Home Featured Besar, Peran Media Massa dalam Pilkada Serentak 2015

Besar, Peran Media Massa dalam Pilkada Serentak 2015

0
Besar, Peran Media Massa dalam Pilkada Serentak 2015
Maskot Pemilu 2014, Si Kora, mengajak warga datang memilih. Untuk menarik perhatian pemilih, KPU diimbau kreatif membuat maskot pada pilkada di daerahnya masing-masing. —Foto: http://menara-fm.com/

Sebagai bagian dari sistem dalam masyarakat (subsistem) lembaga pers atau media massa sesungguhnya memiliki peran yang sangat strategis dalam menyukseskan pesta demokrasi di Indonesia, yakni pemilihan kepala daerah yang diaksanakan secara serentak pada 9 Desember 2015.

Media massa yang disebut sebagai pilar keempat kekuasaan (fourth state) ini dalam berbagai platform, baik cetak, elektronik, maupun siber (online), yang memiliki fungsi menyampaikan informasi, edukasi, hiburan dan kontrol sosial, memiliki tanggung jawab dalam mengawal pilkada serentak ini. Ada kebutuhan dan hak-hak publik untuk mengetahui informasi terkait pilkada yang harus dipenuhi oleh media massa.

Karakteristiknya yang bisa memasuki ruang privat, media massa merupakan perpanjangan tangan hak-hak sipil atau hak publik (baca: rakyat). Seperti kita ketahui, dalam negara yang demokratis di mana kekuasaan ada di tangan rakyat, publik memiliki hak untuk mengetahui informasi, termasuk mengontrol dan mengawasi pemerintahan untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.

Seperti adagium yang cukup terkenal yang disampaikan oleh Lord Acton dari Inggris, “Kekuasaan itu cenderung korup, kekuasaan yang absolut (mutlak) cenderung korup secara mutlak juga (The power tends to corrupt, the absolute power tends to absolute corrupt”). Karena itu, semua hal terkait kepentingan masyarakat banyak harus dapat diketahui atau diinformasikan secara terbuka oleh publik, salah satunya melalui media massa.

Dalam catatan ini, kita ingin membahas peran media massa dalam menyukseskan dan mengawal program pemerintah yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan penyelenggara lainnya, yaitu Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Serentak, 9 Desember 2015.

Kita bisa bayangkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan sangat kerepotan jika harus mendatangi setiap warga satu per satu untuk sosialisasi setiap tahapan pilkada, misalnya, cara mencoblos, cara berkampanye, aturan-aturan pemasangan iklan di media massa, hingga hal-hal lain yang mesti diketahui oleh masyarakat tanpa terkecuali.

Keberadaan media massa yang bisa mengisi kekurangan dari kondisi ini. Informasi yang akan disosialisasikan oleh KPU agar bisa diketahui oleh masyarakat dengan memanfaatkan media massa yang ada.

Salah satu contoh misalnya terkait ketentuan pemasangan iklan di media massa. Banyak yang belum tahu bahwa, menurut ketentuan dalam Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2015, pemasangan iklan di media massa itu dilakukan 14 hari sebelum memasuki hari tenang. Masyarakat luas dan media massa pun mungkin ada yang belum mengetahui masa tenang itu kapan? Biaya pemasangan iklan dibayar siapa? Materi iklan dibikin oleh siapa? Lalu apa saja sanksinya jika menyalahi aturan-aturan tersebut?

Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan kita, apakah KPU di Pulau Nias, misalnya, sudah memanfaatkan media secara maksimal untuk menyosialisasikan semua aktivitasnya sehingga bisa diketahui oleh umum? Kemudian, pertanyaan lainnya, apakah juga media massa sudah menjalankan fungsinya sebagai media dalam arti yang sebenar-benarnya.

Sinergisitas

Beberapa waktu lalu, salah seorang komisioner KPU dari Pulau Nias bercerita kepada penulis bahwa pihaknya serba salah berkomunikasi dengan media massa yang beroperasi di wilayah mereka. Ada “wartawan” yang datang ke KPU itu selalu saja fokusnya uang, uang, dan uang.

“KPU itu punya dana terbatas khusus untuk media massa. Jika pagi ada ‘wartawan’ datang minta Rp 100.000, siang-siang ada lagi datang minta Rp 100.000. Jika lima orang saja datang setiap hari, dari mana uang Rp 500.000 dalam sehari diambil,” ujarnya kepada penulis. Akibatnya, komisioner KPU itu pun mengaku pihaknya menjaga jarak terhadap media massa. Padahal, sebenarnya banyak hal yang bisa diangkat oleh media massa terkait kegiatan KPU. Akibatnya, sosialisasi hanya dilakukan sekenanya lewat pemasangan spanduk-spanduk, penempelan pengumuman di papan pengumuman, dan sekali-sekali di media sosial.

Kita membaca di media massa dan juga di media sosial tentang keluhan masyarakat terkait minimnya sosialisasi dari KPU dalam pengadaan Debat Publik, beberapa waktu lalu. Jika saja KPU memiliki “hubungan harmonis” dan semangat sinergisitas dengan media massa, setiap aktivitas dan kegiatan yang perlu diketahui umum bisa disosialisasikan secara masif lewat media massa. Kita menyayangkan bagaimana Debat Publik di Kabupaten Nias Utara dan Nias Barat, misalnya, tidak terpublikasikan jauh-jauh hari sebelumnya. Bahkan, di media massa pun sepi pemberitaan soal ini.

KPU boleh saja berkilah, mereka sudah mengajak RRI untuk bersinergi dan menyiarkan langsung acara tersebut. Namun, apakah itu sudah cukup efektif? Bisakah itu ada jaminan bahwa RRI bisa menjangkau semua orang calon pemilih di wilayah itu? Sejauh mana masyarakat Nias kini menjadikan radio sebagai sumber informasi utama? Bagaimana dengan masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap radio?

Baca juga:  Peran Penting Orangtua terhadap Pendidikan dalam Keluarga

Sekali lagi, di negara demokratis ini, ada hak masyarakat yang harus dipenuhi, yakni hak mendapatkan informasi seluas-luasnya dari penyelenggara kekuasaan. Dalam hal ini KPU tentu wajib memenuhi hak itu dan media massa turut berandil soal itu.

Hemat saya, KPU dan juga instansi-instansi lain melupakan satu hal terkait pentingnya menggandeng semua pemangku kepentingan, termasuk media massa, untuk menyosialisasikan pilkada agar masyarakat bisa mendapatkan informasi yang terang benderang. Dengan informasi yang masif, cita-cita pelaksana Pilkada, seperti yang dicanangkan oleh KPU Kabupaten Nias untuk meraih partisipasi masyarakat dalam hal menggunakan hak pilihnya hingga 80 persen adalah sebuah keniscayaan.

Guna menghindari kekhawatiran yang dialami oleh komisioner KPU di atas seperti yang disebutkan sebelumnya, yang mengaku trauma dengan media massa, perlu disiasati dengan aktif melakukan komunikasi dengan semua media massa.

Tentu, yang namanya berkomunikasi tidak boleh selalu diidentikkan dengan uang. Persepsi yang salah terhadap kondisi ini harus diluruskan. KPU memiliki kewajiban menyampaikan informasi kepada publik dan media massa juga memiliki kewajiban dan tanggung jawab sosial dalam menyampaikan informasi serta membangun demokrasi guna memenuhi hak publik mendapatkan informasi.

Salah satu cara yang perlu dilakukan KPU adalah dengan rajin membuat press release (rilis pers) untuk setiap aktivitas atau informasi yang hendak disosialisasikan. Pembuatan rilis pers ini tentu membutuhkan kreativitas dan keterampilan khusus yang bisa dipelajari.

Tak ada salahnya KPU menugaskan beberapa orang anggota stafnya mengurus pembuatan rilis pers ini, yang akan bertugas menyiapkan bahan rilisnya, menyiapkan pendukung rilis pers seperti foto atau infografis, data, untuk dikirimkan ke semua media, baik cetak, elektronik, dan siber. Kehumasan KPU dalam hal ini harus memiliki basis data terkait alamat setiap redaksi media massa, seperti e-mail dan nomor faksimile, misalnya. KPU juga bisa langsung mengirimkan kepada setiap wartawan setiap media yang dianggap bisa mengirimkan langsung ke redaksi medianya untuk diolah untuk kemudian disiarkan, ditayangkan atau dimuat.

Menurut pengalaman sejumlah awak media massa, informasi begitu sulit didapatkan dari KPU. Bahkan, media kesulitan menemui para komisioner KPU. Lalu apa yang mau ditulis? Media massa membutuhkan bahan serta data yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan. Salah satunya, ya, lewat rilis pers tersebut.

Tingkatkan Partisipasi Masyarakat

Sejauh yang saya pahami, untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pilkada Serentak 2015 ini bukanlah semata hanya menjadi tanggung jawab penyelenggara pilkada, seperti KPU. Semua pemangku kepentingan perlu dilibatkan sehingga pilkada menjadi tanggung jawab semua.

Kedatangan pemilih di TPS menjadi penentu keberhasilan dari serangkaian tahapan dari pilkada ini. Setiap masyarakat harus diberi pemahaman dan pencerahan bahwa setiap suara warga menentukan masa depan untuk waktu lima tahun ke depan. Tidaklah sia-sia untuk meluangkan waktu datang ke TPS selama beberapa menit untuk memenuhi hak demokrasinya. Masa lima tahun bukanlah waktu yang pendek.

Peran semua pihak, termasuk media massa, sangat menentukan tingkat partisipasi masyarakat ini. Media massa harus berperan aktif dan bersikap profesional dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.

Robert A Dahl, pengamat politik dan media massa asal Amerika Serikat (1915-2014), pernah mengatakan, kebebasan pers menjadi penting sebagai ketersediaan sumber informasi yang independen.

Pemangku Kepentingan Lain

Kita setuju bahwa pekerjaan sekelasa pilkada tidak boleh hanya dipikul sendiri oleh KPU. Subsistem masyarakat lainnya harus juga dilibatkan, itu merupakan hak dan sekaligus kewajiban sosial.

Di Pulau Nias, lembaga keagamaan, seperti gereja, masyarakat adat, dan masyarakat berkebutuhan khusus, harus didekati dan dijalin kerja sama untuk sama-sama menyukseskan pesta rakyat ini.

KPU kita imbau untuk dalam waktu tersisa ini melibatkan lembaga gereja, juga lembaga keagamaan lainnya, untuk melakukan sosialisasi tentang pentingya berpatisipasi dalam pilkada. Keikutsertaan gereja tentu bukan untuk melakukan keberpihakan pada salah satu calon, tetapi gereja berperan mengingatkan jemaatnya untuk berperan aktif dalam pesta demokrasi. Seruan “Jangan lupa datang ke TPS, tentukan pilihanmu!” perlu disampaikan oleh pimpinan gereja kepada umatnya.

Gereja juga diharapkan untuk mengingatkan warganya untuk tidak memberi tempat pada politik uang (money politics) yang hanya membawa daerah kita kelak dalam situasi terpuruk.

Hak-hak orang berkebutuhan khusus juga perlu diperhatikan oleh KPU supaya ketika pada hari-H pencoblosan suara, mereka bisa dipastikan bisa mendapatkan haknya untuk memilih kepala daerahnya sesuai hati nurani mereka.

Napoleon Bonaparte, Kaisar Perancis, yang menaklukan Persia pernah berkata,  “Aku lebih takut kepada 4 surat kabar daripada 100 serdadu dengan senapan bersangkur terhunus!”***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.