Home Featured Daya Tarik Kemeja Putih bagi Para Kontestan Pilkada

Daya Tarik Kemeja Putih bagi Para Kontestan Pilkada

0
Daya Tarik Kemeja Putih bagi Para Kontestan Pilkada

Coba perhatikan, pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah di kepulauan Nias, sejauh ini, yang mendaftarkan diri ke KPU hampir semua mengenakan baju berwarna putih. Sedemikian besarkah daya tarik kemeja putih itu sehingga para calon seperti “janjian” mengenakannya? Benarkan warna putih ini membawa keberkahan?

Pasangan AINE di Nias Barat mengenakan kemeja putih lengan panjang. Kaki kemeja pun dimasukkan dan terlihat elegan paduan dasi. Kesan rapi terlihat. Pasangan LASO di Gunungsitoli juga demikian. Mereka mengenakan kemeja putih lengan panjang tanpa emblem berupa pin macam-macam.

Tampilan berbeda sedikit diperlihatkan oleh pasangan IDE-SIGA di Nias Selatan. Tetap mengenakan kemeja putih lengan panjang, tetapi diberi strip dengan tiga warna pelambang warna partai pendukung di kerah, di ujung lengan, dan di bagian depan kiri, mulai dari bahu sampai ke bawah. Kaki baju dibiarkan di luar.

Pasangan SARO di Kabupaten Nias tak kalah, baju putih dengan lengan panjang terasa elegan mengenakan dasi. Lagi-lagi baju putih.

Bagaimana dengan calon yang lain. Beberapa bocoran dari para simpatisan, disebutkan pasangan Hilarius Duha-Sozanolo Ndruru (HD-Sanolo) di Nias Selatan juga akan mengenakan “seragam” warna putih ketika akan mendaftar di KPU. Begitu juga dengan pasangan di Nias Utara, dengar-dengar mereka juga mengenakan kemeja putih.

***

Dalam ilmu komunikasi, kita mengenal apa yang disebut semiotika, yang merupakan sekumpulan teori tentang tanda-tanda yang merepresentasikan benda, ide, situasi, keadaan, dan kondisi di luar tanda-tanda itu sendiri ((Leeds-Hurwitz, W. (2009). Semiotics and semiology. In S. Littlejohn, & K. Foss (Eds.), Encyclopedia of communication theory. (pp. 875-877). Thousand Oaks, CA: SAGE Publications, Inc.)).

Semiotika dimaksudkan untuk mengetahui makna-makna yang terkandung dalam sebuah tanda (pemakaian baju putih) atau menafsirkan makna dari pemakaian baju putih tersebut sehingga diketahui bagaimana si pemberi pesan (para calon kepala daerah-calon wakil kepala daerah) mengonstruksi pesan yang hendak disampaikan itu.

photo_2015-07-28_00-00-24Bisa dikatakan, calon-calon ini ibarat sedang berjualan kecap nomor 1. Dengan demikian mereka dipastikan selalu berusaha akan memberikan pesan-pesan yang positif, baik, serta berkesan kepada para calon pemilih mereka.

Lalu, pertanyaan kita, apakah dengan baju putih akan membantu mereka mendapatkan simpatik? Lewat semiotika kita bisa memaknai tanda awal dari para kontestan ini. Mereka tentu tahu betul bahwa warna putih itu adalah warna pelambang suci, bersih.

Mengenakan baju putih, para calon tengah menyampaikan pesan yang bisa diartikan secara sederhana oleh umum. Mereka memberi kesan bahwa mereka tulus untuk maju menjadi calon pemimpin. Mereka bersih dan suci, tak bernoda. Pesan itu pun kita tangkap lewat kemeja yang mereka pakai. Ya, mereka putih. Mereka bersih.

Baca juga:  Faduhusi Daely: Kami Siap Buktikan Janji-janji Kami

Ketika para calon ini mengenakan pakaian selain putih, komunikan atau penerima pesan (rakyat biasa) akan tentu bertanya, kenapa pakai baju hitam? Mengapa pakai baju kotak-kotak? Diperlukan upaya ekstra untuk menjelaskan lagi kepada khalayak. Sehingga daripada mengundang pertanyaan itu, para calon ini pun “ramai-ramai” mengenakan baju putih. Lagi-lagi ini urusan pencitraan demi jualan kecap nomor 1.

Persepsi umum tentang warna putih ini coba dimanfaatkan oleh para kandidat bahwa mereka ini bersih bahkan bisa dibilang suci, seperti citra yang dihasilkan warna putih tersebut.

Presiden kita, Joko Widodo, telah membuktikan bahwa mengenakan baju putih memang memberikan kesan kesederhanaan, kejujuran, dan ketulusan. Sebagian orang menganggap bahwa pencitraan itu berhasil karena didukung dengan pembuktian kinerja. Meskipun masih saja ada yang belum puas. Pribadi Jokowi itu bersesuain dengan makna baju putih yang dikenakannya.

***

Namun, bagi kita, setiap calon meskipun menggunakan baju putih, tetapi iklan yang sebenarnya adalah pribadi sang calon itu sendiri. Masyarakat pemilih tentu memiliki daya ingat yang panjang dan tajam. Ingatan khalayak terhadap masa lalu seseorang tidak begitu saja tersubtitusi dengan daya tarik baju putih yang dikenakan oleh sang calon. Bagaimana latar belakang sang calon di mata para pemilihnya, rekam jejaknya, tentu akan sangat menentukan hasil pada 9 Desember mendatang.

Penulis percaya bahwa penggunaan baju putih ini sudah disadari betul oleh para kandidat, yakni belumlah menjamin mereka bisa memberi kesan baik. Perjalanan masih panjang, jauh, dan terjal. Harapan kita, baju putih yang mereka kenakan semoga bisa memacu mereka dan mengingatkan mereka untuk punya niat dan tujuan baik sehingga memutuskan maju pada Pilkada Serentak ini.

Ingat, masyarakat tak lagi mau dibodoh-bodohi. Kami sudah cukup pintar. Begitu kira-kira yang ada di setiap benak masyarakat. Ketika uang yang calon punya dijadikan senjata, niscaya, pasangan calon yang bersangkutan tetap terjerembap dalam kubangan korupsi meskipun mengenakan baju putih seputih salju.

Namun, biarpun Anda-Anda mengenakan baju merah semerah kirmizi, atau compang-camping sekalipun, jika memiliki niat dan hati serta melaksanakan program yang mengangkat rakyat, meningkatkan kesejahteraan rakyat, bukan malah menyengsarakan, dengan menjadikan uang sebagai senjata. Jika begitu, Andalah juara dan jadi idola siapa pun.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.