GUNUNGSITOLI, KABAR NIAS – Gereja dari semua denominasi di Pulau Nias perlu peka dan didorong untuk peduli terhadap permasalahan anak. Kepedulian kepada anak perlu ditunjukkan dengan mempersiapkan pemimpin yang peduli terhadap permasalahan anak.
Hal itu mengemuka dalam seminar Kajian Teologi Anak Kontekstual yang digelar oleh Sekolah Tinggi Teologia (STT) Sundermann, Sabtu (14/5/2016). Seminar itu mendatangkan narasumber Abineri Gulö.
Dalam paparannya, Abineri Gulö membeberkan bahwa selama ini ada kecenderungan hamba Tuhan hanya fokus pada pelayanan rohaniah orang dewasa tanpa adanya pendidikan yang komprehensif untuk anak usia dini.
“Ini sekadar contoh, hamba Tuhan selama ini hanya lebih fokus pada pelayanan orang sakit dan juga jika ada warga yang bersukacita. Harus diakui bahwa masih belum maksimal bergerak pada masalah anak,” kata Abineri saat menyampaikan materi tentang Profil Anak Nias.
Disampaikan Abineri, data yang direkam pekerja sosial di Nias dari tahun 2014 terhadap kasus anak sebanyak 105 kasus. Tahun 2014, 36 kasus. Tahun 2015, 49 kasus dan semester I 2016 sebanyak 20 kasus. “Ini data dari Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) dan temuan ini hanya bersifat sampling yang teregister. Kemungkinan masih banyak yang belum dicatat,” ujarnya.
Karena itu, sudah saatnya gereja benar-benar menunjukkan perannya dalam permasalahan anak. “Apa yang terjadi beberapa waktu terakhir ini di Indonesia yang menimpa anak-anak, terutama kejahatan seksualitas, perlu menjadi perhatian bersama. Gereja tentu tidak boleh diam. Kita mendorong ada sebuah gerakan dan aksi nyata dari gereja, apa pun denominasinya,” kata Abineri kepada Kabar Nias.
Menyiapkan pemimpin yang memiliki pengetahuan khusus tentang penanganan permasalahan anak dirasa perlu dilakukan oleh gereja. “Selama ini sudah terlupakan dan terabaikan atau tepatnya belum menjadi perhatian utama gereja,” ujarnya.
Salah seorang peserta seminar, Pdt. Gustaf Harefa menilai bahwa ada pembedaan antara orang dewasa dan anak-anak dalam pelayanan oleh gereja. Hal itu bisa dilihat, misalnya saja seperti pada gedung pelayanan anak, tidak seperti gedung gereja orang dewasa.
“Tidak berlebihan jika mengatakan gereja kurang peduli dengan anak-anak. Lihat saja gereja yang ditempati orang dewasa hiasannya luar biasa, sedangkan untuk anak-anak bahkan ada yang hanya pinjam pakai,” ujar Pdt. Gustaf.
Gustaf setuju bahwa semua denominasi gereja yang ada di Pulau Nias sudah saatnya memikirkan dan bergerak serta menjadi bagian untuk mengantisipasi kekerasan terhadap anak jika tidak menginginkan adanya generasi yang hilang. [knc02w]