Oleh Apolonius Lase
Kita menunggu putusan Mahkamah Konsitusi yang akan mengadili sengketa yang dilaporkan oleh empat pasangan dari empat daerah di Pulau Nias, yakni pasangan Edward Zega-Yostinus Hulu dari Nias Utara, Martinus Lase-Kemurnian Zebua dari Gunungsitoli, Faigi’asa Bawamenewi-Bezatulö Gulö dari Kabupaten Nias, dan pasangan Idealisman Dachi-Si’otaraizokhö Gaho dari Nias Selatan. Pasangan Adrianus Aroziduhu Gulö-Oneyus Halawa dari Nias Barat memilih tidak membawa hasil Pilkada yang ditetapkan KPU ke Mahkamah Konsitusi.
Jika putusan MK tidak mengubah putusan KPU, Pulau Nias kecuali Kabupaten Nias memiliki empat pemimpin daerah baru yang sukses mengalahkan petahana. Kita menyambut baik kedatangan pemimpin hasil Pilkada 2015. Terkait ini, Kabar Nias akan menurunkan sejumlah tulisan dengan tema besar “Membangun Nias Raya”. Sejumlah tulisan akan disajikan dengan topik pembahasan khusus pada salah satu daerah tertentu. Diharapkan tulisan-tulisan ini akan menjadi masukan kepada para kepala daerah terpilih.
Masa lima tahun dari hasil pilkada sebelumnya bisa menjadi acuan dan bahan evaluasi untuk pemerintahan daerah di kepulauan Nias. Sebuah konsep membangun Nias Raya (Nias Greater) harus diterapkan dan menjadi komitmen pemerintahan daerah di Pulau Nias periode 2016-2021 dan seterusnya.
Pola otonomi kita akui telah “memaksa” para pemerintahan daerah selama ini berpikir dan jalan sendiri-sendiri. Berpikir egoistik dalam melaksanakan pembangunan cukup kental. Ini kita saksikan secara kasat mata. Akibatnya, apa yang didapatkan oleh masyarakat yang ada di Pulau Nias pun, ya, jauh dari memadai.
Pulau Nias yang diakui masyarakat luas sebagai tempat wisata budaya dan alam tidak tertata dengan baik. Bahkan, wisatawan belum sepenuhnya bisa menikmati semua panorama indah Pulau Nias itu. Sebab, tak ada penanganan yang serius. Wisatawan yang datang ke Telukdalam, misalnya, belum punya alasan kuat untuk melewatkan waktunya ke Kota Gunungsitoli, ke Nias Utara, ke Nias Barat karena belum adanya tempat pariwisata yang didesain sedemikian rupa sehingga bisa menarik dan memuaskan wisatawan yang datang.
Visi-misi kelima kepala daerah terpilih di Pulau Nias pada dasarnya semuanya baik. Masyarakat tentu menunggu pelaksanaan visi-misi itu menjadi sebuah kenyataan. Dalam situasi ekonomi yang susah seperti saat ini, masyarakat membutuhkan realisasi dari janji para kepala daerahnya untuk perbaikan sektor ekonomi ini. Harga karet yang sudah jatuh terlalu dalam telah membawa masyarakat Nias ke titik terbawah dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga mereka.
Harga komoditas karet ini memang tidak mudah untuk diintervensi oleh pemerintah daerah karena bergantung pada harga karet dunia. Itu makanya Pemerintah Indonesia kini sedang memikirkan cara untuk memanfaatkan sendiri produk karet lokal ini sehingga tidak perlu diekspor ke luar. Dengan begitu harga tidak lagi bergantung pada harga global.
Salah satu cara yang mungkin bisa dicoba diterapkan oleh pemerintah daerah di Pulau Nias, yakni menyediakan dana talangan untuk membeli karet masyarakat dengan harga yang layak. Hal ini sedang diujicobakan oleh Pemerintah Kepulauan Riau yang dikenal sebagai sentra penghasil karet dengan membeli karet petani seharga Rp 10.000 per kilogram. Jika pemerintah daerah di Nias bisa melakukan ini, bisa dipastikan masyarakat penghasil karet akan sangat senang. Kesejahteraan warga miskin bisa terdongkrak.
Penyediaan infrastruktur jalan dan jembatan yang berkualitas adalah prioritas dalam melanjutkan pembangunan di Pulau Nias. Boleh saja bermimpi menjadikan Pulau Nias sebagai daerah tujuan wisata. Namun, tanpa pembangunan infrastruktur yang bagus, angan-angan itu akan hanya menjadi mimpi belaka.
Mungkin Tuhan memang sedang tersenyum saat menciptakan Pulau Nias. Hamparan pantai yang indah, berbagai potensi budaya, tradisi, serta masyarakatnya yang ramah-ramah, siga-siga, dan baga-baga menjadikan pariwisata sebagai unggulan utama pulau ini. Namun, sayangnya, potensi itu tidak dikelola dengan baik.
Namun, sekali lagi, para kepala daerah ini harus memaksimalkan forum komunikasi yang ada, seperti Forum Kepala Daerah di Pulau Nias (Forkada). Konsep Nias Raya tetap harus menjadi acuan dalam membangun di daerah masing-masing. Setiap pembangunan yang membutuhkan integral dengan daerah lain sebaiknya dikomunikasikan lewat Forkada. Di kesempatan itu, setiap daerah memberikan masukan dan dukungan sehingga target yang diinginkan bisa tercapai.
Bicara pariwisata, kita mendorong para kepala daerah datang studi banding ke Banyuwangi, Jawa Timur, untuk bisa mengadopsi cara daerah ini mempromosikan daerahnya menjadi tempat tujuan wisata yang utama. Kota ini juga dianugerahi sebagai kota cerdas oleh Kompas bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Datanglah juga ke Kota Surabaya untuk belajar bagaimana menata kota yang cerdas dan ramah di bawah kepemimpinan Wali Kota Risma. Banyak daerah yang bisa dijadikan contoh untuk melaksanakan pembangunan.
***
Sementara itu, apa yang terjadi selama pemerintahan sebelumnya tak boleh lagi terulang. Bagi-bagi proyek antara para pejabat, termasuk anggota DPRD, tak perlu lagi terjadi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa permainan proyek yang didanai oleh APBD plus DAK dan DAU rawan sekali dipermainkan. Berbagai modus dilakukan. Agar pelaksanaan bisa dilakukan secara penunjukkan langsung (tanpa tender), proyek yang tadinya senilai Rp 2 miliar, misalnya, dipecah-pecah menjadi 10 proyek, sehingga semua pihak bisa kebagian kue. Bayangkan hasil pembangunan seperti apa yang bisa dinikmati oleh masyarakat dengan cara ini. Sebab, anggaran proyek sudah pada umumnya disunat dengan berbagai alokasi.
Karena itu, siapa pun pejabat daerah di Pulau Nias, baik legislatif maupun eksekutif, diimbau untuk mensyukuri gaji dan berbagai tunjangan yang diterimakan setiap bulan. Mencari tambahan lewat permintaan proyek hanyalah membawa daerah kita semakin bergeming, tak bergerak ke arah yang lebih baik.
Kini pejabat publik dituntut untuk jujur dan transparan kepada masyarakat, kepada konstituennya. Kemajuan teknologi dengan penetrasi media sosial dan media massa akan membuat setiap gerak-gerik pejabat publik terpantau dan tertelanjangi di mata publik.
Kita mendorong setiap kepala daerah untuk bisa memanfaatkan kemajuan teknologi ini dalam pemerintahan mereka. Gunakanlah media sosial serta berbagai komunikasi digital, seperti surat elektronik (e-mail), untuk menyebarkan informasi sehingga mengurangi pertemuan tatap muka yang rawan menimbulkan korupsi. Kita juga setuju jika setiap kantor SKPD dilengkapi dengan kamera pemantau (CCTV). Pemanfaatan situs web untuk sosialisasi gerak pembangunan harus dijalankan untuk memenuhi keterbukaan informasi publik.
Membangun Nias Raya kini berada di tangan keempat bupati dan satu wali kota. Para pendahulu sudah meletakkan fondasi untuk keberlanjutan pembangunan. Fondasi yang rapuh hendaknya diperkuat lagi. Pembangunan yang menyentuh langsung kebutuhan publik menjadi prioritas.***