Pengantar Redaksi: Kontributor Kabar Nias yang sedang berada di Roma, Italia, Pastor Postinus Gulö, dalam beberapa waktu ke depan, akan berbagi kabar kepada kita semua tentang pengalamannya selama berada di negeri orang. Banyak hal yang inspiratif akan menambah ruang informasi kita semua. Kami juga mengundang ono niha yang sedang berada di luar negeri untuk berbagi kabar dan pengalaman tentang hal-hal inspiratif. Hubungi kami di redaksi@kabarnias.com.
Sambua nomo sambua mbatö, sambua mbanua sambua mböwö. Pepatah Nias tersebut sepadan dengan pepatah dalam bahasa Indonesia: “Lain lubuk lain ikannya, lain ladang lain belalangnya.” Pepatah Nias itu melukiskan kekhasan Roma yang berbeda dengan kota dan negara lainnya. Hampir setiap rumah, apartemen, dan hotel tersedia keran air minum.
Di ruang publik pun tersedia air bersih. Alun-alun kota mereka sebut sebagai piazza. Di beberapa piazza tersedia keran air minum. Siapa pun bisa dan boleh meminumnya. Gratis! Saya pernah berpikir begini: “idanö si’oroi mbombo, idanö fangokafu dödö; badu öu na’owökhi dödö, da’ö mböwöma khömi silö ogo’ö” (air dari sungai, air peneduh dahaga; minumlah dikala haus, itulah perbuatan baik kami kepadamu).
Di Roma, ada dua jenis air: frizzante (air minum dengan gas) dan alicit (air minum biasa tanpa gas). Jenis alicit inilah yang disediakan di pusat keramaian dan di ruang-ruang publik di tengah kota. Air bersih ini telah disaring dengan memakai alat teknologi tinggi yang presisinya sangat terukur. Ingat, negara Italia (Roma), termasuk salah satu negara Eropa yang memiliki teknologi tinggi di bidang mesin.
Air minum sangat dibutuhkan terutama pada musim panas (Juni-Agustus) yang rata-rata suhunya antara 25-40 derajat celsius. Dengan tersedianya air minum di tempat-tempat keramaian, para turis pun tidak perlu repot, bisa ambil sendiri dan langsung minum.
Vatikan—negara dalam negara Italia—menjadi negara yang menarik perhatian turis dan para peziarah rohani. Jutaan orang dari berbagai belahan dunia rindu melihat tempat-tempat suci dan menikmati keindahan karya seni di Roma.
Tidak hanya itu, mereka juga ingin melihat Bapa Suci dan pemimpin tertinggi Gereja Katolik di seluruh dunia, yakni Bapa Paus. Tentu saja, orang Italia menyadari bahwa air sangat dibutuhkan oleh para turis yang datang dari sejumlah negara. Kehadiran banyak turis ini memberikan kontribusi sangat baik dalam pertumbuhan ekonomi Italia.
Waktu masih di Indonesia, saya pernah berpikir bahwa suatu saat ”air” yang cuma-cuma dari alam menjadi barang komoditas yang bisa jadi dikuasai oleh pemilik modal. Pikiran saya itu muncul karena air minum dijual di mana-mana.
Perusahaan air minum sangat subur di Indonesia, privatisasi air bersih menjadi ”lahan baru” mata pencarian pemilik modal. Akan tetapi, di Kota Roma, air bukan barang komoditas semata. Air adalah milik semua orang: ambil dan minum tanpa bayar, tersedia di hampir setiap sudut kota dan tempat keramaian.
Vatikan, sebagai negara kecil, ternyata memberikan perhatian pada kebutuhan manusia terhadap air. Pada Forum Dunia Tentang Air di Kyoto (2003), Vatikan menyerukan agar dunia memberikan perhatian pada persediaan air bersih di ruang publik. Vatikan menyerukan bahwa privatisasi air menjadi barang komoditas sangat tidak baik bagi kelangsungan hidup umat manusia.
Anda pasti tahu, jumlah air dalam tubuh setiap manusia sangat banyak. Air bersih sangat berperan membentuk dan melancarkan jaringan sel dalam tubuh manusia. Tanpa air, tidak berjalan dan tidak akan berfungsi dengan baik aliran darah, otak, otot, dan sel dalam tubuh manusia.
Saya punya mimpi, Indonesia, suatu saat memiliki terobosan seperti di Roma ini. Kalau saya punya imajinasi lagi, saya bermimpi suatu saat, pemerintah daerah di kepulauan Nias mau membangun sarana yang dapat dirasakan rakyat, siapa pun dia. Menyediakan air minum di tempat publik, salah satu yang perlu dipikirkan.
Pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, membangun fasilitas tempat air minum untuk rakyat dan untuk siapa pun yang datang ke Indonesia. Sebagai bangsa yang sudah merdeka sejak 17 Agustus 1945, Indonesia sebenarnya telah menyadari bahwa “air” mesti menjadi salah satu kekayaan alam yang seharusnya dinikmati rakyat Indonesia.
Hal itu ada dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3, yang berbunyi demikian: “Bumi, dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.