Home Featured Pilkada Nasional, Bersuara Lokal

Pilkada Nasional, Bersuara Lokal

0
Pilkada Nasional, Bersuara Lokal
Ilustrasi kotak suara --- Image by © Donal Husni/NurPhoto/Corbis

Agenda nasional pilkada serentak tahun 2015 menjadi titik awal sekaligus penentu terhadap pelaksanaan gelombang kedua, ketiga, dan seterusnya hingga tahun 2027 menjadi puncak keserentakan pilkada secara nasional di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ke depan skema pemilu di Indonesia menjadi 2 kali saja dalam 5 tahun, yakni pemilu nasional (terdiri dari pileg dan pilpres) dan pilkada.

Sebagaimana data Komisi Pemilihan Umum mencatat ada 9 provinsi dan 260 kabupaten/kota menggelar pilkada perdana tahun ini. Hal ini menjadi pertaruhan bagi rakyat Indonesia istimewa bagi penyelenggara pemilu untuk menjamin pilkada tidak boleh gagal.

Harapan publik terhadap penyelenggara pilkada bukan tanpa alasan karena 2 hajatan nasional sebelumnya, yakni Pileg dan Pilpres 2014 terlaksana sukses. Pertanyaannya, bagaimana dengan pilkada serentak yang mana basis implementatornya ada pada KPU daerah. Belum lagi dinamika perpolitikan daerah memiliki kultur khas dan lokal yang tidak bisa digeneralisasi tantangan dan penanganannya dengan keadaan nasional.

Kegelisahan publik patut menjadi perhatian penyelenggara pilkada dan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menemukan alasan optimisme dan harapan baru terhadap penyelenggaraan pilkada yang bukan ala kadarnya, melainkan pilkada yang kredibel dan berintegritas sekaligus memiliki rasa budaya lokal.

Kabupaten Nias sebagai salah satu daerah yang ikut pada rombongan perdana pilkada serentak 9 Desember 2015 tahun ini menarik untuk diangkat dan dibicarakan. Bukan karena penulis menjadi bagian dari penyelenggara pilkadanya, melainkan bagaimana upaya menelusuri akar budaya dan tradisi masyarkat Nias dalam menggelar sebuah pesta dihubungkan dengan pesta demokrasi tingkatan lokal yang sudah mulai ramai dibicarakan.

Nias sebagai sebuah entitas suku setidaknya memiliki 2 jenis pesta utama yang biasa dirayakan: Pertama, pesta pernikahan (famalua falöwa) adalah salah satu pesta termahal di Indonesia dengan mahar pernikahan 10-25 ekor babi diserahkan keluarga pengantin laki kepada keluarga perempuan. Mahar (böŵö) ini fluktuatif linier dengan status pengantin perempuan, jika sarjana dan atau PNS, maka maharnya bisa menjadi 25 hingga 50 ekor babi.

Dalam sebuah artikel terbaru, Nias berada pada posisi 5 besar biaya pernikahan termahal diantara suku-suku di Indonesia. Kedua, pesta pengarakan (famalua oŵasa) adalah sebuah upacara pemberian gelar adat kepada seseorang yang menginginkan lebih pengakuan sosial, yakni melaksanakan pesta oŵasa/fatome dengan mengundang dan menjamu rakyat desa-desa sekitar.

Dahulu dalam cerita orang tua didapat informasi bahwa pada pesta ini disembelih tidak kurang 75 ekor babi. Kini mengalami revitalisasi menjadi 25 hingga 50 ekor babi. Pada puncak acara pemilik pesta diarak dengan kursi tanduk (osa-osa) sebagai ritual utama yang bersangkutan berhak mendapat gelar bangsawan (balugu). Walaupun tidak semua orang setuju termasuk penulis, pada bagian ini dirasa cukup argumentatif bahwa pemilik pesta patut dilantik atas ‘kedermawanannya’ dengan memberikan hartanya untuk sekadar menghibur dan menyenangkan rakyat.

Pada poin ini 2 hal penting untuk direfleksikan: Pertama, dari aspek sejarah dan tradisi masyarakat Nias terbiasa dan menyukai pesta yang besar dan mahal sebagaimana suku-suku bangsa lainnya; Kedua, bahwa terlepas dari satu dua orang yang benar-benar ‘dermawan’ dalam menggelar pesta owasa, tetapi motif umum pelaksanaan pesta adalah untuk mengokohkan strata/harkat diri sendiri untuk diakui pada lingkungan sosialnya.

Hal ini tentu tidak bisa dikritisi lebih jauh selain berharap akan tumbuhnya kesadaran kolektif masyarakat Nias, juga pokok pembahasan ini sudah masuk pada wilayah pilihan pribadi, keputusan-keputusan personal, dan terakhir pun menggunakan uang pribadi pemilik/pelaksana pesta yang tentunya berkuasa sepenuhnya termasuk dalam menggelar pesta owasa untuk melegtimasi statuta adatnya.

Berbeda dengan agenda pilkada yang merupakan agenda publik dengan sumber pendanaan dari APBD. Publik memiliki hak untuk meminta Pilkada yang memiliki output yakni perbaikan nasib masyarakat. Pada bagian ini menjadi catatan penting bahwa perekrutan calon yang berkualitas dan amanah merupakan domain partai politik/gabungan partai politik sebagai pengusung calon.

Namun, perlu dicamkan bahwa lebih lanjut tanggung jawab pelaksanaan Pilkada yang demokratis, berbudaya dan bermartabat adalah bagian Penyelenggara Pilkada. Oleh karenanya tulisan ini mencoba menghadirkan catatan penting bagimana langkah awal KPU Kabupaten Nias memulai pagelaran Pilkada tahun 2015 di Kabupaten Nias Provinsi Sumatera Utara.

Hari Jumat 5 Juni 2015 bertempat di halaman Kantor KPUD Kabupaten Nias, Jalan Diponegoro nomor 478 Miga, Gunungsitoli, Sumatera Utara digelar sebuah acara sarat makna budaya pada kegiatan Launching Tahapan, Penandatanganan Pakta Integritas dan Sosialisasi. Acara ini tidak sekedar sosialisasi biasa, melainkan didesain menjadi arena aktualisasi nilai budaya lokal dalam mewarnai issue pesta demokrasi modern. Sehari sebelum pelaksanaan acara, halaman yang berukuran lebar 23M x Panjang 17M menjadi wadah menumpahkan seluruh gagasan ke-Niasan sekalian ke-Indonesiaan. Tanpa terkecuali mulai dari staf pendukung, staf honorer, staf pelaksana, pejabat sekretriat, sekretaris hingga komisioner KPU Kabupaten Nias bergotong royong dalam menghadirkan suasana ‘pesta’ ala Nias pada awal tahapan Pilkada tahun 2015. Dibawah tenda utama tersusun rapi 100 kursi berbalut kain warna orange, di sisi kiri depan berdiri panggung yang mana pada sayap kiri panggung tersebut beridiri 12 bendera partai politik. Lebih lanjut pada sisi kanan panggung berdiri instrumen musik Nias yakni gondra, aramba, saraina.

Selanjutnya pada sayap kanan halaman disusun 9 gong yang pada acara puncak dipukul serentak oleh sembilan perwakilan lembaga dan elemen masyarakat. Dan di Podium utama tertutup sebuah tirai berwarna kuning muda melindungi maskot Pilkada Nias yang pada puncak acara dibuka oleh Ketua Panwas dan penulis (selaku Ketua KPU Kabupaten Nias) menghadirkan sketsa burung Beo Nias sebagai lambang satwa tercerdas pada spesiesnya. Di tembok muka kanan kantor KPU Nias dipasang Baliho Tahapan Pilkada bertangga yang pada tangga akhir terdapat sektsa 1 pasangan kepala daerah terpilih. Di sisi kiri dekat panggung, terpasang 2 spanduk pertama spanduk Pakta Integritas Anggota KPU Nias memuat 9 butir ikrar, dan satu spanduk putih polos berjudul Harapan dan Pesan Pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Nias Tahun 2015 Berintegritas menjadi ruang khusus bagi undangan untuk menyampaikan harapan dan pesannya.

Baca juga:  Bupati Nias: Kades Ujung Tombak Program Pemerintah

Hujan deras di Gunungsitoli pagi itu sempat membuyarkan mimpi indah keluarga besar KPU Kabupaten Nias sebagai pelaksana acara. Bagaimana tidak, hujan deras campur angin kencang berkawan halilintar dan awan gelap menutupi bumi Nias. Pagi itu dalam kepasrahan penulis mengajak istri dan anak-anak berdoa kepada Tuhan agar diberikan cuaca yang mendukung acara tersebut.

Benar saja tepat pukul 8, alam mulai menunjukan keberpihakannya, hujan secara pelan mulai reda, satu persatu personel KPU Nias berdatangan dan menata ulang eksterior tempat acara yang sudah di luluhlantahkan oleh angin-hujan. Pagi itu kedatangan peserta yang tidak serentak karena cuaca ekstrem menjadi kesempatan yang baik digunakan oleh panitia untuk menata ulang lokasi pelaksanaan kegiatan dengan baik.

Tak bisa ditutupi rasa bahagia dan senangnya menjadi bagian kegiatan ini, kehadiran undangan dan tetamu dari berbagai elemen sebagai pemilik pesta yang sesunguhnya tak tertahankan air mata bahagia pun berlinang. Tepat jam 10 acara dimaksud dimulai.

Selain daripada sosialisasi dan koordinasi formil, setidaknya ada 3 tarikan napas energi pada pokok acara tersebut:

Pertama, ikrar dan penandatanganan Pakta Integritas Anggota dan Sekretariat KPU Kabupaten Nias menjadi sebuah instrumen gerakan moral bagi penyelenggara untuk imun terhadap godaan dan tekanan. Gerakan moral etik harus dimulai dan dipelopori secara seukarela oleh penyelengara.

Ke depan bahwa gerakan ini menjadi embrio terhadap gerakan yang meluas kepada peserta ekspan kepada pemilih. Pada akhirnya suatu hari kita boleh bermimpi memiliki sebuah era dimana pada pemilu kita nihil pelanggaran dan penyimpangan berkat ketetapan hati, kemauan, komitmen serta kesatuan gerak langkah semua elemen.

Kedua, Pelaksanaan penyampaian harapan dan pesan dari Undangan dimulai oleh Tokoh Agama Bishop Sarofati Gea dengan mengisi spanduk yang tersedia dan disusul oleh Pimpinan Parpol se Kabupaten Nias dan undangan lainnya. Pada spanduk yang disediakan masing-masing peserta diberikan tempat dan kesempatan untuk menuliskan harapan dan pesan Pilkada yang berkualitas.

Momentum ini sebagai instrumen dalam membangun rasa dan kepemilikan Pilkada menjadi agenda bersama semua pihak dan bukan hanya tugas dan tangung jawab penyelenggara. Penting untuk dicatatat bahwa ada 28 pesan perwakilan peserta dari instansi/lembaga/parpol/perseorangan yang menyampaikan pesannya terhadap pesan yang disampaikan dapat ditarik suatu garis besar yakni harapan akan terlaksananya Pilkada Nias jujur, adil, kredibel, berkualitas dan berintegritas. Ini menjadi semacam umpan balik yang ditangkap oleh KPU Kabupaten Nias sebagai penyemangat dalam memastikan optimisme sukses Pilkada 2015.

Ketiga, Penampilan Sanggar Budaya SMA Negeri 1 Gido Kabupaten Nias dengan Tari Fangowai ba Fame’e Afo dan Tari Famadogo Omo adalah sebagai wahana untuk merefleksikan tari keras dan tari lembut harta warisan budaya yang dimiliki oleh Nias. Dua kelompok tari yakni kelompok laki-laki (keras) dan kelompok perempuan (lembut) berpadu dalam iring-iringan instrumen khas Nias yakni Gondra, Aramba dan Saraina.

Harmonisasi bunyi dan gerak serta irama tersebut seakan meneguhkan lagu Indonesia Raya yang sebelumnya sudah di kumandangkan pada awal acara. Hal ini menjadi upaya sadar penyelenggara untuk menyertakan kurikulum budaya dan kerafian lokal dalam arena Pilkada. Dalam konteks ini dibutuhkan kesepakatan umum bahwa tujuan akhir kita adalah bukan sekedar Pilkada sukses namun pada prosesnya budaya dan identitas daerah juga terpelihara, laiknya suara pemilih dirawat orisinalitasnya dari hilir ke hulu dari TPS ke KPU.

Acara sederhana ini dihadiri oleh Bupati Nias, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Kabupaten Nias, Panwas, Pimpinan Parpol, Tokoh Agama, Pimpinan Perguruan Tinggi, Perwakilan Ormas/OMS/LSM/OKP, Media, Camat, Ketua PPK se Kabupaten Nias.

Kegiatan ini telah berlalu, namun suasana kepestaan masih terasa di lingkungan Kantor KPU Nias sebab-musebab umbul-umbul, spanduk-spanduk sengaja dibiarkan tetap terpasang sebagai tanda genderang Pilkada sudah dimulai. Tentu menjadi berbeda kalau acara ini dilaksanakan di hotel atau alun-alun kota tentu saja umubul-umbul tersebut hilang tak berbekas. Pilihan tempat pelaksanaan ini pun dari awal disadari bahwa efektif dan efesien sudah harus terintegrasi dalalam setiap tahapan dan program Pilkada sabagaimana asas penyelenggaraan Pemilu.

Pada akhirnya semua pihak beraharap bahwa Pilkada berintegritas yang menjadi topik pembicaraan pada acara tersebut mendapat tempat di hati dan pikiran penyelenggara, peserta dan masyarakat luas untuk mengambil peran secara kolektif dalam mewujudkan Pilkada yang substatntif berkualitas, beradab dan berbudaya terkhusus dibumi Nias, Indonesia pada umumnya. Semoga!

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.