Oleh Apolonius Lase | [icon name=”twitter” class=”” unprefixed_class=””] @apollolase
“Alone we can do so little; together we can do so much.” Ungkapan Hellen Keller ini sering sekali dikutip. Jika sendiri, kita bisa melakukan sedikit; tetapi jika bersama-sama, kita bisa melakukan banyak hal (termasuk hal-hal yang besar).
Agaknya ini relevan sekali dengan pertemuan para pemangku kepentingan (stakeholder) di Telukdalam, Nias Selatan, pada diskusi kelompok terfokus (focus group discussion/FGD) tentang pariwisata. FGD yang diinisiasi oleh Badan Persiapan Pembentukan Provinsi Kepulauan Nias bersama diaspora Nias serta didukung sepenuhnya oleh Forum Kepala Daerah Kepulauan Nias ini mengambil tempat di Hotel Yonas, Telukdalam, bersamaan dengan berlangsungnya Festival Ya’ahowu Nias 2018, Senin, 19 November 2018.
Tak kurang Ketua Umum BPP-PKN Christian Zebua dalam berbagai kesempatan terus menyuarakan bahwa Kepulauan Nias membutuhkan peta jalan pembangunan dan pengembangan Kepulauan Nias dari sekarang hingga 30 tahun ke depan. “Ketika nanti Kepulauan Nias sudah jadi provinsi, kita tidak lagi meraba-raba apa yang hendak kita perbuat. Untuk itu, salah satu program BPP-PKN adalah membantu Forkada agar Kepulauan Nias memiliki blue-print pembangunan hingga 30 tahun ke depan. Saya berharap, FGD khusus pariwisata ini bisa menjadi bahan untuk blue print kita,” ujar Christian.
Ketika berbincang-bincang dengan Ketua panitia pelaksana FGD Fönali Lahagu, yang juga tokoh komunitas diaspora (OTT) dan Ketua Tim Teknis BPP-PKN, tersirat antusiasme yang tinggi terutama kebersamaan dalam memikirkan pengembangan pariwisata di Kepulauan Nias. Menurut dia, baru kali ini terlaksana curah pendapat yang dihadiri oleh hampir semua pemangku kepentingan dari 4 kabupaten 1 kota.
Momentum ini memberikan sepotong harapan untuk kemajuan pariwisata di daerah paling luar di sebelah barat NKRI ini. Tak dimungkiri, ada banyak hal yang masih perlu ditata, terutama di tiga sektor penting pariwisata, yakni atraksi, amenitas, dan aksesbilitas (3A). Itu memerlukan kolaborasi semua pihak. Apalagi untuk konteks Kepulauan Nias, diperlukan kerja sama antara kelima daerah.
Konsep 3A ini sebenarnya bukanlah hal baru. Namun, kita mengharapkan kembali konsep ini disosialisasikan agar semua pemangku kepentingan serta seluruh masyarakat bisa memahaminya. Atraksi perlu terus dibenahi. Ini menyangkut apa yang akan disuguhkan kepada pengunjung di setiap destinasi wisata. Diperlukan kajian dan pengembangan tanpa henti untuk mempersembahkan keindahan terbaik bagi wisatawan. Untuk sesi atraksi ini, Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Kepemudaan, dan Olahraga Kabupaten Nias Selatan Anggreani Dachi akan menjadi narasumber.
Amenitas menyangkut sarana-prasarana akomodasi bagi para wisatawan, seperti ketersediaan hotel yang baik dan nyaman, restoran, warung, termasuk sarana publik seperti tempat ibadah, toilet umum, tempat parkir, layanan perbankan dan tempat penukaran uang. Sarana ini harus dijamin ketersediaannya di sebuah destinasi wisata. (Tafaewasi Wau, seorang pelaku kepariwisataan yang menetap di Bali, akan membeberkan soal ini kepada peserta).
Tak kalah penting, aksesibilitas, seperti jalan dan infrastruktur lainnya, rambu-rambu penunjuk jalan, sarana transportasi yang bisa mengantarkan wisatawan berada di tempat wisata yang dituju. (Equator Daeli untuk Aksesbilitas ini menjadi narasumber).
Dari FGD ini kita mengharapkan para peserta bisa menyumbangkan pemikiran agar 3A di setiap destinasi wisata di Kepulauan Nias terpenuhi dengan baik. Baru, setelah semua itu terpenuhi, promosi pun layak dilakukan.
Realitas Pariwisata Nias
Bagaimana kondisi pariwisata Kepulauan Nias saat ini? Ya, belum ada kesatuan visi di antara semua daerah. Setiap daerah cenderung jalan sendiri-sendiri. Kita mahfum bahwa ini terjadi karena keberadaan daerah yang sudah memiliki otonomi sendiri dan merasa berhak menjalankan program pariwisatanya sendiri.
Akan tetapi, kondisi saat ini, semua daerah perlu bersatu. Apalagi kehendak kita semua untuk menjadi provinsi sendiri. Kolaborasi mutlak harus segera dimulai. Dengan demikian, peta jalan pembangunan kepulauan Nias, termasuk pariwisata, bisa paralel dengan cita-cita pembentukan provinsi.
Salah satu hal yang perlu diangkat di FGD kali ini adalah bagaimana agar lima daerah ini bisa memiliki kesatuan hati bahwa pariwisata harus ditangani terpadu satu daerah dengan daerah lainnya. Kita mengharapkan segera ada lembaga ad hoc yang menjadi penyelenggara setiap acara pariwisata. Lembaga ini diharapkan kelak menjadi cikal-bakal badan usaha yang profesional sehingga pariwisata Kepulauan Nias maju dan menjadi tujuan utama pariwisata nasional sebagaimana kita cita-citakan bersama.
Belum adanya keseriusan menggarap destinasi sehingga layak didatangi wisatawan menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Keseriusan ini berarti setiap daerah diharapkan fokus untuk menggarap 3A di suatu daerah yang mereka miliki. Ini juga berarti perlu ada pemetaan di setiap daerah. Agar fokus—saya setuju dengan pemikiran Fönali Lahagu, seperti pernah saya juga tulis beberapa waktu lalu di tulisan lain—setiap daerah perlu menetapkan paling banyak tiga daerah wisata yang akan digarap dengan serius selama lima tahun ini. Artinya kita punya 15 daerah wisata dalam lima tahun hingga 2024. Bayangkan jika 10 tahun ke depan, kita punya 30 titik atau tempat wisata yang layak didatangi oleh wisatawan.
Sumbang Pemikiran
Setiap pemangku kepentingan yang hadir pada FGD ini diharapkan menyumbangkan pemikiran seperti apa idealnya pariwisata di Nias, harapan, serta bisa mengetahui apa tanggung jawabnya dan bagaimana melaksanakannya.
Namanya diskusi kelompok terarah, artinya ajang ini bukanlah tempat untuk berdebat, bukan juga ajang untuk saling menyalahkan. Yang ada adalah mencari solusi setiap permasalahan untuk kemudian dihadapi bersama.
Sekali lagi, FGD ini menjadi menjadi awal mula yang baik bagi tumbuhnya kepariwisataan di Kepulauan Nias. Paradigma lama harus diubah, yakni pariwisata sebagai bussiness as usual. Kini saatnya Revolusi Industri 4.0 yang menuntut pemanfaatan teknologi setiap sektor kehidupan, termasuk pariwisata, perlu diterapkan.
Baca juga: Persiapkan Pariwisata Kepulauan Nias secara Serius, Tidak Setengah-setengah
Hotel-hotel harus berbenah dengan menyesuaikan diri dengan perkembangan kencang di kancah global. Cara pembayaran yang saat ini lebih mengutamakan uang elektronik (e-money) dan sudah mengurangi pembayaran dengan uang tunai, harus mulai diterapkan secara bertahap. Begitu juga dengan mekanisme pemesanan hotel yang mestinya harus sudah bisa dilakukan dalam jaringan (online) atau digital. Artinya, investasi modal sedikit perlu diarahkan pada sektor pemanfaatan teknologi ini.
Peran Nyata
Menilik latar belakang para peserta FGD adalah mereka yang benar-benar terjun langsung berkecimpung pada bidang pariwisata di Kepulauan Nias. Tidak hanya itu, dinas-dinas terkait, seperti dinas yang menangani keuangan daerah diharapkan dapat menguatkan pariwisata lewat penganggaran. Begitu juga dinas PUPR yang bertanggung jawab pada infrastruktur sehingga ada prioritas pengerjaan proyek pada akses menuju tempat wisata. Kehadiran Ketua DPRD dan para anggota DPRD lainnya juga akan mempercepat mendukung prioritas penganggaran serta pembuatan peraturan daerah untuk pariwisata. Dengan FGD ini, siapa mengerjakan apa bisa menjadi terang benderang.
Namanya diskusi kelompok terarah, artinya ajang ini bukanlah tempat untuk berdebat, bukan juga ajang untuk saling menyalahkan. Yang ada adalah mencari solusi setiap permasalahan untuk kemudian dihadapi bersama.
Peran industri pariwisata atau para pelaku pariwisata juga menentukan dalam pengembangan pariwisata, seperti pihak perhotelan, usaha kuliner, dan agen perjalanan Selain memberikan pelayanan yang baik, hospitality, juga perlu menjadi lembaga promosi untuk setiap tempat pariwisata.
Rasanya ke depan ini, FGD untuk program-program yang lebih spesifik agar terus dilakukan dengan peserta yang lebih dipersempit lagi.
Sukses untuk pelaksanaan FGD.