Thursday, March 28, 2024
BerandaPilkada 2015Kabupaten Nias BaratPilkada Nias Barat Sudah Dekat, Kita Pilih Siapa?

Pilkada Nias Barat Sudah Dekat, Kita Pilih Siapa?

Oleh Postinus Gulö*

Berada di negeri jauh di Roma-Italia, saya kadang-kadang mengingat kembali pesan seorang sahabat Ono Niha kepada saya: “… pandanglah daerah kita yang membutuhkan kemajuan ke arah yang lebih baik, benar, jauh dari korupsi….” Pesan ini cukup menyentuh hati saya. Saya setuju, di mana pun kita berada, di negara mana pun, kita sebagai Ono Niha tetap mengingat dan mencintai kampung halaman kita Tanö Niha. Tulisan ini merupakan salah satu ungkapan rasa cinta terhadap kampung halaman saya, yakni Nias Barat!

Hari-hari ini, salah satu yang perlu kita “pandang” dan amati adalah pembicaraan warga Nias Barat seputar Calon Bupati/Wakil Bupati Nias Barat menjelang Pilkada 9 Desember 2015. Sebagimana kita telah ketahui bersama, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Nias Barat telah menetapkan dua pasangan calon bupati/wakil bupati di Nias Barat periode 2016-2021. Pasangan calon nomor urut pertama, yakni AINE (Adrianus Aroziduhu Gulö-Oneyus Halawa). Sedangkan pasangan calon nomor urut kedua, yakni FAKHE (Faduhusi Daeli-Khenoki Waruwu).

Menjelang Pilkada tersebut, saya sering mengamati, membaca dan menganalis pembicaraan yang terjadi antarwarga Nias Barat. Dalam beberapa grup dan akun pribadi facebook (FB) ada banyak komentar saling serang, saling memaki, saling merendahkan dan memfitnah. Sebagian di antara pendukung pasangan calon masing-masing seperti sedang “berperang” melawan musuh. Pertanyaan kita, apakah pilkada merupakan saat membangun tembok permusuhan? Apakah pilkada merupakan arena “membenci” lawan politik? Mengapakah harus saling menyerang, mengeluarkan kata-kata kotor dalam menyosialisaikan dan memperjuangkan pasangan yang didukung?

Kenalilah Rekam Jejak Calon

Saya adalah warga Nias Barat dan pernah bertugas di Nias Barat selama 3,5 tahun (2012-2015). Dari berbagai pengamatan dan pengalaman hadir di Nias Barat secara langsung, saya mengenal kedua sosok yang tampil sebagai calon kepala daerah Nias Barat. Oleh karena itu, saya lebih setuju jika yang lebih dikedepankan adalah berusaha mengenali siapa yang sebenarnya yang kita rekomendasikan untuk kita pilih lima tahun ke depan memimpin Nias Barat. Kita mesti mengetahui latar belakang pasangan calon  yang ada. Rekam jejak mereka yang seharusnya membantu kita untuk menjatuhkan pilihan kepada salah satu pasangan.

Rekam jejak kinerja calon sangat penting untuk menguji secara korespondensif dan koherensif bagaimana dan sejauh mana perwujudan integritas, moralitas dan komitmen serta tindakan untuk tidak korupsi dari calon. Dua pasangan calon bupati Nias Barat adalah putra asli Nias Barat dan pernah memimpin Kabupaten Nias Barat.

[bctt tweet=”Dua pasangan calon bupati Nias Barat adalah putra asli Nias Barat dan pernah memimpin Kabupaten Nias Barat.”]

Pada awal pemekaran Nias Barat, Bapak Faduhusi Daeli (FD) diangkat menjadi Penjabat (Pj) Bupati Nias Barat, lebih kurang 1,5 tahun. Ada beberapa hal yang telah dilakukan FD, antara lain perintisan ruas jalan di pusat kabupaten, dimulainya pembangunan beberapa kantor, dan mulai menata jabatan struktural pemerintahan. Walaupun demikian, program-program pemerintah FD tidak bisa rampung sempurna karena berbagai hal.

Sebagai Pj Bupati, masyarakat Nias Barat sangat mengharapkan agar FD mengurus, membangun, dan menata Nias Barat yang baru dimekarkan menjadi daerah otonomi baru pada 2008. Akan tetapi, kenyataan berbicara lain. Dalam pemerintahan FD terjadilah kasus CPNS 2009. FD mengumumkan pemenang CPNS. Akan tetapi, sebagian besar nama dan nomor peserta berbeda.

Para calon PNS tahun 2009 itu mengalami pengalaman kehilangan materi dan energi untuk memperjuangkan nasibnya. Opini masyarakat pun menjadi bola liar dan itu sangat masuk akal. Bagaimana tidak, seorang Pj bupati—jika bukan dia pelakunya—kurang teliti sehingga terjadi kekacauan penerimaan CPNS pertama di daerah otonomi yang baru dimekarkan. Seandainya pelaku pengacau CPNS itu adalah bawahannya, berarti bisa dipersepsikan bahwa FD lepas kontrol, kurang mampu melaksanakan tugas dan fungsi jabatannya sebagai kepala daerah untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance).

Kita semakin mengelus dada ketika terjadi kasus korupsi pada pelaksanaan pembangunan kantor Bappeda Nias Barat tahun 2010 yang melibatkan AD, Kadis PU Nias Barat saat itu, dan empat orang lainnya. Mereka ini dijebloskan ke dalam hotel prodeo (baca: penjara).

Dalam kepemimpinan FD yang hanya 18 bulan itu ternyata terjadilah dua masalah besar di Nias Barat: kasus CPNS 2009 dan kasus korupsi. Pertanyaan kita, mengapa FD tak mampu menciptakan good and clean governance? Nias Barat yang baru menjadi daerah otonomi baru sejak tahun 2008, seharusnya ditata dan dibangun dengan model pemerintahan yang efektif, efisien, jujur, jauh dari korupsi, transparan, dan bertanggung jawab.

Bupati definitif Nias Barat adalah Adrianus Aroziduhu Gulö (AAG). Selama 4,5 tahun (2011-2015) memimpin Nias Barat sudah banyak yang dilakukan AAG bersama wakilnya Hermit Hia. Kita catat, antara lain:

Pertama, pembangunan di bidang sumber daya manusia Nias Barat. Ada 217 putra/putri Nias Barat yang diberi beasiswa di beberapa perguruan tinggi: Universitas Nommensen, IPDN, Akademi Pariwisata Medan, STKS Bandung, Unpar Bandung, Unika St. Thomas Medan dan USD Jogyakarta.

Pendidikan sangat penting untuk memajukan suatu daerah dan Negara. Jepang sudah membuktikannya. SDM yang mumpuni karena pendidikan membuat Jepang menjadi negara dengan tingkat kemakmuran yang sangat tinggi. Jepang memiliki produk domestik bruto nomor dua setelah Amerika Serikat. AAG sangat menyadari bahwa untuk membangun Nias Barat, mesti membangun SDM Nias Barat melalui program beasiswa.

Kedua, pembangunan perkantoran yang menjadi syarat suatu otonomi daerah. Ada beberapa kantor yang sudah selesai, antara lain: kantor bupati, kantor DPRD, kantor Bappeda, Kantor KPUD, rumah dinas bupati/wakil bupati, kantor Dinas Pendidikan, kantor Dinas PU, kantor Dinas Kesehatan, dan 15 kantor dinas terpadu.

Anda bayangkan, ratusan miliar uang yang dikelola untuk melaksanakan pembangunan ini, jauh lebih besar daripada masa FD. Akan tetapi, pembangunan kantor-kantor ini tidak terjadi masalah korupsi, tidak ada oknum tertentu yang dijebloskan ke dalam penjara.

Ketiga, pembangunan infrastruktur jalan. Ada beberapa ruas jalan yang baru dibuka, diberi pasir dan batu (sirtu), diaspal, dan dibangun beberapa jembatan. Dalam pembangunan infrastruktur jalan ini memang kita harus akui bahwa Nias Barat kurang SDM yang mumpuni. Selain itu, ada pihak-pihak tertentu yang “mengganggu” berjalannya pembangunan infrastruktur.

Akan tetapi, AAG berani mengambil langkah yang tegas walau kurang populer, yakni dari pada pemenang tender proyek main-main dan tidak becus bekerja, kontrak proyek diputus. Uang negara lebih baik diselamatkan daripada dirampok orang-orang tak bertanggung jawab. Tentu saja, terjadinya “gangguan” ini disebabkan adanya oknum tertentu yang berlaku sebagai invisible hand (bersembunyi) demi meraup apa yang menjadi kepentingan diri dan kelompoknya.

Sangat disayangkan bahwa belum muncul masyarakat Nias Barat yang jeli mengontrol dan mengkritik oknum-oknum pengganggu itu agar Pemerintah Kabupaten Nias Barat mampu berjalan dengan baik untuk membangun Nias Barat. Akibatnya, pelaku invisible hand itu kini semakin tampil, seolah-olah pahlawan yang mengusung perubahan di Nias Barat.

Baca juga:  Bekerja Keraslah agar Nias Barat Berdaya!

Keempat, pembangunan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance). Dalam kepemimpinan AAG, penerimaan CPNS dan Kategori Dua (K-2) tidak ada masalah yang timbul. Bahkan, nilai Nias Barat sebagai Daerah Otonomi Baru telah menembus batas minimum sehingga Nias Barat tidak akan dikembalikan ke kabupaten induk (SIB, 21/1/2015). Tidak hanya itu, dalam pengangkatan Kepala Sekolah dan berbagai jabatan eselon kepegawaian, AAG tidak melakukan tindakan yang koruptif. AAG berjuang keras untuk menjaga moralitas, integritas dan tidak korupsi.

Selain pembangunan-pembangunan di atas, ada banyak hal lain yang bisa kita rasakan. Mereka yang obyektif menilai sesungguhnya Nias Barat sudah mengalami banyak perubahan selama AAG menjadi bupati.

Dalam menciptakan good and clean governance, AAG berani tegas terhadap oknum politisi yang berusaha menjegal kinerjanya. AAG tidak mau disandera oleh orang-orang yang mementingkan dirinya. Mereka yang terganggu dengan prinsip AAG ini lalu mencari berbagai cara untuk “melawan” AAG, salah satunya mosi tidak percaya yang dilakukan oknum dewan kepada AAG pada tahun 2013, walaupun pada akhirnya mosi tidak percaya ini gugur dengan sendirinya. Rintangan konflik internal partai Demokrat Nias Barat pada tahun 2012 berhasil dilalui AAG. Kita bersyukur, konflik internal PD Nias Barat dan mosi tidak percaya berhasil dilalui AAG dengan penuh kesabaran. Serangan lawan politik tidak membuat AAG patah arang untuk memperjuangan good and clean governance.

Hindari Politik Primordial: “Fa’afökhö Dödö”

Pemberi komentar fitnah dan saling menjelekkan, mereka itu ibarat orang yang mengutuk apa yang mereka tidak mengerti (damnant quod non intellegunt). Apakah mereka ini sunggun paham politik? Filsuf Hannah Arendt dalam The Human Condition mengharapkan agar politik menjadi arena yang sangat positif. Itu sebabnya, Arendt menyatakan bahwa setiap kegiatan politik yang berlangsung di ruang publik itu semestinya menjadi suatu usaha untuk menyelesaikan segala perkara melalui kata-kata persuasi dan bukan melalui kekuatan dan kekerasan.

Agus Rahmat Widiyanto mendukung pernyataan Arendt dengan bahasa yang demikian bijak: “politik adalah suatu kegiatan sintetis, mengubah benturan niat menjadi langkah kerja sama dengan menunjukkan butir-butir yang saling menguntungkan bagi beberapa pihak.” Sebenarnya, politik merupakan medan kehidupan publik, dunia bersama yang mampu menggabungkan manusia sehingga mereka tidak saling menerkam satu sama lain, melainkan bekerja sama demi kepentingan umum.

Saya yakin dunia politik kita di Nias Barat menjadi anugerah jika terwujud pendapat Arendt dan Agus ini di Nias Barat. Jika komentar fitnah dan kampanye politik yang tak mendidik masyarakat terus terjadi di Nias Barat, harapan Arendt itu terlalu jauh terwujud di Nias Barat.

Oleh sebab itu, marilah kita hentikan politik primordial: fa’afökhö dödö (politik iri hati, saling memfitnah). Pilihan kita bisa dan boleh berbeda. Akan tetapi, marilah membangun politik  yang saling menghormati (famosumange awö).

Politik primordial: fa’afökhö dödö dan fitnah justru menciptakan tembok permusuhan dan kebencian. Bagi saya, membangun kebencian demi meraih kedudukan, hanyalah memuaskan nafsu kemanusiaan semata. Hal ini perlu diwaspadai. Sebab, seperti pepatah Latin, akar dari segala kejahatan adalah nafsu (radix malorum est cupiditas).

Dalam budaya kita, bertutur kata santun itu menjadi kearifan lokal Nias: da’ö sibai zebua böli fehede taromali, amuata si sökhi. Bahkan, tokoh intelektual kondang, Iris Murdoch, menegaskan bahwa cara berpikir merupakan cara berada. Bahasa seseorang mengungkapkan cara berpikir seseorang itu sendiri.

Kita harapkan agar para pelaku politik tidak mengabsolutkan kepentingan dan keuntungan pribadi di atas segalanya. Tidak juga menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekuasaan. Kita harapkan para politisi berani meninggalkan pola politik uang demi meraup dukungan. Kita harapkan para politisi dan calon kepala daerah tidak buta akan nilai-nilai kemanusiaan, kebenaran dan moralitas serta keimnanan keagamaan.

Sudah saatnya kita bahu-membahu menyuarakan suara kenabian melalui kampanye politik yang kreatif dan mendidik. Ingatlah tujuan utama politik adalah terwujudnya tata kelola pemerintahan yang melahirkan kebaikan dan kesejahteraan bersama. Politik mesti hadir untuk memperbaiki dunia menjadi lebih baik dan lebih benar serta lebih indah.

Siapa yang Kita Pilih?

Dari paparan rekam jejak pasangan calon, kita bisa mengambil kesimpulan siapa sebenarnya dari dua calon kepala daerah Nias Barat, yang lebih tepat memimpin Nias Barat 2016-2021. Salah satu prinsip yang bisa membantu kita menentukan pilihan adalah prinsip “minus malum” yang berarti: jika semua jelek, pilihlah yang sedikit kejelekkannya. Seandainya keduanya baik, pilihlah yang lebih banyak kebaikannya. Kalau kebaikannya seimbang, pilihlah yang sudah terbukti tak korupsi, punya integritas, dan punya moralitas, tak terkait kasus, dan rekam jejak lebih baik.

[bctt tweet=”Becermin dari prinsip ‘minus malum’ ini, marilah memilih pasangan yang berjuang untuk menciptakan ‘clean governance’ dan tidak terkait masalah penerimaan CPNS di Nias Barat.”]

Becermin dari prinsip minus malum ini, marilah memilih pasangan yang berjuang untuk menciptakan clean governance dan tidak terkait masalah penerimaan CPNS di Nias Barat.

Marilah memilih pasangan yang membangun SDM Nias Barat, pribadi bersih dan berintegritas, serta tidak korupsi dalam pengangkatan pejabat struktural eselon IV hingga eselon II. Ingatlah Pilkada langsung merupakan kesempatan emas bagi rakyat turut menentukan perubahan-perubahan di masyarakat. Anda memilih mereka yang korup, Anda pun sudah membuka kesempatan bagi orang yang korup untuk memimpin Anda. Anda memilih pasangan  yang terkait masalah penerimaan CPNS yang kacau, berarti Anda telah membuka jalan baginya untuk kemungkinan melakukan hal yang sama.

Saya ingat kata-kata Toynbee dan Gibbon: “Satu peradaban besar tidak akan bisa turun, tidak akan bisa tenggelam, kecuali jika peradaban itu merusak dirinya sendiri dari dalam, merobek-robek dirinya sendiri dari dalam.”

Perubahan apa pun di Kepulauan Nias pada umumnya dan Nias Barat pada khususnya, Anda turut menentukan. Anda pemain dan pelakunya. Nias Barat menjadi semakin tegak jika rakyat bersatu memilih kepala daerah yang tepat dan mengontrolnya serta berjuang membangun dirinya sendiri.

Oleh karena itu, marilah menentukan pilihan kepada salah satu pasangan bukan karena dimotivasi oleh janji dan hubungan tertentu. Marilah jeli melihat integritas dan visi-misi yang pro-rakyat. Jangan tertipu slogan “perubahan” sementara dalam rekam jejaknya terjadi masalah korupsi dan kekacauan saat merekrut pegawai. Tidak tepat jika kita menjatuhkan pilihannya kepada pasangan karena politik uang, politik primordial: marga, satu daerah, dan agama.***

RELATED ARTICLES

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments