Home Featured Mendengarkan Suara Masyarakat

Mendengarkan Suara Masyarakat

0
Mendengarkan Suara Masyarakat
Ilustrasi: Daftar urutan partai peserta Pemilu 2019, 17 April 2019. Selain memilih wakil rakyat di berbagai tingkatan, juga dilakukan pemilihan presiden/wakil presiden, serta DPD. —Foto: Kliksatu.co.id

Oleh Adrianus Aroziduhu Gulö, Caleg No Urut 1 DPRD Sumut Dapil 8

Sungguh kesempatan sangat berharga yang diberikan kepada kami oleh Pastor Paroki Lahusa-Gomo P. More Pr dibantu P. Alfon Laia Pr dan Pastor Paroki Nias Tengah-Tögizita P. Thomas Maduwu OFM.Cap dibantu P. Cevin Waruwu OFM.Cap, dengan mengizinkan kami memperkenalkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg) kabupaten, provinsi, dan pusat pada saat musyawarah pastoral (muspas) yang dihadiri oleh para katekis, lektor, dan tokoh umat.

Muspas Paroki Lahusa-Gomo dilaksanakan pada 14-16 Oktober bertempat di Aula Paroki Lahusa-Gomo di Gomo dan Muspas Paroki Nias Tengah dilaksanakan 17-20 Oktober 2018 bertempat di Aula Paroki Nias Tengah di Tögizita. Saat seperti inilah keluhan masyarakat di akar rumput disuarakan. Keluhan mereka tidak boleh hanya didengar, tetapi harus didengarkan.

Pada acara itu, tanpa membeda-bedakan asal partai politik, Sekretaris Paroki Lahusa-Gomo Daniel Taföna’ö memberikan kesempatan yang sama kepada para caleg untuk memperkenalkan diri selama 15 menit. Sementara di Paroki Nias Tengah, Pastor Thomas Maduwu OFM,Cap mempersilakan para caleg memperkenalkan diri serta memaparkan visi, misi, program, dan motivasi menjadi caleg selama 30 menit.

Pada saat perkenalan, saya menyampaikan bahwa setelah acara akan dibagikan buku saya berjudul Kenangan Indah Selama Menjadi Bupati. “Semoga ada waktu bapak-ibu membacanya.” Dalam buku itu saya beberkan tentang sejumlah pencapaian dan suka-duka selama menjabat sebagai Bupati Nias Barat periode 2011-2016.

Adapun nama-nama caleg yang hadir pada Muspas Paroki Lahusa-Gomo yaitu: (1) Temaziduhu Baene dari Partai Golkar caleg Kabupaten Nisel; (2) Efendi Ndruru dari Partai Nasdem, caleg Kabupaten Nisel; (3) Ernelius Ndruru dari Partai Gerindra, caleg Kabupaten Nisel; (4) Töngöni Taföna’ö, BA dari Partai Perindo, caleg Kabupaten Nisel; saya (5) Adrianus Aroziduhu Gulö, SH, MH, nomor urut 1 dari Partai Demokrat, caleg Provinsi Sumut; (6) Ir. Barnabas Yusuf Hura, MM dari PAN  caleg pusat. Sementara yang hadir pada Muspas Paroki Nias Tengah, yaitu saya dan Ir. Barnabas Yusuf Hura, MM dari Partai Amanat Nasional Dapil 2 Sumut nomor urut 2.

Sebagaimana biasanya, setelah para caleg memperkenalkan diri, moderator memberikan kesempatan kepada peserta memberi pertanyaan ataupun tanggapan. Salah satu dari beberapa tanggapan paling terkesan yang menarik perhatian saya adalah ”Kami berdoa agar para caleg sehat, sukses, dan berhasil. Ingat  peluang untuk menang sangat tipis karena saingan sangat banyak. Kami harapkan para caleg selain siap menang harus juga siap kalah. Kenapa? Apabila nanti kalah sudah siap mental sehingga tidak putus asa, kecewa, dan stres. Jangan sampai setelah pemilu ada yang ketawa-ketawa sendiri tanpa alasan, he-he-he. Itu namanya stres! Bersaing sehat, jangan memfitnah dan menghina satu sama lain, apalagi menghina agama dan suku.”

Ke Mana Suara Kami?

Salah seorang peserta Muspas Paroki Nias Tengah-Tögizita bertanya: “Apakah pada pileg tahun 2019 ada jaminan suara kami tidak hilang? Atau diberikan kepada orang lain? Kami bertanya ini bukan tanpa alasan. Sebab, pada Pileg 2014, suara kami banyak yang hilang. Contoh, di TPS saya, sebenarnya suara Si A 40, suara Si B 50, suara Si C 70 dan seterusnya. Setelah sampai di PPK kecamatan, suara Si A, Si B, Si C hilang setengah. Yang lebih parah lagi, sesudah sampai di KPU kabupaten hilang ditelan bumi tanpa bekas. Kepada siapa diberikan suara kami? Ini kan kecurangan. Cara-cara ini adalah termasuk pembodohan masyarakat; sudah bodoh, dibodoh-bodohi lagi. Pengalaman pahit inilah yang membuat kami malas datang ke TPS, takut suara kami diberikan lagi kepada orang lain yang tidak kami pilih dan tidak berhak. Di mana saksi di TPS, PPK, KPU, dan Panwas di setiap tingkatan? Apakah mereka sudah melakukan persengkokolan jahat dengan caleg yang tidak bermoral? Ini fakta, bukan dikarang-karang,” tandas bapak itu.

Mendengar pertanyaan dan pernyataan bapak tersebut, penulis hanya geleng-geleng kepala sambil termenung, bertanya dalam hati, mengapa pada masa reformasi ini masih ada orang yang tega mencederai demokrasi yang telah diperjuangkan dengan darah? Mengapa masih ada caleg yang menghalalkan segala cara untuk dapat duduk di legislatif? Akhirnya saya mencoba menanggapi.

”Kita semua berdoa agar pada Pileg 2019 tidak terjadi lagi yang dikhawatirkan oleh bapak-ibu. Hal ini tidak terjadi kalau semua pihak bekerja sesuai norma dan aturan yang ada serta tidak tergiur kebendaan. Lebih penting lagi jika menjadi saksi, jangan lupa mengambil Formulir C, karena Formulir C sebagai bukti otentik apabila mengajukan keberatan atas penetapan suara di setiap tingkat. Sebenarnya kalau pelaksana pemilu, saksi, dan panwas di setiap tingkatan tegas serta tidak mau kompromi, kecurangan dapat diminimalisasi.”

Baca juga:  Kadis Pendidikan Nias Mestinya Berani Ambil Tanggung Jawab

Walaupun saya bukanlah lulusan dari Jurusan Psikologis, tetapi saya bisa melihat dari gerak, gestur, reaksi, dan raut muka yang menggambarkan bahwa penanya tidak puas atas jawaban saya. Mengapa? Sebab, saya hanya menjawab secara normatif. Penulis bukan pelaksana pemilu, bukan panwas pemilu dan bukan aparat penegak hukum yang bisa bertindak atas kecurangan tersebut. Penulis hanya salah seorang caleg, yang bisa saja menjadi “calon korban” dari orang-orang yang mau besengkokol jahat. Semoga tidak.

Saya sampaikan, sebagai orang yang beriman kepada Tuhan, kita berdoa dan berharap agar Tuhan menjauhkan kita dari ketidakadilan, kecurangan pengurangan suara. Namun, apabila hal itu tetap terjadi, karena kekerasan hati manusia, kita siap dan tabah menghadapinya. Anggaplah hal itu sebagai penguat iman.

Di Luar Dugaan

Dari kedua muspas, peserta tidak hanya bertanya dan menanggapi tentang Pemilu 2019. Mereka juga bertanya beberapa hal, seperti pembangunan jalan/jembatan provinsi/kabupaten, pemeliharaan jalan/jembatan, harga getah karet (mengapa tidak naik-naik), sekolah gratis, harga kopra, bagaimana agar anaknya yang sudah sarjana bisa mendapat pekerjaan,  penerimaan CPNS, dan bagaimana agar bisa lulus, termasuk juga soal pemekaran provinsi/kabupaten.

Sungguh di luar dugaan bahwa ada peserta yang bertanya dan memberikan pernyataan, kapan pemekaran Provinsi Kepulauan Nias menjadi kenyataan? Apakah Kabupaten Nias Selatan masih bisa dimekarkan? Apa ada kendala? Setelah bertanya, ia menyampaikan pernyataan begini: “Hanyalah dengan pemekaran Kepulauan Nias menjadi satu provinsi di bagian barat Sumatera, masyarakat Nias bisa keluar dari kemiskinan, keterbelakangan, keterisolasian. Coba kita perhatikan Kabupaten Nias Barat, dulu Onolimbu pada 2008 masih hutan karet, jalannya sempit dan berlumpur. Sekarang? Sudah nenjadi kota baru dengan adanya pembangun jalan, kantor pemerintah dan rumah-rumah penduduk. Demikian juga Nisel, Nisut, dan kota Gunungsitoli perkembangannya sangat signifikan. Selain pembangunan banyak, juga terbuka lapangan kerja, bertambahnya aparatur sipil negara, adanya penerimaan ASN. Inilah dampak positif pemekaran”.

Coba dibayangkan kalau Nias belum mekar. Paling besar APBD setiap tahun sekitar Rp 8oo miliar. Sekarang? Lima daerah otonom APBD-nya sekitar Rp 3 triliun. Artinya 3 triliun tiap tahun uang berputar di Kepulauan Nias, belum termasuk APBD provinsi dan APBN. Apabila Nias sudah jadi provinsi, para bupati, DPRD, pimpinan OPD, ASN tidak perlu ke Medan lagi untuk rapat. SPPD untuk rapat ke Medan bisa buat membangun beberapa kilometer jalan setiap tahun. Pengawasan jalan/jembatan provinsi dan nasional cepat dan dekat. Anggaran provinsi juga pasti ada untuk membangun wilayahnya dan yang lebih penting lagi adalah pelayanan masyarakat semakin dekat dan cepat, dan seterusnya.

Memang, dulu hanya satu kepala daerah (raja kecil),sekarang 5 kepala daerah. Dulu anggota DPRD hanya 45 orang. Sekarang setelah mekar menjadi lima daerah otonom jumlah anggota DPRD  130 orang. Jabatan struktural esolon II, III, IV lima kali lipat, dan seterusnya.

Memang, harus diakui, semakin banyak juga orang yang menyalahgunakan jabatannya. Artinya semakin banyak orang yang punya jabatan, semakin banyak juga orang yang berpotensi melakukan korupsi. Namun, mereka yang melakukan korupssi itu adalah mereka yang tidak cinta Nias, orang serakah, orang bebal, orang yang tidak punya malu, orang yang tidak bermoral dan tidak takut pada Tuhan, tandas bapak itu dengan berapi-api.

Mendengar tanggapan peserta muspas itu, penulis manggut-manggut kepala tanda salut sekaligus heran. Penanya ini pintar dan punya wawasan serta berani memberikan kuliah umum kepada mantan bupati, mantan anggota DPRD dua periode bapak Ayiyudin Hulu, SKM, pengusaha sukses bapak Ir, Barnabas Yusuf Hura MM, dan Pastor Paroki P. Thomas Maduwu OFM.Cap serta mantan Kepala Biro Kerawam Keuskupan Sibolga yang salah satu tugasnya, yaitu peningkatan kesadaran politik umat. Hebat dan saya salut.

Penulis memaknai tanggapan bapak tersebut menandakan bahwa pemekaran Provinsi Kepulauan Nias—yang digawangi oleh BPP-PKN dengan Ketua Umum Bapak Mayjen TNI (Purn) Drs Christian Zebua, MM—adalah kebutuhan mendesak dan solusi peningkatan kesejahteraan masyarakat Nias. Untuk itu, marilah kita bersama-sama, bahu-membahu menyukseskan Kepulauan Nas menjadi provinsi, demi anak cucu kita. Sambil menyukseskan Pemilu Legislatif dan Presiden 2019. Semoga.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.