GUNUNGSITOLI, KABAR NIAS — Masyarakat Nias di mana pun berada, terutama yang berada di perantauan, diharapkan tetap bangga dengan identitasnya sebagai orang Nias. Sangat disayangkan, jika ada orang Nias yang merantau mengganti nama dan marganya. Padahal, eksistensi orang Nias akan menjadi promosi secara tidak langsung tentang Nias.
Demikian benang merah sambutan Kepala Polisi Resor (Kapolres) Nias Ajun Komisaris Besar Polisi AKBP Bazawatö Zebua, mewakili unsur Muspida Kota Gunungsitoli, pada acara Grand Final Pemilihan Duta Wisata Kota Gunungsitoli Tahun 2016 dengan tema “Peduli Pariwisata Menuju Kota Gunungsitoli yang Maju, Nyaman, dan Berdaya Saing”, di gedung Auditorium STT BNKP Sunderman Gunungsitoli, Sabtu (21/5/2016).
[pullquote align=”full” cite=”” link=”” color=”” class=”” size=””] “Pengalaman saya selama di luar Nias, banyak orang Nias yang malu menyebut dirinya orang Nias. Malah mengganti identitas mereka. Sejatinya, kita sebagai orang Nias mesti harus bangga dengan keniasan kita. Namun, realita yang terjadi, kebanyakan malu,” kata Bazawatö.[/pullquote]
Akibat dari mengganti identitas diri di perantauan, orang lain cukup merendahkan martabat orang Nias. Jika terjadi kecelakaan, penolong begitu sulit mencari alamat yang bersangkutan. Selain itu, menurut Bazawatö, mengganti nama dan marga juga sering terjadi di beberapa daerah karena ulah beberapa oknum yang tidak memahami tata krama dan etika.
“Hanya gara-gara sering mabuk tuo nifarö atau tuak Nias, tak sadar apa yang akan diperbuat. Jadinya, tindakan itu membuat orang lain benci dan jadinya digeneralisasi ke semua orang Nias lainnya,” ujarnya.
Orang Nias, kata Bazawatö, mesti bangga berasal dari luar Pulau Sumatera Utara sebelah barat itu. Penyebutan nama orang Nias dan marga unik dan cukup asing didengar orang lain. “Seperti nama saya ini, kalau orang luar mengatakan sama makanya dengan Bawölato. Makanya terkadang saya dikatakan Kapolres Bawölato. Padahal, jauh beda maknanya. Nama saya Bazawatö, beda dengan Bawölato. Nama orang Nias itu unik dan bermakna,” kata Bazawatö mencontohkan.
Untuk itu, melalui pemilihan duta wisata Kota Gunungsitoli tahun 2016, bagi yang terpilih memiliki beban menyosialisasikan budaya dan potensi wisata di mata dunia. Demi hal miring yang sudah terdengar terkikis dan orang semakin berniat berlibur di Pulau Nias. “Duta merupakan cerminan Kota Gunungsitoli”.
Pembenahan Lokasi Wisata
Menurut Kapolres Nias, khususnya di Kota Gunungsitoli, cukup sulit diceritakan kepada pihak luar yang menjadi andalan wisata. Dia melihat pihak terkait yang mengembangkan hal ini belum menyamakan persepsi dan menggali potensi wisata untuk disosialisasikan kepada masyarakat umum. Secara umum, yang dikenal di luar hanya hombo batu dan selancar.
“Pertanyaannya adalah wisata di Kota Gunungsitoli itu apa? Ini harus dirumuskan agar ada pemahaman yang sama. Jika pihak luar datang dan menanyakan, setiap masyarakat bisa menjelaskan. Kalau saat ini terkadang orang luar bingung,” kata Bazawatö.
Dengan adanya penetapan lokasi wisata, peluang mengembangkan begitu besar. Untuk itu, kata Bazawatö, mesti menjunjung tinggi peradaban budaya lokal dan etika karena orang Nias itu dikenal sebagai warga yang gigih.
Senada dengan itu, Wakil Ketua DPRD Kota Gunungsitoli Hadirat Gea mengatakan, selama ini Dinas Pariwisata Kota Gunungsitoli setiap rapat dengan lembaganya hanya menyosialisasikan lokasi wisata tempat pelelangan ikan (TPI).
“Setiap rapat dengan DPRD yang diusulkan pengembangan hanya lokasi TPI, entah apa itu. Makanya DPRD tidak mau menyetujuinya,” kata Hadirat.
Politisi dari PDI Perjuangan itu meminta kegiatan pemilihan duta wisata tidak sekadar rutinitas tahunan dan apalagi hanya menyukseskan Program 100 Kerja Wali Kota dan Wakil Wali Kota Gunungsitoli. Namun, bagaimana generasi baru menjadi pelopor membangun karakter bangsa lebih khusus Kota Gunungsitoli dapat dikenal di dunia. “Saat ini banyak anak bangsa yang lupa siapa dia sebelumnya,” kata Hadirat.
Wali kota Gunungsitoli Lakhömizaro Zebua, dalam sambutannya, berjanji, selama kepemimpinannya akan serius mengembangkan daerah wisata Kota Gunungsitoli. Namun, pelaku usaha wisata harus meningkatkan pelayanan dari berbagai hal.
Kota Gunungsitoli sebagai “Rumah Kita” yang lokasi wisatanya minim, hal yang dikembangkan melalui jasa. “Penyediaan bus wisata, jasa yang dapat dijual seperti hotel, transportasi, dan restoran,” ujarnya.
“Jangan bercerita hotel berbintng 1 atau bintang 5, tetapi bagaimana menata setiap kamar yang ada dan tata krama setiap melayani tamu,” kata Lakhömizaro yang meminta Kepala Dinas Pariwisata selalu melibatkan setiap pegembang penginapan di Kota Gunungsitoli dalam acara seperti ini.
Disampaikan lelaki yang akrab disapa Ama Martha itu, saat ini semua kepala daerah di Pulau Nias telah sepakat mengembangkan daerah wisata yang berkesinambungan. Untuk di Kota Gunungsitoli, November 2016, akan melaksanakan “Pesta Ya’ahowu” dan tahun 2017 membangun sekolah pariwisata yang dananya dari Kementrian Pariwisata Republik Indonesia.
“Sekolah ini nantinya menampung seluruh generasi muda di Pulau Nias melalui seleksi dan setelah tamat diharapkan menjadi tonggak penggerak wisata di daerahnya,” katanya mengakhiri. [knc02w]