Oleh Abineri Gulö
Selain berharap agar Pilkada Perdana 2015 menjadi warisan, rujukan, dan model yang baik bagi pelaksanaan Pilkada pada masa mendatang. Ada hal menarik pada sambutan Presiden Joko Widodo dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pemantapan Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2015, pekan lalu, tepatnya Rabu, 12 November 2015, di E-co Park Hotel Ancol, Jakarta. Setengah bertanya, setengah menjelaskan, Jokowi mengatakan bahwa hingga kurang satu bulan menjelang 9 Desember 2015 masih terasa dingin, sepi, datar. Apakah hal ini tanda-tanda baik bagi demokrasi kita, tenang-tenang saja, minus hiruk pikuk?
Dari aspek legal-sosial, pertanyaan Presiden dapat dijabarkan bahwa penataan alat peraga kampanye (APK) dan iklan kampanye melalui media yang mengisi ruang publik oleh KPU, berpengaruh fundamental dalam menghadirkan kemeriahan pilkada di daerah. Ruang publik dikelola secara proporsional, estetis peka lingkungan meminimalkan kemeriahan semu yang disajikan pada pemilu-pemilu kita sebelumnya.
Lomba-lomba pemasangan alat peraga di berbagai fasilitas umum, pepohonan, tiang listrik, jembatan kini jarang ditemui. Peserta pilkada terpaksa dan dipaksa adil dalam berkompetisi tanpa mengenal kandidat tipis maupun berkantong tebal, jumlah dan peletakan APK sama dan setara.
Lebih lanjut bahwa, pengaturan iklan kampanye yang dilakukan 14 hari sebelum masa tenang, slot durasi waktu maupun volume tayang, ukuran kolom pun sama. Ketentuan baru ini cukup ampuh dalam mengalpakan peraga iklan dan APK yang wara-wiri di ruang publik pada setiap musim pemilu. Kini model kampanye pasangan calon rela atau tidak mesti berkeringat menjangkau sentra-sentra pemilih tanpa berharap banyak apalagi mengandalkan iklan dan peraga indah-indah.
Kembali kepada harapan Presiden Jokowi dan barangkali menjadi harapan sebagian besar publik untuk sebuah pilkada berintegritas. Maka referensi terdekat kita adalah Pemilu 2014 yang lalu. Kita tidak boros memberi nilai baik pada skala sangat baik nilai maksimum keberhasilan pelaksanaan teknis Pemilu 2014. Namun, di beberapa titik kita masih menyisakan cerita penggelembungan suara, belanja suara, dan berbagai isu miring yang mencederai secara keseluruhan sejarah sukses bangsa kita lepas landas dari pola berpemilu yang lama.
Jangan cepat lupa bahwa bibit perlawanan kepada negara ada pada oknum ataupun kelompok yang nyata-nyata menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan. Kelompok ini tidak menerima kekalahan, mereka ingkar pada semangat dan hakikat demokrasi, sehingga menempuh cara jahat untuk meraih kekuasaan. Pilkada ke depan tidak boleh ada wilayah tertentu masih diberi pengecualian terhadap praktik seperti ini. Karenaitu dibutuhkan aksi heroik mengakhiri praktik seperti ini. Negara mesti menang melawan kelaliman para predator suara rakyat.
Tak Sekadar “As Business as Usual”
Upaya melindungi kedaulatan pemilih dalam pemilihan mesti disertai dengan langkah serius mewujudkan integritas hasil. Karena itu, dibutuhkan dukungan nyata dalam gerakan bela pilkada berintegritas lewat setidaknya tiga langkah strategis dan taktis untuk dilakukan.
Pertama, mendukung KPU dalam mengunggah (upload) hasil pemindaian formulir C1 pilkada serta rencana pengumuman Rekapitulasi Cepat KPU di website KPU Pusat yang terkoneksi dengan laman KPU daerah. Apabila fungsi-fungsi teknis seperti sistem aplikasi penghitungan, jaringan internet, listrik tersedia cukup, dan fungsi nonteknis—yakni anugerah geografis—berjalan baik, untuk daerah perkotaan, dengan jumlah TPS di bawah 1.000, diperkirakan pada sore atau malam tanggal 9 Desember 2015, publik sudah mengetahui kandidat terpilih.
Kecepatan penyajian hasil pilkada serentak dengan target seperti ini merupakan sebuah upaya KPU dalam mewujudkan ciri pemilu modern, sekaligus mencegah bahkan mengakhiri era kegelapan pemilu, dan memperteguh langkah mulus pilkada berintegritas.
Kedua, menemukan relevansi sanksi etik dikembangkan menjadi sanksi pidana. Diperlukan sanksi berat bagi penyelenggara yang nyata-nyata bersengkokol untuk sebuah kejahatan pemilu.
Berdasarkan data resmi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menunjukkan kurva penurunan angka pelanggaran kode etik oleh penyelenggara. Sebuah gambar yang menggembirakan sekaligus memberi tantangan pada langkah kedepan. Muncul gagasan pemberian sanksi etik berupa pemberhentian tetap kepada oknum petugas pelaksana pemilu simultan pemberian sanksi pidana. “Pemiskinan” terhadap oknum pencedera pemilu harus dipikirkan agar ada efek jera.
Lebih menarik lagi ide DKPP menjadi Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu sebuah pilihan jangka panjang jika negara serius mewujudkan pemilu/pilkada berkualitas. DKPP diberi kewenangan mengadili peserta pilkada yang melanggar ketentuan etika kepesertaan.
Dengan kekuasaan yang besar terakhir ini, DKPP setidaknya telah memberi bukti mendorong peningkatan kualitas penyelenggara pemilu dewasa ini. Ke depan kita berharap dan mendorong perluasan fungsi DKPP dalam mengawal rambu etik peserta pemilu yang sejatinya antara penyelenggara dan peserta mesti berangkat dari serta ke horizon etik yang sama.
Ketiga, pemberian penghargaan atas prestasi dan capaian penyelenggara menjadi salah satu vitamin motivasi melayani. Tuntutan kesempurnaan kerja penyelenggara mesti dengan kompensasi yang nyata. Dibutuhkan skema pemberian penghargaan negara terhadap dedikasi dan kerja keras penyelenggara Pemilu.
Langkah ini mendorong anak-anak bangsa yang berkarya di sektor penyelenggara pemilu, lomba-lomba berprestasi untuk sesuatu yang baik, demi keharuman dan keluhuran nama pribadi, lembaga dan negara. Pemberian penghargaan dengan cara-cara yang nyata dan terukur, memberi tantangan untuk terus berinovasi menemukan pola berpemilu yang murah, berkualitas, serta akuntabel.
Tanda-tanda baik itu kini sudah terlihat dengan berbagai gebrakan KPU dalam mengintegrasikan kerja kepemiluan dengan sentuhan teknologi mutakhir, canggih, progresif. Untuk hal ini, tidak sedikit anugerah yang diterima KPU, ke depan kita berharap membuahkan penghargaan bagi lembaga maupun personal yang pantas menerimanya.
Akhirnya dengan fondasi semangat yang beralasan kita boleh optimistis merintis Pilkada Serentak 2015 bertekadkan pemilu berintegritas sebagai embrio menuju bangsa dengan cita-cita demokrasi berintegritas.***