Oleh Adrianus Aroziduhu Gulö
Dalam Kamus Ilmiah Populer yang disusun oleh Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Penerbit Arkola, Surabaya tahun 1994, tertulis bahwa defisit adalah kekurangan anggaran, selisih yang diakibatkan oleh pengeluaran yang tidak berimbang dengan pendapatan; tekor. Pengertian tersebut jika dibandingkan dengan pendapat banyak orang yang paham pentang keuangan, mereka berpendapat bahwa defisit adalah pengeluaran yang tidak berimbang dengan pendapatan. Bahkan, dalam bahasa sehari-hari defisit diartikan lebih besar pasak daripada tiang.
Jika defisit terjadi pada sebuah perusahaan, perusahaan tersebut dikategorikan tekor, bangkrut, pailit, dan lain-lain, yang dampaknya, antara lain, adalah para mitra kerja, mitra dagang, langganan, nasabah, mulai hilang kepercayaan. Jika kondisi itu tidak ditangani secara profesional, perusahaan tersebut bisa ditutup.
Seandainya defisit terjadi pada daerah otonom, seperti di Nias Barat, bagaimana tanggapan masyarakat? Menurut pengamatan saya, melalui media sosial, beberapa tokoh masyarakat Nias Barat secara garis besar memberi tanggapan tentang defisit APBD Nias Barat TA 2016, yaitu, pertama, defisit dianggap hal biasa dan tidak perlu ditakuti karena tidak melanggar hukum. Kedua, defisit dianggap merupakan indikasi ketidakmampuan pengelolaan keuangan di daerah. Penyusunan anggaran tidak berdasarkan kemampuan keuangan daerah, tetapi didasarkan pada selera yang menggebu-gebu. Tanggapan para tokoh tersebut, biarlah waktu yang menyeleksinya.
Mengatasi Defisit
Jika defisit sudah terjadi perlu ditangani secara benar, profesional, dan berdasarkan hukum. Pengalaman saya, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi defisit, antara lain, pertama, menggunakan sisa lebih penggunaan anggaran (silpa) tahun sebelumnya secara tepat, yang salah satu sumbernya sisa tender.
Kedua, menjual aset daerah dengan persetujuan dewan. Ketiga, mengajukan pinjaman kepada pihak lain (utang) dan persetujuan DPRD sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah. Keempat, mengurangi biaya kegiatan yang tidak menyentuh kepentingan masyarakat banyak, seperti uang perjalanan dinas, biaya rapat, biaya makan minum.
Kelima, mengurangi tunjangan tambahan penghasilan PNS, khususnya pada yang punya eselon. Pemberian tunjangan tersebut harus berpedoman pada PP No 105/2000 Pasal 29 Ayat 2 yang bunyinya, ”PNS daerah dapat diberikan tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keenam, mengurangi tenaga non-PNS/tenaga honor, sesuai Surat Edaran Mendagri Nomor: 814/169/SJ, 10 Januari 2013, tentang Larangan Pengangkatan Tenaga Honorer, berdasarkan PP No 48/2005, dan telah diubah dengan PP No 43/2007 dan terakhir diubah dengan PP No 56/2012, tentang Larangan Pengangkatan Tenaga Honorer.
Memang, oleh berbagai hal, defisit sulit dihindari. Namun, harus disiasati dengan benar dan tepat. Adapun siasat saya mengatasi defisit selama menjadi bupati dari 13 April 2011 s/d 13 April 2016, antara lain mengefesienkan penggunaan silpa yang bersumber dari, pertama, sisa tender. Pagu anggaran yang sudah ditetapkan dalam DPA unit kerja tidak semuanya habis. Contoh, pengadaan barang/jasa konstruksi jalan pagu anggaran Rp 1 miliar, tetapi pemenang pengadaan jasa/barang tersebut dapat melaksanakannya dengan memberi nilai penawaran sebesar Rp 950 juta. Sisa Rp 50 juta menjadi sumber silpa. Sisa tender pada ratusan pengadaan barang/jasa dalam satu tahun bisa mencapai puluhan miliar.
Kedua, ada pengadaan barang/jasa pada unit kerja tidak dapat dilaksanakan karena belum keluar petunjuk pelaksanaan (juklak) dari pusat. Dapat juga terjadi selama pelelangan tidak ada penyedia barang/jasa menawar pengadaan barang/jasa tersebut. Contoh, program PLTS di dinas PU tahun 2014 sebesar lebih kurang Rp 3 miliar, tidak bisa dilaksanakan karena sudah dua kali dilelang tidak ada rekanan yang menawar. Biaya PLTS tersebut menjadi silpa.
Ketiga, ada pengadaan barang/jasa yang tidak dapat diselesaikan oleh rekanan hingga kontrak diputus. Contoh, pengadaan barang/jasa yang pagu anggaranya Rp 1 miliar hanya dapat dikerjakan rekanan pada saat putus kontrak 70 persen, maka yang dibayarkan kepada rekanan hanya 70 persen dari Rp 1 miliar, yaitu 700 juta, sisanya masuk silpa.
Keempat, sisa gaji PNS dan CPNS. Demi terjaminnya pembayaran gaji/tunjangan PNS dan CPNS, TAPD melakukan penganggaran dengan perkiraan, dengan mempetimbangkan kenaikan gaji, gaji ke-13 dan ke-14, kenaikan golongan, kenaikan gaji berkala, dan sebagaiknya. Contoh, perkiraan gaji/tunjangan PNS Tahun 2015 sebesar Rp 100.564.395.022. Realisasi akhir tahun 2015 sebesar Rp 98.934.170.769. Sisanya masuk silpa.
Kelima, retensi atau jaminan pemeliharan jasa konstruksi sebesar 5 persen dan dibayarkan tiga hingga eman bulan setelah selesai pekerjaan. Pada umumnya, pekerjaan jasa konstruksi yang pagu anggarannya besar baru selesai akhir Desember, hingga retensi baru bisa dibayar pada bulan maret tahun berikutnya, itu pun jika ada yang rusak sudah diperbaiki oleh rekanan. Ini juga sumber silpa.
Keenam, cadangan gaji CPNS tahun 2009 yang bermasalah yang oleh pejabat waktu itu mengatakan: “Komputer lompat lompat”. Dari tahun 2011 sampai tahun 2013 gaji CPNS bermasalah tersebut tiap tahun ditampung pada APBD. CPNS yang bermasalah sebanyak 165 orang, tiap tahun gaji mereka ditampung sebagai berikut: 165 orang X Rp 1.750.000 = 3.465.000.000. Ini juga sumber silpa.
Ketujuh, Uang Untuk Dipertanggungjawabkan (UUDP) atau Uang yang Harus Dipertanggungjawabkan (UHDY). UUDP/UYHD yang disetor semua unit kerja tiap tahun miliaran rupiah, ini sumber silpa.
Sulit Memahami
Silpa yang selalu ada tiap tahun selama saya menjabat sebagai bupati, sering saya jelaskan kepada masyarakat Nias Barat yang berdomisisli di Nias Barat maupun di luar Nias Barat. Namun, sebagian mereka sulit memahami. Malah menuduh saya tidak pandai menggunakan uang, tidak berani dan tidak ada terobosan. Banyak yang mengatakan, kapan masyarakat Nias Barat lepas dari kemiskinan kalau bupatinya tidak mampu/pandai menggunakan uang yang ada.
Yang lebih lucu lagi serta tidak rasional, ada yang mengatakan bahwa silpa bisa dibagi-bagi kepada masyarakat. Mereka menuduh saya mengembalikan uang ke kas negara. Tuduhan mereka itu keliru, selama saya menjabat bupati tidak pernah saya kembalikan uang ke kas negara, melainkan uang dari silpa disimpan di rekening daerah pada Bank Sumut Pembantu Lahömi, besarnya tiap tahun bisa dicek. Uang silpa itu dimasukkan pada APBD tahun berikutnya untuk dipergunakan sesuai kebutuhan daerah dan ketentuan yang berlaku. Artinya, daerah tidak dirugikan karena uang silpa tersebut bisa dipakai tahun berikutnya.
Dapat saya pahami bahwa mereka yang mengkritik saya belum paham prinsip saya dalam menggunakan uang negara/daerah, yaitu efektif dan efesien serta kehati-hatian. Selaian itu, mereka ingin Nias Barat cepat maju dan uang yang ada perlu digunakan secepatnya. Kritik mereka tidak pernah saya tanggapi secara berlebihan, apalagi mengecam dan marah melalui ucapan maupun media sosial. Kritik itu malah saya jadikan bahan arahan pada saat rapat staf dan bahan koreksi kinerja pemkab.
Memang, harus saya akui tiap tahun silpa puluhan miliar rupiah, contoh tahun 2015 silpa sebesar Rp 37.343.872.491,82, sesuai LHP Nomor: 57/A/LHP/XVIII.MDN/O7/2016, tanggal 21 Juli 2016. Namun, yang belum saya pahami sikap beberapa tokoh Nias Barat yang dulu getol mengkritik saya atas silpa dan sekarang menuduh saya penyebab defisit APBD tahun 2016. Luar biasa cepat sekali mereka lupa atau pura pura lupa? Logika berpikirnya adalah kalau pada zaman saya sebagai Bupati Nias Barat selalu ada silpa, lalu pertanyaanya adalah mengapa justru dikatakan terjadi defisit diakhir masa jabatan saya? Selama saya menjabat sebagai Bupati Nias Barat tidak pernah terjadi defisit. Dengan demikian, jelas dan terang, tidaklah beralasan menuduh saya sebagai penyebab defisit.
Sikap diam seribu bahasa dari anggota DPRD tentang defisit keuangan Pemerintah Kabupaten Nias Barat juga belum saya dapat pahami. Padahal, waktu saya bupati anggota DPRD cukup kritis tentang silpa, penyerapan anggaran dan keterlambatan pengerjaan proyek.
Sekarang bagaimana? biarlah masyarakat yang menilai. Saya belum pernah dengar ada kritik atau upaya penelusuran penyebab terjadinya defisit dari anggota DPRD Nias Barat.
Kehati-hatian saya tidak hanya dalam bidang keuangan. Dalam bidang pembanguan juga saya hati hati. Orientasi saya bukan hanya pada hasil melainkan manfaat. Pembangunan daerah otonomi baru seperti Nias Barat harus dimulai dengan benar dan tidak boleh tergesa-gesa/grusu-grusu, mulai sana mulai sini, harus fokus.
Ingat, Nias Barat dimulai dari minus infrastruktur dan sumber daya manusia. Untuk itu, atas persetujuan DPRD, saya mulai bangun kantor SKPD dan jalan dari kabupaten ke kecamatan dengan aspal hotmiks.
Puji Tuhan, selama saya semua kantor SKPD sudah dibangun dan telah diresmikan oleh Gubernur Sumatera Utara pada Maret 2016. Jalan jalan menuju kecamatan sudah mulai dibangun dengan hotmiks. Dalam peningkatan sumber daya manusia, ratusan putra-putri Nias Barat yang berprestasi telah dikuliahkan dalam berbagai jurusan (kedokteran, hukum, pendidikan, dan teknik) pada beberapa perguruan tinggi negeri maupun swasta yang bonafide dan ratusan PNS telah ditingkatkan pendidikannya jenjang S-1,S-2, dan spesialis (dokter). Mereka itu aset masa depan Nias Barat.
Sesuai Kemampuan Daerah
Apa itu kemampuan daerah? Apakah kemampuan daerah erat hubungannya dengan sumber keuangan. Darimana melihat kemampuan daerah? Saya tidak memberi definisi, sebab saya bukan ahlinya. Saya hanya mau mengingatkan bahwa salah satu unsur kemampuan daerah adalah PAD. Meningkatkan PAD merupakan salah satu cara dalam meningkatkan kemampuan keuangan pemerintah daerah dalam membiayai belanja rutin dan pembangunan. Semakin besar kontribusi PAD terhadap APBD, semakin besar kemampuan daerah melaksanakan otonomi.
Bagaimana PAD Nias Barat? Tahun 2014 PAD sebesar Rp 10.298.057.732,19. Tahun 2015 PAD sebesar Rp 14.492.750.129,76. Tahun 2016 PAD sebesar Rp 15.616.742.531,10. Dari jumlah PAD tesebut sebagian berasal dari bunga bank, artinya tidak semua berasal dari pendapatan asli daerah (dalam pengertian sempit). Inilah tantangan yang harus dihadapi.
Kemampuan keuangan daerah Nias Barat sangat rawan jika dikaitkan dengan PAD. Apalagi kalau defisit terus-menerus, sangat sulit untuk menormalkan kembali. Mungkin pengalaman saya soal mengatasi defisit di atas dapat dijadikan bahan banding. Dengan mengefisienkan silpa, defisit tidak terjadi lagi.
Oleh sebab itu, kegiatan/anggaran yang tidak meningkatkan kesejahteraan rakyat harus dikurangi seperti yang terjadi tahun 2016 banyak anggaran yang tidak menyentuh kepentingan orang banyak antara lain:
a. Tambahan penghasilan PNS tahun 2016 jumlah Rp 40.285.417.468, sedangkan tahun 2015 jumlah Rp 29.032.680.700, naik sebesar Rp 11.252.736.768.
b. Biaya Perjalanan Dinas tahun 2016 jumlah Rp 45.820.230.099, sedangkan tahun 2015 jumlah Rp 28.196.409.239, naik sebesar Rp 17.623.820.860.
c. Honor non-PNS/PTT tahun 2016 jumlah Rp 13.521.962.998, sedangkan tahun 2015 jumlah Rp 7.542.361.000, naik sebesar Rp 5.976.646.998.
d. Belanja makan dan minum tahun 2016 jumlah Rp 10.769.894.600, sedangkan tahun 2015 jumlah Rp 7.642.590.000, naik sebesar Rp 3.127.303.700.
e. Belanja bahan habis pakai tahun 2016 jumlah Rp 8.032.423.597. sedangkan tahun 2015 jumlah Rp 5.744.624.842, naik sebesar Rp.2.287.798.755.
f. Pada tahun 2017 jangan lagi dilakukan pengadaan mobil baru seperti tahun 2016 biaya pengadaan mobil untuk pejabat teras jumlah Rp 1.547.936.100. Isu ada pengadaan mobil dinas ketua/wakil ketua DPRD pada APBD tahun 2017.
g. Pada PAPBD tahun 2017 jangan ada lagi proyek penunjukan langsung (PL), seperti pada P-APBD tahun 2016 PL Rp 11 miliar sesuai paparan Ka BPKPAD saat RDP dengan DPRD.
h. Jika anggota DPRD yang terhormat berpihak kepada rakyat apalagi kondisi keuangan derah defisit/tekor, hendaknya kenaikan gaji/tunjangan anggota DPRD tahun 2017, ditunda sampai defisit keuangan daerah selesai. Gaji/tunjangan sekarang cukup untuk biaya hidup di Nias Barat.
Semua kegiatan dari huruf a sampai huruf h tidak prorakyat, hanya kepentingan para pejabat. Jika lima poin dari huruf a sampai hururf e diberlakukan seperti tahun 2015, daerah sudah punya modal untuk menutupi defisit tahun 2017 sebesar Rp 40.271.307.001. ditambah sisa tender tahun 2017, sisa putus kontrak, UUDP, dll.
Dengan demikian, tidak perlu lagi ada rasionalisasi anggaran dan penundaan puluhan proyek 2017. Sederhana sekali kan? Hanya, kosekuensi huruf a sampai huruf e kembali ke kondisi 2015, dampaknya: (1) Para pejabat menghemat saat perjalanan dinas, jika pun biaya perjalanan dinas seperti tahun 2015, cukup, sangat cukup. Malah bisa lebih. (2) Biaya makan minum dikurangi. (3) Tunjangan tambahan penghasilan pejabat, terutama yang punya jabatan berkurang. (4) Tenaga honorer/PTT diseleksi dan diangkat berdasarkan kompetensi dan kebutuhan unit kerja, jangan ada PTT tamatan akbid/akper ditempatkan di kepegawaian dan pasti ada PTT yang dirumahkan.
Memang berat dan berisiko tidak populer, tetapi hasilnya dapat dirasakan dalam waktu relatif singkat, antara lain: pertama, R-APBD tahun 2018 stabil dan program prorakyat bertambah dan janji-janji kampanye cepat terealisasi.
Kedua, tidak ada kegiatan yang ditunda, pelayanan masyarakat menjadi maksimal. Ketiga, tuduhan penyebab defisit berhenti, polemik dan saling menyerang tidak ada tempat.
Keempat, pemerintah fokus bekerja menuju Nias Barat berdaya. Kelima, kepercayaan masyarakat kepada pemerintah pulih, bisa jadi bertambah dan sindiran yang sedang berkembang di Nias Barat saat ini yaitu 3H (hofi, hofa, hofo) dengan sendirinya berhenti tanpa dilarang. Namun, semuanya ini bergantung kepada yang mengambil kebijakan, yaitu Bupati dan DPRD Kabupaten Nias Barat.
Perlu diluruskan bahwa saya tidak alergi tentang defisit dan tidak mau ribut atas defisit, yang saya keberatan dan saya tolak adalah statement pejabat Nias Barat yang menuduh dan menyosialisakan kepada masyarakat bahwa defisit disebabkan salah penganggaran pemerintah sebelumnya. Sekali lagi saya katakan tuduhan itu adalah fitnah yang sangat keji dan hanya dilakukan oleh orang yang tidak beradab.
Penutup
Tuduhan oknum pejabat Nias Barat bahwa defisit disebabkan oleh pemerintahan sebelumnya tidak termasuk “kritik” melainkan fitnah, pemutarbalikan fakta, penyesatan opini, pembunuhan karakter. Karena itu, perlu dikoreksi dengan menampilkan fakta dan data yang akurat, memakai akal sehat, logika, serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan moral.
Pada tulisan saya belum ini, saya telah menyampaikan bahwa saya siap memberi paparan tentang sumber silpa dan penyebab defisit APBD tahun 2016 pada forum terhormat DPRD Kabupaten Nias Barat. Apabila ada undangan dialog terbuka dari tokoh masyarakat Nias Barat yang bedomisili di Nias Barat maupun di luar Nias Barat, saya siap hadir dan memberi paparan tentang penyebab defisit APBD tahun 2016, dengan syarat pertemuan dilaksanakan di Nias.
Dialog ini sangat penting agar penyebab defisit keuangan di Nias Barat diketahui oleh mayarakat pemberi mandat, secara terbuka, transparan dan tidak ada yang ditutup-tutupi, serta opini penyesatan, fitnah, pemutarbalikan fakta, yang dipupuk oleh oknum pejabat Nias Barat segera dihentikan.
Informasi ini, yang ditulis dalam bentuk artikel sangat baik. Selain memberikan petunjuk, bahkan sangat praktis, juga sekaligus memberikan klarifikasi terkait berbagai ‘tuduhan’ yang ditujukan kepada penulis. Artikel ini menolong kita memahami; dan membuat saya semakin meyakini apa yang sudah dilakukan oleh penulis selama menjabat. Tidak banyak pemimpin daerah dapat melakukan upaya2 yang berani dan beresiko (dituduh macam2) untuk menangani kejadian defisit sebuah anggaran. Dibutuhkan kejernihan berpikir, sifat tidak koruptif, dan hati yang bersih untuk dapat melakukan upaya agar anggaran tidak mengalami defisit. Terima kasih saya kepada penulis. Tidak semua dapat mengerti… itu sebuah fakta kehidupan… biarkan saja… Kelak masing-masing kita akan mempertanggungjawabkannya di dunia akhirat kepada masing-masing kita diminta pertanggungjawaban oleh Sang Pencipta kita. Salute utk Pak Aro.. (pernah sekali saja ketemu di sebuah pertemuan besar di Bandung 🙂 )