Oleh Postinus Gulö, OSC
Di Roma dan di beberapa negara Eropa yang kuat tradisi kekristenan, umumnya saat Natal, setiap keluarga berkumpul untuk secara bersama-sama merangkai dan mempercantik pohon Natal di dalam dan luar rumah. Mereka juga saling membagikan kado Natal. Mereka yang hidup dalam sebuah organisasi atau komunitas. Mereka pun saling berbagi kado Natal antarsejawat. Ternyata, kebiasaan berbagi kado Natal ini lamban laun menyebar ke seluruh penjuru dunia. Bahkan, di Nias pun sudah mulai ada kebiasaan saling berbagi kado Natal. Melalui kado Natal itu hendak diungkapkan bahwa Natal adalah perayaan sukacita yang penuh kedamaian.
Natal Seusai Pilkada
Tahun 2015 ini kita merayakan Natal sesudah berlangsung pemilihan serentak kepala dan wakil kepala daerah (pilkada) pada 9 Desember silam. Selama kampanye hingga beberapa hari setelah pilkada suasana politik bersitegang di antara pasangan calon dan pendukung. Saya amati bahwa di Kepulauan Nias ternyata ada banyak politisi dan para pendukungnya yang berjuang keras mempromosikan politik yang santun, politik yang jujur, politik yang berintegritas dengan menolak politik uang.
Akan tetapi, tidak sedikit pula di antara politisi, pasangn calon, dan para pendukungnya agresif melakukan cara-cara politik kotor, saling hujat, dan penuh fitnah. Identitas keagamaan menjadi luntur. Panggilan menjadi saksi kebenaran terabaikan.
Kita merayakan Natal dalam situasi politik semacam ini. Melihat dinamika politik yang cenderung kotor ini, saya teringat sikap Raja Herodes. Herodes merupakan simbol sikap dan tindakan yang penuh kebencian. Herodes bukan menyambut Sang Juru Selamat, ia malah hendak menyudahiNya dan bahkan berusaha membunuh-Nya. Bagi Herodes, Yesus yang telah dinubuatkan kelahiran-Nya itu menjadi saingan yang harus dibasmi. Tendensi sikap Herodes semacam itu dimiliki oleh mereka yang menempuh cara-cara politik penuh kebencian pada masa Pilkada 9 Desember 2015.
Dalam situasi politik sesuai pilkada semacam ini, pantas kita bertanya: apakah mungkin mereka yang berbeda politik saling berbagi kado Natal? Saya membayangkan kira-kira apa yang terjadi jika mereka yang sama-sama terlibat saling hujat selama Pilkada lalu duduk bersama-sama merayakan Natal di dalam sebuah gereja? Apakah mereka bertegur sapa saling mengucapkan selamat hari Natal? Atau mereka masih saling menaruh kebencian? Pertanyaan lain yang sangat penting adalah apa kado Natal para bupati/wakil bupati atau wali kota/wakil wali kota terpilih untuk rakyatnya?
Perayaan Natal sesungguhnya perayaan iman, sukacita, dan kebenaran serta kedamaian. Sebab yang kita rayakan dalam Natal adalah Yesus yang telah menjadi daging dan tinggal bersama kita manusia (Yoh 1: 14). Yesus yang lahir itu adalah jalan, kebenaran dan hidup (Yoh 14: 6). Yesus lahir dan datang ke dunia mau menunjukkan bahwa Allah berinisiatif menjadi manusia agar manusia bersama Allah. Perayaan Natal baru bermakna jika perayaan itu menghantar kita untuk bertobat dan membiarkan hidup kita menjadi lepas dari kuasa dosa. Kita datang menyambut Allah yang mendatangi kita.
Perayaan Natal seusai pilkada menjadi istimewa jika Ono Niha masih tetap berbagai kado Natal. Tindakan saling berbagi sukacita dan saling memaafkan adalah “kado” Natal istimewa seusai pilkada. Oleh karena itu, mereka yang saling menghujat selama pilkada dipanggil kembali membangun komitmen agar tetap terpelihara kebersamaan dalam kesatuan hati dan perjuangan membangun Nias.
Dalam masa Natal ini, ada baiknya kita mewujukan pesan bersama PGI-KWI yang diberi tema: “Hidup Bersama sebagai Keluarga Allah.” Di dalam pesan Natal bersama itu, PGI-KWI menegaskan bahwa peristiwa Natal mengingatkan kita untuk hidup sebagai keluarga Allah, yang dituntun oleh pelangi kasih-Nya yang meneguhkan iman dan menguatkan harapan. Hidup bersama sebagai keluarga Allah mengandung pesan utama bahwa kita adalah satu keluarga. Sebagai anggota keluarga, kita masing-masing mempunyai tanggung jawab untuk menjadikan hidup bersama di bumi ini semakin baik.
Pesan Natal bersama itu sangat jelas. Merayakan Natal berarti terlibat aktif untuk menjadikan hidup bersama semakin baik. Sekat-sekat permusuhan harus segera diakhiri. Mereka yang membela kebohongan agar pasangan calon yang ia dukung menang dalam pilkada, dipanggil untuk membangun kembali komitmen sebagai pembela dan saksi kebenaran.
Pemimpin Terpilih: Kado Natal untuk Ono Niha?
Dalam Pilkada lalu itu, hanya atu petahana yang tetap dipercaya memimpin daerahnya, yakni Sökhi’atulö Laoli-Arosökhi Waruwu (Nias). Sementara empat kepala/wakil kepala daerah lainnya adalah sosok baru. Di Nias Selatan terpilih Hilarius Duha-Sozanolo Ndruru, di Nias Barat terpilih Faduhusi Daeli-Khenoki Waruwu, di Nias Utara terpilih Ingati Nazara-Haogösökhi Hulu, dan di Kota Gunungsitoli terpilih Lakhömizaro Zebua-Sowa’a Laoli.
Perayaan Natal di Kepulauan Nias menjadi sangat istimewa jika pemimpin yang terpilih dalam Pilkada 9 Desember 2015 lalu sungguh-sungguh menjadi “kado” Natal untuk rakyat Nias. Para pemimpin terpilih itu menjadi “kado” Natal untuk rakyat Nias jika mereka melakukan hal-hal berikut.
Pertama, pemimpin yang dekat dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat Nias. Seperti kita ketahui bersama, Presiden Jokowi menetapkan empat Kabupaten di Kepulauan Nias menjadi daerah tertinggal yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 131/2015. Keempat Kabupaten itu (Nias, Nias Selatan, Nias Utara dan Nias Barat), sangat lemah dalam beberapa bidang, antara lain: sumber daya manusia (SDM), sarana dan prasarana (pendidikan, infrastruktur jalan, pelayanan kesehatan), dan perekonomian masyarakat. Bidang-bidang yang masih “lemah” ini menjadi kebutuhan mendesak masyarakat Nias.
Kedua, pemimpin terpilih tidak lupa janji politiknya. Komitmen untuk mewujudkan janji politik ini menjadi kado Natal spesial untuk rakyat Nias. Para pendukung pasangan calon dan kita semua harus terus-menerus mengingatkan pemimpin terpilih ini agar mewujudkan janji politik mereka. Kita jangan takut menyuarakan kebenaran dan mengkritik mereka yang melupakan janjinya.
Ketiga, pemimpin terpilih tidak justru memupuk sikap hedonis, harus menjauhi KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Pemimpin terpilih diharapkan sungguh pembawa perubahan dalam tindakan nyata, bukan hanya dalam kampanye manis agar rakyat memilihnya. Dari tangan-tangan pemimpin terpilih ini, kita ingin melihat pemerintahan yang transparan, tertata baik dan bersih (good and clean governance) terjadi di Nias.
Keempat, para pemimpin terpilih berjuang keras meningkatkan perekonomian masyarakat dengan mencari cara agar para penganggur bisa bekerja. Salah satu yang bisa diwujudkan adalah pemberdayaan di bidang home industry dan pemberdayaan para petani. Pemimpin baru mesti berjuang agar ada investor mau datang ke Nias. Investor itu pun harus yang peduli pada kelestarian budaya dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan.
Kita masyarakat Nias, mari mengontrol kinerja pemimpin terpilih ini agar mereka sungguh-sungguh menjadi “kado” Natal untuk kita. Perbedaan selama Pilkada berlangsung mari kita akhiri. Kini saatnya bersama-sama membangun Nias tercinta. Jika hal ini kita wujudkan, kita telah berbagi kado Natal yang sesungguhnya.