GUNUNGSITOLI, KABAR NIAS — Untuk menghentikan praktik-praktik kekerasan di sekolah yang terjadi akhir-akhir ini di Kabupaten Nias Selatan, Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) Cabang Nias meminta Pemerintah Kabupaten Nias Selatan melalui Dinas Pendidikan agar membuat pedoman teknis yang bisa diikuti oleh semua pengelola pendidikan. Kepala Dinas Pendidikan Nias Selatan juga diminta untuk memberi sanksi bagi oknum guru yang melakukan tindak kekerasan pada anak.
Hal itu disampaikan oleh Chairidani Purnamawati, Manager Area PKPA Cabang Nias dalam rilis berita yang diterima kepada Kabar Nias, Kamis (11/8/2016).
“Untuk menghindari terus terulangnya kasus-kasus kekerasan anak di sekolah, baik kekerasan anak dengan anak, guru kepada anak, maupun dengan lingkungan sekitar sekolah, disarankan Dinas Pendidikan Kabupaten Nias Selatan dapat membuat pedoman teknis dan meningkatkan kemampuan guru-guru agar lebih mengedepankan hukuman positif dalam mendidik anak, dan menjauhkan anak-anak dari praktik kekerasan. Menciptakan lingkungan sekolah iklusif yang ramah anak,” ujar Chairidani.
Rekomendasi ini terkait kasus dugaan kekerasan yang menimpa siswa kelas IV SD Negeri 078477 Bukit Sion Hilisimaetanö, Kabupaten Nias Selatan, YZ (10). Korban mengalami luka serius pada kedua jempol kakinya. Kuku jari terlihat lepas dan mengalami infeksi akibat tertimpa meja yang dibanting oleh oknum kepala sekolah berinisial MD.
Kasus ini, atas pendampingan dan advokasi PKPA Cabang Nias, sudah dilaporkan kepada Kepolisian Resor Nias Selatan untuk ditangani lebih lanjut.
Dugaan penganiayaan yang menimpa YZ itu, disampaikan Chairidani Purnamawati, terjadi pada Rabu (3/8/2016) sekitar pukul 11.00. Berawal saat korban YZ dan teman sekelas korban yang bernama WB terlibat perkelahian sebelum pulang dari sekolah. Kejadian tersebut diketahui MD, lantas ia datang untuk melerai YZ dan WB. Menurut hasil investigasi PKPA, saat melerai itu MD menampar kedua anak yang sedang berkelahi tersebut.
MD kemudian membawa kedua anak tersebut ke ruang guru. Korban YZ diinterogasi oleh MD di ruang guru dan saat MD membalikkan meja guru, meja tersebut mengenai kedua kaki YZ dan mengakibatkan luka-luka pada jari kaki, terutama kedua jempol. Menyadari bahwa jari kaki YZ terluka parah, MD lantas memberikan uang sebesar Rp 100.000 kepada korban dan meminta wali kelas korban untuk mengantar YZ pulang ke rumah.
Akibat luka serius yang dialaminya, YZ sekarang tidak dapat berjalan dan beraktivitas. Tidak terima dengan perlakuan MD terhadap YZ, keluarga korban didampingi PKPA telah melaporkan kasus ini kepada Pihak Polres Nias Selatan. Namun, saat ini keluarga korban merasa tidak aman karena sering mendapatkan intimidasi agar mereka mencabut pengaduannya di kepolisian dan tidak meneruskan proses hukum.
Dalam suratnya kepada Kepala Dinas Pendidikan Nias Selatan, PKPA merekomendasikan agar Kepala Dinas Pendidikan Nias Selatan agar mendukung proses hukum yang sedang berjalan di Kepolisian Resor Nias Selatan; memanggil atau memeriksa oknum kepala sekolah MD dan memberikan sanksi yang tegas.
“PKPA berpandangan bahwa telah terjadi tindakan yang melanggar hak anak serta tidak mencerminkan tujuan besar pendidikan Indonesia sebagaimana yang dimandatkan dalam UU Dasar 45, UU Sistem Pendidikan Nasional RI, dan UU Nomor 35 Tahun 2014 perubahan atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” ujar Chairidani.