENGHARGAI ADAT DAN BUDAYA NIAS
    Apa jadinya bila ada kejadian pemerkosaan, pencabulan, pelecehan seksual dan kekerasan fisik lainnya terhadap perempuan dan diselesaikan secara adat.
    Wajarkah berucap ("harga diri itu dikonversikan dengan uang 5jt?")

  4. Kita harapkan hal ini,di jaga terus(persatuan dan harga diri perempuan)..serta hukuman seperti ini jangan berhenti dileher si yanto saja…tapi harus di gantungkan juga dileher laki-laki lain,,yang merendahkan perempuan,,seperti memukul istrinya,selingkuh,,,,atau memperbudak perempuan….hidupppp adat…NIAS……

  5. Jika pembaca bertanya, mengapa Yanto mau menyelesaikan kasusnya secara adat?

    Bila kasusnya diselesaikan dalam ranah hukum formal seperti kepolisian dan kejaksaan (pengadilan) maka kerugian materil bisa lebih dari sanksi adat yang diterimanya saat ini. Seperti, meluangkan banyak waktu kepada para penyidik (polisi dan jaksa), dipanggil beberapa kali, menyewa pengacara. Bisa saja putusan pengadilan dikeluarkan setelah berbulan-bulan, belum lagi naik banding dan sejenisnya.

    Seandainya dalam perkara pengadilan ia Menang, itu tidak akan menyurutkan emosi masyarakat yang mendukung MW. Dan bila ia Kalah dalam persidangan, bisa saja ia di dikurung / bui (penjara) untuk beberapa bulan ataupun tahunan.

    Maka bijaknya Yanto ialah menerima sanksi adat. Karena dalam sanksi adat tidak diberlakukan hukuman kurungan atau dipenjara. Sekaligus Yanto mengerti bahwa ketika ia diadili secara adat, yang ia peroleh:
    (1) Emosi masyarakat teredam atas dirinya, menyembuhkan luka-luka yang sudah ada.
    (2) Tidak dikurung / penjara / bui
    (3) Mempersingkat waktu penyelesaian kasus
    (4) Meminimalisir kerugian materi
    (5) Ia pun tahu, dalam kasus ini bila diselesaikan secara adat. Maka tidak sampai dijatuhkan hukuman mati (pemenggalan kepala) serta pemotongan tangan ataupun lidah terhadap dirinya.

    HEBATNYA ADAT
    Ialah melindungi masing-masing kepentingan yang terpaut di dalamnya:
    1. MW diuntungkan, mendapat kompensasi
    2. Yanto diuntungkan, seperti yang dijelaskan diatas
    3. Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, dan Tokoh Agama juga diuntungkan, yakni menunjukkan eksistensi dari masing-masing mereka.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.