Home Featured Mentalitas Koruptif Hambat Pembangunan Nias

Mentalitas Koruptif Hambat Pembangunan Nias

0
Mentalitas Koruptif Hambat Pembangunan Nias

Oleh Postinus Gulö

Kepulauan Nias daerah tertinggal. Infrastruktur jalan jauh dari memadai. Sarana pendidikan dan kesehatan tak bisa diandalkan. Hampir semua pelayanan kepada masyarakat masih butuh pembenahan total.

Presiden Joko Widodo ingin sekali mempercepat pembangunan di Nias. Maka dari 122 daerah tertinggal, 4 kabupaten di Kepulauan Nias termasuk di dalamnya: Kabupaten Nias, Nias Selatan, Nias Barat, dan Nias Utara. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal 2015-2019.

Sudah seharusnya, para kepala daerah dari 4 kabupaten ini perlu berjuang maksimal “menjemput” bola berkoordinasi selalu ke menteri terkait agar percepatan pembangunan terealisasi dengan baik.

Hambatan Pembangunan Nias

Pertengahan bulan September 2017, kandindat doktoral pendidikan di UPI Bandung, Marinus Waruwu, mengundang saya bergabung dalam grup WhatsApp “Orahua Tötönafö” (OTT). Peserta grup OTT ini adalah mantan bupati, anggota DPRD, akademisi/dosen, aktivis organisasi, dan penggiat jurnalisme.

Di sela-sela kesibukan studi di Roma, saya kadang-kadang membaca pembicaraan hangat dari anggota grup. Salah satu yang hangat dibahas adalah kurangnya sumber daya manusia Nias. Ada banyak anggota grup meminta agar putra-putri Nias yang telah berpendidikan dan berhasil di perantauan untuk kembali ke Nias dan membangun Nias.

Ajakan itu ada benarnya. Bahkan, mesti menjadi prioritas kita semua. Akan tetapi, juga mesti kita refleksikan kenyataan. Tidak sedikit putra-putri Nias yang akhirnya memilih kembali ke Nias. Tak terbantahkan bahwa banyak yang tulus mengabdi. Tak sedikit pula yang justru masih memelihara egoisme dan kepentingan pribadi.

Berbagai kasus korupsi di Nias, pelakunya adalah oknum-oknum yang berpendidikan tinggi. Di antaranya, ada yang lama hidup di perantauan dan berhasil di sana.

Beberapa anggota DPR(D) dari Kepulauan Nias adalah mereka yang mengenyam pendidikan tinggi di daerah perantauan. Dari segi SDM, mereka ini mumpuni. Tentu saja ada yang punya hati tulus membangun Nias. Namun, tak sedikit di antara mereka yang tak tulus mengabdi. Berbagai intrik politik kotor dimainkan oleh oknum-oknum tertentu. Barangkali mereka punya prinsip: ada kesempatan, sikat!

Baca juga:  Filosofi dalam Peribahasa "Bila-bila Gafi Manu"

Dalam Pilkada serentak 9 Desember 2015, banyak putra-putri Nias yang kembali ke pulau kita tercinta, Pulau Nias. Mereka ikut tim kampanye calon tertentu. Rata-rata mereka ini berpendidikan tinggi dan sudah berhasil di perantauan. Apa yang terjadi setelah jagoan mereka memenangi pilkada? Di antara mereka ada oknum yang terlibat main proyek yang sumber dananya dari APBD.

Tidak masalah jika mereka ini punya integritas. Tidak masalah jika mereka ini mengerjakan proyek pembangunan yang berkualitas. Kenyataannya, ada oknum tertentu mengerjakan proyek pembangunan asal jadi, bahkan kadang tak tuntas. Uang proyek lebih banyak menguntungkan dirinya, daripada membangun Nias. Oknum-oknum ini ternyata kembali ke Pulau Nias untuk memperebutkan “kue” proyek. Niat mereka tak tulus, malah busuk.

Dari kenyataan ini, salah satu masalah besar dalam SDM kita adalah mentalitas koruptif. Mentalitas semacam inilah yang menjadi salah satu penghambat pembangunan Kepulauan Nias. Jika ini tidak disadari dan tidak berubah, Kepulauan Nias tetap menjadi daerah tertinggal!

Tawaran Solusi

Beberapa tahun terakhir saya sering mendengarkan bahwa ada beberapa organisasi masyarakat Nias di perantauan (diaspora). Sangat baik jika organisasi ini melakukan advokasi dan pemberdayaan kepada para anggotanya agar sungguh menjauhi mentalitas koruptif. Dengan demikian, saat mereka kembali ke Nias, mereka ini sungguh membangun kampung halamannya.

Para kepala dan wakil kepala daerah di Kepulauan Nias perlu memberdayakan diri sendiri dan barulah para pegawainya agar sama-sama punya integritas dan karakter mumpuni. Pakailah prinsip: sapu bersih pasti bisa menyapu lantai menjadi bersih. Oleh karena itu, bersihkanlah terlebih dahulu sapu kotor sebelum digunakan untuk menyapu lantai. Sebab mustahillah sapu kotor membersihkan lantai kotor!

Putra-putri Nias diaspora punya referensi perbandingan melihat daerah kita. Pengalaman baik di daerah rantau mestinya menjadi kekuatan membangun Nias jauh dari ketertinggalan. Pendidikan tinggi yang telah didapat mestinya digunakan untuk kebaikan terhadap sesama, tidak hanya untuk diri sendiri. Kembalilah ke Pulau Nias untuk membangunnya, jangan merusaknya dengan mentalitas koruptif!

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.