Video berupa pidato provokasi dari salah satu politisi, Marinus Gea, anggota DPR RI, daerah pemilihan Provinsi Banten, mengundang polemik di masyarakat, terutama di khalayak warga Kabupaten Nias. Tak sedikit yang mengecam pernyataan yang kurang mendidik itu.
Dari video tersebut terlihat jelas Marinus memprovokasi para pendukung pasangan calon yang ia usung, yakni 01, untuk tidak memilih paslon yang tidak berasal dari Kabupaten Nias. Pernyataan ini sudah jelas diarahkan kepada paslon nomor urut 2, yaitu Christian Zebua-Anofuli Lase.
Setelah video ini tersebar luas di media sosial, tak sedikit yang mempertanyakan tentang fa’a’ononiha Marinus Gea. Seharusnya jika dia memiliki hati untuk membangun Nias, tidak patut mengeluarkan ungkapan yang tidak mendidik itu. Ya, dia memang mendukung salah satu paslon, itu kita hargai. Namun, kala ia mengeluarkan pernyataan yang provokatif dan cenderung menumbuhkan benih-benih perpecahan dengan mengotak-kotakkan ono niha, di situlah masyarakat mulai angkat bicara.
Tak sedikit yang menyayangkan ungkapan yang mengarah pada SARA itu. Marinus Gea seharusnya memiliki materi dan konten kampanye yang lebih bermutu, intelek, dan bisa memberikan contoh cara berpolitik santun kepada masyarakat dengan mengungkapkan kelebihan dari paslon yang ia dukung. Bukan malah sebaliknya, menimbulkan kebencian dengan politik identitas. Tak salah jika banyak orang berasumsi bahwa paslon usungannya memang tidak memiliki visi-misi yang bisa diandalkan untuk disampaikan kepada masyarakat agar dipilih.
Di sisi lain, kita yakin betul, Marinus sebenarnya tahu persis bahwa isu yang sedang disampaikannya sangat tidak logis. Banyak pihak bertanya-tanya mengapa sampai materi kampanye itu bisa ia cetuskan di kalangan masyarakat Nias. Apakah ia menganggap orang Nias bodoh dan tidak bisa berpikir logis? Kita tidak tahu.
Kita menduga, sebenarnya dia mengerti betul bahwa siapa pun berhak untuk menjadi bupati di Kabupaten Nias lewat proses yang konsitusional. Menyuruh orang untuk tidak memilih Christian Zebua karena dia orang Gunungsitoli bukankah itu sesuatu lucu dan tidak masuk akal. Lewat tulisan ini kita balik bertanya, saat Ahok dan Jokowi dicalonkan oleh PDI-P dan Gerindra apakah Marinus juga menentangnya bahwa Ahok dan Jokowi tidak boleh memimpin di DKI? “Anda jangan menggunakan standar ganda”. Begitu kata salah seorang netizen.
Marinus juga tidak lupa bahwa ada orang Jawa yang bernama Djarot menang mutlak di Kabupaten Nias waktu pemilihan anggota legislatif untuk DPR pusat. Lalu, ketika itu Marinus ke mana? Jika dia benar punya hati membangun Nias. Padahal, ada orang Nias yang ikut berkompetisi dengan Djarot ketika itu. Sekali lagi, mengapa Marinus diam saja ketika itu?
Jika dia menyadari bahwa pernyataannya keliru, kita menunggu penarikan ucapannya di depan umum. Marinus Gea tentu akan merasakan bagaimana rasanya jika seandainya saat dia mencalonkan diri di Banten itu dilakukan hal yang sama. “Anda orang Nias, tidak boleh mencalonkan diri di Banten.” Namun, orang Banten ternyata memiliki hati yang lebih mulia dibandingkan dengan Anda. Anda jangan memecah belah orang Nias hanya karena kepentingan sesaat. Politik yang santun dan berbudaya harusnya itu yang kita bangun di bumi Nias. (Apolonius Lase)