Menyedihkan
Setelah menyimak paparan di atas, kita tentu berpikir, begini amat, ya, potret pendidikan di daerah pinggiran seperti daerah Pulau Nias? Benarkah praktik ini berlangsung selama bertahun-tahun tanpa ada yang peduli? Tak ada yang bisa menjawab pertanyaan itu kecuali mereka yang menjalani sendiri dan merasakan sendiri.
Saya teringat dengan janji Presiden Joko Widodo bahwa pembangunan saatnya dimulai dari pinggir. Seyogianya, Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan melaksanakan janji Jokowi itu dengan memulai pembenahan di daerah pinggiran seperti Nias Selatan, dan seluruh kepulauan Nias pada umumnya.
Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kondisi pelaksanaan pendidikan di sekolah-sekolah yang ada di Pulau-Pulau Batu, seperti Pulau Tello dan sekitarnya, yang jauh dan terisolasi karena transportasi laut yang kurang memadai. Bisa saja lebih miris dan memprihatinkan.
Sepakat bahwa kondisi seperti yang dialami oleh Gadis juga terjadi di daerah lain di negeri ini. Akan tetapi, apakah kita harus terus diam dengan kondisi ini? Apakah kita pasrah dengan sistem yang dikondisikan oleh orang-orang yang seyogianya membangun bangsa dengan mencerdaskan para muridnya?
Jika kondisi pembocoran kunci jawaban kepada para peserta UN berlangsung masif di seluruh Nias Selatan atau bahkan di daerah lain juga di bagian Pulau Nias, ini sangat menyedihkan. Akan di bawah ke mana (quo vadis) pendidikan di Pulau Nias?
Hemat saya, siswa-siswi di sekolah perlu diberi berbagai masukan dan dibuka wawasannya bahwa tujuan bersekolah bukan sekadar hanya mendapatkan selembar ijazah. Tidak dimungkiri bahwa di kepala setiap siswa di Pulau Nias, tujuan mereka bersekolah adalah yang penting memegang selembar ijazah serta pekerjaan yang mereka idam-idamkan adalah pegawai negeri sipil.
Padahal, di luar sana ada banyak profesi yang bisa dilakukan selain PNS, seperti menjadi editor naskah, editor video, penulis, juru kamera, ahli mesin, dan lain-lain. Profesi-profesi itu tidak terlalu mensyaratkan ijazah, tetapi cukup dengan syarat kemahiran yang dimiliki. Bidang-bidang kreatif seperti ini harus ditanamkan di pikiran para anak didik di sekolah di Pulau Nias, khususnya di Nias Selatan. Biarlah mereka punya mimpi tidak hanya menjadi PNS belaka.
Saatnya lembaga sekolah harus difungsikan sebagai ruang belajar, ruang mengisi otak para murid dengan hal-hal yang baik, tentang ilmu, tentang etika, tentang nilai-nilai yang kelak dibutuhkan untuk masa depan para murid. Hentikanlah pemanfaatan sekolah menjadi tempat untuk memperkaya diri dan pembodohan.
Saya yakin Pemerintah Kabupaten Nias Selatan sudah mendengar hal ini. Ataupun jika belum mendengar, usul saya, hendaknya kasus luar biasa ini hendaknya diusut. Siapa yang bertanggung jawab pada pelaksanan kebijakan yang memalukan itu harus diberi sanksi dan dibeberkan secara transparan kepada publik.
Sekali lagi, saya mengimbau kepada siapa pun, termasuk para orangtua, adalah tanggung jawab kita semua untuk mengantarkan anak-anak kita mendapatkan pendidikan yang baik. Semoga Bapak-Ibu tetap mengikuti perkembangan anak-anak ibu. Orangtua berhak bertanya kepada pihak sekolah tentang perkembangan anak-anak Bapak-Ibu.
Perhatian Menteri Pendidikan
Lewat tulisan sederhana ini, saya rasa perlulah Menteri Pendidikan Anies Baswedan meluangkan sedikit waktu untuk memperhatikan kondisi pendidikan di Pulau Nias. Saya memang tak punya akses kepada beliau secara langsung agar mau membaca tulisan ini, tetapi saya percaya, pada saatnya tulisan ini ia baca dan ingin membenahi pendidikan di Pulau Nias.
Apa yang terjadi ini, biarlah menjadi pembelajaran bagi kita semua, termasuk pemangku kepentingan di bidang pendidikan di Nias Selatan dan di seluruh Pulau Nias. Mata kita kini terbuka tentang fakta yang ada. Bayangkan, produk sistem pendidikan seperti ini, ke depan jadinya seperti apa.
Saya setuju dengan analisis sederhana dari Pak Kum. Bayangkan, ketika nanti ada program penerimaan guru bantu daerah (GBD), lulusan SMA seperti Gadis berpotensi menjadi GBD. Lalu, kualitas seperti apa yang akan diharapkan untuk generasi Nias Selatan ke depan kala murid-murid diajar oleh lulusan SMA seperti Gadis, misalnya? Mari #jangandiam, ayo #turuntangan benahi pendidikan di Pulau Nias.
Miris melihatnya
wah, ini sih parah… BUPATI nya gembar gembor pendidikan gratis, hasilnya nihil… Hari gini masih begono situasinya sih parah. Dunia sudah diambang krisis ekonomi global, tambah susah nyari duit. Thanks informasinya. ..
Tak pernah ada pendidikan gratis…. ada pembohongan publik, dan ironinya masyarakat kemakan dan teperdaya. Prihatin memang.
Dalam diskusi saya dengan salah satu teman baik yang juga sedang berharap bisa mendapatkan dukungan partai untuk pencalonannya di Nias Barat, waktu itu dia sampaikan bahwa Nias Selatan dikenal dengan program pendidikan dan kesehatan gratis dari bupati.
Saya sampaikan, bahwa itu bukan ide dan murni program bupati, karena itu adalah program nasional. Alokasi APBN terdapat pendidikan di Indonesia sebesar 20%. Jadi itu adalah kewajiban setiap kepala daerah dimanapun di Indonesia untuk memastikan bahwa pendidikan dan kesehatan menjangkau mereka yang seharusnya menerimanya.
Trus apa yang salah dengan program ini? Dalam konteks program pendidikan "GRATIS", maka yang tidak diantisipasi adalah KUALITASNYA. Kamu bisa bergelar sederet apapun, klo ga punya KUALITAS, maka omong kosong. Program ini cenderung hanya untuk menghabiskan (baca: memanfaatkan) anggaran.
Ketika ada penawaran gratis, tentu saja permintaan banyak karena kondisinya demikian.
Para lulusannya, akhirnya hanya mampu berlomba untuk bisa menjadi PNS. Dan diantara yang kuliah juga udah jadi PNS, dan mereka kuliah hanya untuk mendapatkan penyesuaian golongan, mendapat gelar, kenaikan pangkat.
Bentar lagi Indonesia akan memasuki MEA (masy ekonomi asean). Gelar aja tidak cukup, Meningkatkan kualitas, Generasi Nias dan Nias Selatan perlu diberi ruang dan infomasi yang seluas2nya untuk mendapatkan keahlian (skill) bersertifikat sesuai dengan bidang pendidikan akademisnya.
Kalo ga, lulusan sarjana di Nias dan Nisel seperti katak dalam tempurung. Nunggu penerimaan PNS seumur hidup dan jika ada peluang, sogokan berapapun diupayakan untuk dipenuhi yang penting jadi PNS.
For Nias better!. Shgl
Terima kasih Bung Bargham. Haniha zehao zitenga khönia…? Banyak yang tak peduli karena tidak merasa memiliki.
Hemat saya, jika kita peduli, sesuatu harus kita lakukan. Entah apalah itu..yang penting bisa mengubah keadaan yang dialami oleh Si Gadis.
Ya'ahowu
Bung Apolo… saya baru sempat baca tulisan ini. Dan belum membaca separuh tulisan, saya tdk tahan berkomentar. Terlalu… prihatin sekali… kok bodoh sekali sih… ah… banyak muncul dalam pikiran. Sebagai 'guru' saya gemes dan sangat penasaran ingin bisa melakukan sesuatu…marah kok sampai begitu…., dst….. Tp apa daya…. hanya sebatas itu… dan tidak tahu bagaimana bisa melakukan ide-ide di kepala ini. Itu saja…. 🙁 🙁 sangat prihatin. Semoga ada yang dapat melakukan sesuatu. Semoga pasangan 'terbaik' cakada sekarang dapat mengamati hal-hal ini.
Pak @elisati: itulah kondisi senyata-nyatanya. Mungkin yang dikabarkan pihak lain bisa beda… Namun, menurut saya, ini tak boleh dibiarkan. Kudu, kata orang Betawi, diubah. Gerakan warga untuk.perubahan harus dilakukan…
Bung Apolo, saya mengenal 1 pasangan cakada Nisel. Semoga mereka dapat memperbaiki hal-hal di atas. Saya pikir saya akan teruskan tulisan ini kepada mereka. tq
Sip Pak @Elisati. Dengan senang hati.
Bg Apolo@,itulah realita yg terjadi di nisel dan hal itu sudah berlangsung lama(UN bagi tiap tingkatan) sehingga kualitas anak2 yg tamat sangat buruk. Klo nilai UN tiap tahun di nisel itu bagus2,itu bukan krn siswanya pintar ttpi krn yg mengerjakan soal2 UN itu adalah guru2 di sekolah itu.
Selain itu,banyak bantuan sekolah (untuk murid atau bangunan sekolah) dr pusat tdk sampai sasaran krn sdh disalahgunakan oleh kepala sekolah dan pihak2 terkait.
Saya bisa tau hal ini krn saya merpkan salah seorang masyrkat nisel.
Hai Bro Aris Laia. Sangat memprihatinkan jika kondisi itu sudah lama terjadi. Tentu kita mempertanyakan kehadiran pemerintah daerah. Ke mana saja mereka ya?
Tulisan yg sangat menggugah hati, tak bisa dipungkiri memang atas apa yg terjadi di nias selatan. Sy pernah lama tggal di nias selatan sbg petugas kesehatan. Tidak heran memang jika kita jumpai hal spt itu dsna. Saya rasa bukan hanya dr segi pendidikan saja..bidang Kesehatan juga sgt memprihatinkan. Kebutuhan akan tenaga kesehatan tidak dihiraukan pemda stmpt. Hanya janji2 manis saja yg ada, sungguh ntah sampai kapan nias selatan akan berubah jika saja pemimpin didaerah ini msh diisi oleh org2 yg hanya mementingkan keegoisan dan ketamakan . Miris.
Hai nn. Terima kasih. Betul Pak. Selain pendidikan, bidang kesehatan juga menjadi masalah tersendiri di Nias Selatan. Senang jika nn mau menulis reportase selama berada di Nias Selatan. Kabar Nias menyediakan sarana untuk itu. Jurnalisme warga. #berhentidiam #ayoturuntangan.
Tulisan yg amat menarik. Juga amat bermanfaat. Program pendidikan gratis tentu sj bermanfaat, namun blm menyelesaikan masalah besar dunia pendidikan kita. Diagnosis yg lbh mendalam dan komprehensif akan menuntun kita utk mendapatkan obat yg sesungguhnya, dengan tindakan yg konkret dan segera.
Terima kasih Bang Turunan Gulö atas apresiasinya.
Nias Selatan sesungguhnya sebenar lebih dari yang telah digambarkan oleh bung Apolo. Untuk masuk ke pendidikan gratis khususnya bangku kuliah, klo tidak salah tahun 2013 itu jurusan dokter rata2 anak pejabat. Silahkan di crosscek di UNPRI. Untuk tahun 2015, ada kabar klo untuk lewat seleksi D3/Bidan/Akper minimal 10JT, S1 30JT dan dokter sekitar 50JT. Itulah pendidikan gratis di Nias Selatan
Kita berharap ada relawan pak yang mau cerita ke kita soal sinyalemen ini. Sumber tentu kita akan jaga Pak.
Kita berharap para "korban" terbuka matanya dan mau membeberkannya kepada umum. Hal ini perlu agar tak lagi terjadi di masa yang akan datang.
Saya ikut prihatin kondisi pendidikan di Nias Selatan. Kepala sekolah tidak bekerja dengan hati. Sebab ia menjadi pimpinan di sekolah bukan karena penilaian pengabdian dan prestasi, tapi karena bayar atau sebelumnya ia mantan tim sukses pada pilkda. Pimpinan di atasnya juga demikian. Ini pasti berbanding lurus dengan tinggi rendahnya loyalitas, jiwa pengabdian, ketaatan serta kejujuran dalam melaksanakan tugas. Kita berharap agar Bupati yang berkuasa tidak mempolitisasi pendidikan, karena pendidikan mencetak generasi masa depan Nias Selatan dan Ono Niha pada umumnya. Saohagolo informasinya Bung Apolo.. Ya'ahowu.
Itulah yang terjadi Pak.
Lembaga sekolah menjadi ajang untuk kekuasaan, dibawa ke ranah politik, dan akibatnya, anak-anak sekolah yang tidak berdosa pun (generasi muda) menerima dampaknya. Hak mereka untuk belajar dan memperolah pendidikan yang layak dan bermutu diabaikan secara secara sadar oleh pengambil keputusan. Ada kelalaian yang terstruktur. Terima kasih apresiasinya Pak Sediaro Zendrato
Tak perlu komentar, karena keawajaran. Ini jika berbicara masalah kenyataan.
Sebab mengapa<? ya, karena keinginan luhur dari bapak pendidikan pun belum terwujud.
Saya ingat mutu pendidikan di Nias Selatan dulu tahun 70an justru sangat maju. Orang orang dari luar malah bersekolah di sana. Namun sekarang benar benar sudah terpuruk…
Benar Pak. Sekolah Bintang Laut (dulu) cukup terkenal. Bagaimana nasibnya kini?