Thursday, April 25, 2024
BerandaSudut PandangOpiniKetika Sikap Diam Itu Mulai Terusik

Ketika Sikap Diam Itu Mulai Terusik

ETIKA PEMERINTAHAN

Oleh Adrianus Aroziduhu Gulö

Ungkapan “diam itu emas” merupakan kata bijak yang dulu banyak dijadikan pola dalam berkomunikasi dengan sesama. Kita sering diam jika ada kata-kata dari teman/sahabat yang menyinggung perasaan. Kita bersikap itu agar pertemanan/persahabatan terpelihara. Sikap seperti itu disebut tenggang rasa. Sikap itu dapat menjadikan suasana panas menjadi dingin.

Namun, akhir akhir ini sikap seperti itu mulai pudar malah dianggap kuno. Katanya, lain dulu lain sekarang. Sekarang jika kita diam dan tidak bereaksi atas ucapan terhadap diri kita yang bernada negatif seperti dituduh tanpa dasar, dipojokkan, dihina, difitnah. Kita dianggap penakut dan jika kita diam terus dan tidak memberi tanggapan, mereka yang menuduh tanpa dasar itu semakin menjadi-jadi malah dijadikan kebanggaan.

Yang lebih parah lagi mereka menyosialisasikan tuduhan yang tidak berdasar itu agar  masyarakat semakin meyakini bahwa ”tuduhan” mereka itu benar. Orang semacam ini punya harapan bahwa kebohongan yang diulang-ulang lama lama menjadi kebenaran.

Pemimpin Nazi oleh Adolf Hitler dalam otobiografinya mengatakan:

”Jika kebohongan diulangi terus-menerus, pikiran manusia akan memercayainya. Kebohongan pun diterima sebagai kebenaran.”

Sejak saya serah terima jabatan Bupati Nias Barat kepada Plh Bupati Zemi Gulö pada tanggal 13 April 2016, saya selalu diam dan tidak pernah memberikan komentar terhadap pelaksanaan pemerintah di Kabupaten Nias Barat. Hal ini saya lakukan, pertama, agar pejabat sekarang dapat melaksanakan program mereka menjadikan Nias Barat berdaya dan berdaya saing dengan daerah lain.

Kedua, saya mengetahui dan menyadari betul bahwa membangun Nias Barat tidak seindah dan semudah yang dibayangkan. Permasalahannya sangat kompleks salah satunya sumber daya manusia yang masih kurang serta mental oknum yang belum siap menjadi pelayan.

Ketiga, saya mengetahui dan menyadari betul bahwa setiap pemimpin punya cara dan gaya sendiri dalam menghadapi dan menyelesaikan suatu  masalah. Keempat, beda waktu beda juga cara penyelesaian masalah, kendatipun materi masalahnya sama.

Kelima, situasi aman dan kondusif sangat diperlukan membangun Nias Barat. Apalagi Pemkab sedang giat-giatnya mendatangkan investor, seperti pembangunan pabrik tapioka atau tepung pati ubi kayu dan pembangunan “kota baru” antara Luaha Lahomi dan Luaha Baola. Hanya perlu diwaspadai, tidak semua investor punya itikad baik.

Teman saya dari NTB pernah bercerita bahwa ada beberapa investor di daerahnya awalnya semangat setelah mendapat izin prinsip dan peletakan batu pertama tidak ada kelanjutannya dan sulit dicari. Malah ada investor disebutkan menawarkan izin prinsip yang sudah dipegangnya kepada pengusaha lain. Modus seperti ini sudah banyak contoh terjadi bahkan di daerah kita di Pulau Nias.

Dengan alasan tersebut, saya tidak pernah memberi komentar apalagi berkomentar miring dan menyudutkan pemerintah daerah, kendatipun saya tahu ada beberapa kebijakan pemerintah daerah yang, menurut saya, merugikan daerah, misalnya “mengizinkan PNS pengangkatan tahun 2009, 2010, 2013, 2014 pindah ke daerah lain. Hemat saya, tenaga dan skill PNS yang bertugas masih dibutuhkan di Nias Barat. Perlu diingat, Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2014 tentang Ketentuan Usul Pindah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Nias Barat belum dibatalkan, lho.

Saya Terusik

Namun, sikap diam, sabarsaya, tenggang rasa saya, tidak mau memberi berkomentar terhadap pelaksanaan pemerintah daerah di Kabupaten Nias Barat, mulai terusik ketika membaca pernyataan Kepala Badan Pengelolan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD) Kabupaten Nias Barat atas nama Faolomböwö Gulö pada surat kabar harian Sinar Indonesia Baru yang dimuat pada terbitan 22 Februari 2017 halaman 7.

Dalam berita itu, Faolomböwö mengatakan, Pemkab Nias Barat mengalami defisit keuangan kurang lebih 100 miliar disebabkan salah penganggaran APBD tahun 2015. Perlu diluruskan bahwa penyebutan tahun pada berita ini keliru, bukan APBD Tahun 2015 melainkan APBD TA 2016 dan baru mendapat persetujuan DPRD awal Januari 2016). Lebih lanjut Faolomböwö menjelaskan sumber defisit tahun 2016 seperti berikut ini.

  1. Penetapan sisa lebih penggunaan anggaran (silpa) sebesar Rp 37 miliar tanpa menyisihkaan sertifikasi guru sebesar Rp 11 miliar dan pergeseran gaji pegawai.
  2. Kelebihan dana bantuan operasional sekolah (BOS) Rp 900 juta harus dikembalikan ke kas negara.
  3. Gaji ke-14 PNS Rp 10 miliar.
  4. Tidak terserapnya DAK TA 2016 Rp 37 miliar.
  5. Hibah BPBD yang harus dibayarkan Rp 8 miliar.
  6. Capaian PAD Rp 12 miliar dari target Rp 24 miliar.
  7. Beban utang retensi PU kepada rekanan sebesar Rp 29 miliar.

Selain itu, saya juga mendengar dari informan-informan bahwa di setiap kesempatan pidato, ceramah, penjelasan pejabat daerah saat berkunjung ke kecamatan dan desa, serta di tempat-tempat lain pada acara resmi atau tidak resmi, pemerintah sekarang ini selalu mengatakan bahwa defisit keuangan daerah Nias Barat telah terjadi beberapa tahun yang lalu dan peninggalan rezim lama.

Berita Sinar Indonesia Baru pada 24 Mei 2017 halaman 7 memberitakan “Pemkab Nisbar sebelumnya mengatakan, kondisi defisit keuangan daerah disebabkan pengelolaan anggaran dan perencanaan pada pemerintahan lama”.

Pada penjelasan Faolomböwö (berita SIB, 22 Februari 2017 dan amanat pejabat Nias Barat pada apel hari Senin mengatakan bahwa defisit itu berasal dari pemerintahan lama. Terkait pemberitaan SIB tanggal 24 Mei 2017 itu, saya perlu memberikan respons agar di masyarakat tidak terjadi kesalahan informasi (misleading).

Pertama, silpa tahun 2015 dimasukkan langsung pada APBD tahun anggaran 2016. Tidak ada penetapan tersendiri.

Kedua, proyek yang belum sempat dibayarkan/lanjutan dan retensi PU 2015 kepada rekanan sudah dianggarkan dalam APBD induk sebesar Rp 29.131.483.701 (Penjelasan ini bisa dilihat pada Perbup No 3/2016 tanggal 3 Maret 2016 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Nias Barat TA 2016).

Ketiga, tidak terserapnya DAK Rp 37 miliar pada akhir tahun 2016 bukan kesalahan perencanaan pejabat lama melainkan ketidakmampuan pejabat baru dalam penyerapan DAK akhir tahun 2016.

Keempat, hibah BNPB sekitar Rp 7,3 miliar kepada Nias Barat yang disepakati dalam MOU Juli 2015, sedangkan pelaksanaannya tahun 2016 oleh pemerintahan baru, telah dianggarkan dalam APBD induk TA 2016 (lihat Perbup No 3/2016).

Kelima, uang sertifikasi guru telah dianggarkan pada APBD TA 2016 (induk) sebesar Rp 17.348.480.000 dengan nomor rekening: 1.01.1.01.01.00.00.5.1.02.08 dapat dilihat pada Perbup Nomor 3 Tahun 2016 Tanggal 3 Maret 2016.

Selain hal di atas  sekali lagi saya pertegas bahwa selama saya menjabat sebagai Bupati Nias Barat periode 2011–2016 yang berakhir pada 13 April 2016 tidak pernah ada defisit keuangan. Sekali lagi, tidak ada defisit sebagaimana dituduhkan Saudara Faolomböwö dan pejabat Nias Barat bahwa defisit tahun-tahun yang lalu Rp 32 miliar.

Pernyataan itu saya ”kategorikan pembohongan publik dan tidak pantas diucapkan oleh orang yang beradab”. Perlu diketahui dari tahun 2011-2015 selalu ada silpa dan disimpan di kas daerah pada Bank Sumut Pembantu  Lahömi. Justru silpa tiap tahun ini dijadikan kritik tajam oleh beberapa tokoh masyarakat yang tidak paham administrasi keuangan dengan memfitnah dan menuduh saya tidak pandai menghabiskan uang.  Terkait berapa besar silpa setiap tahun bisa dicek pada Bank Sumut Pembantu Lahömi.

Baca juga:  Defisit APBD Kabupaten Nias Barat Rugikan Masyarakat

Sebagai informasi, silpa akhir tahun 2015 sebesar Rp 37.343.872.491,82 sesuai hasil Laporan Pemeriksaan BPK RI Atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Nias Barat TA 2015, Nomor 57/A/LHP/XVIII.MDN/07/2016, tanggal 21 Juli 2016 yang ditandatangani Bupati Nias Barat Faduhusi Daeli.

Dokumen ini jadi bukti bahwa pada masa saya masih menjabat tidak terjadi defisit.

Masyarakat Nias Barat perlu mengetahui, pembahasan RAPBD TA 2016 adalah di bawah kendali ketua tim transisi, yaitu Saba’eli Gulö yang ditugaskan oleh Bupati terpilih waktu itu. Sementara Ketua TAPD definitif, yaitu Sekda Sdr. Zemi Gulö berada dalam posisi pasif. Ia memilih tidak mau berseberangan dan berdebat kusir dengan tim transisi.

Artinya program FAKHE pada APBD TA 2016 sebagian telah tertampung, apalagi pada PAPBD yang ditetapkan oleh Bupati Nias Barat Faduhusi Daeli pada Oktober 2016, tentu dengan persetujuan DPRD.

Lalu timbul pertanyaan, kenapa perencanaan penganggaran pada APBD TA 2016 (induk) disalahkan? Jika pada APBD induk itu ada yang salah, kenapa kemudian dilaksanakan? Apa ada target lain-lain pendapatan daerah yang sah pada P-APBD TA 2016 dari Rp 113.791.282.359 digelembungkan menjadi Rp 173.316.352.244 (bertambah sekitar Rp 59 miliar)?

Perlu diketahui, fungsi P-APBD, antara lain, adalah menyesuaikan program yang dianggap kurang efektif dan bermanfaat,  efisiensi anggaran dan bukan penambahan kegiatan baru. Dengan demikian, dengan adanya P-APBD TA 2016, telah ada penyesuaian kegiatan dan program bupati/wakil bupati baru.

Dapat dikatakan dengan adanya P-APBD, secara yuridis formal, penanggung jawab APBD TA 2016 adalah pejabat baru. Dengan demikian, tuduhan yang disampaikan kepada saya tidak berdasar dan digolongkan sebagai fitnah yang sangat keji dan ini—sekali lagi—adalah pembohongan kepada publik.

Apabila penjelasan saya dapat dipahami. Lalu timbul pertanyaan, mengapa ada defisit dan besarnya sangat signifikan? Data sementara dari sumber cukup dipercaya defisit sebesar sekitar Rp 125 miliar, bukan Rp 100 miliar. Defisit tersebut  dapat mengganggu pelaksanaan program TA 2017 dan 2018 jika tidak segera diatasi sesuai administrasi keuangan secara profesional.  Tentu yang paham betul penyebab defisit, yaitu tim dari BPK RI Perwakilan Sumatera Utara pada saat melakukan pemeriksaan reguler.

Penyebab Defisit

Agar kita mendapatkan gambaran dan menghentikan silang pendapat serta berbagai fitnah yang bergulir liar, saya perlu sampaikan beberapa kebijakan yang berdampak pada terjadinya defisit anggaran ini.

  1. Kenaikan besaran tambahan penghasilan bagi ASN (TTP) jabatan struktural, fungsional dan staf. Contoh TTP asisten/staf ahli sebesar Rp 10 juta tiap bulan, sebelumnya Rp 5,5 juta. (Bisa dilihat lampiran I Perbup No 14 Tahun 2016 tanggal 3 Mei 2016).
  2. Kenaikan honorarium tambahan penghasilan berdasarkan beban kerja kepada pejabat dan pengelola keuangan pada BPKPAD (Lampiran III Perbup No 14 Tahun 2016 tanggal 3 Mei 2016). Sekarang diterima semua PNS di BPKPAD. Sebelumnya hanya diterima oleh 4 orang (bupati, sekda, kepala BPKAD/BUD dan kuasa BUD—disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah).
  3. Kenaikan biaya perjalanan dinas dalam daerah dan luar daerah seperti uang harian, ongkos hotel, ongkos mobil, dan lain-lain.
    • Contoh Golongan A
      • Uang harian tiap hari Rp 2.000.000 sebelumnya Rp 630.000.
      • Sewa kendaraan tiap hari Rp 1.000.000 sebelumnya Rp 500.000
      • Uang representasi tiap hari Rp 1.000.000 sebelumnya Rp 250.000.
    • Golongan B
      • Uang harian 1.000.000 per hari sebelumnya Rp 630.000
      • Sewa kendaraan Rp 600.000 per hari sebelumnya tidak ada.
      • Uang representasi Rp 500.000 per hari, sebelumnya Rp 130.000.
      • Ongkos pesawat sesuai tiket dan ongkos hotel sesuai tagihan. (Lihat Peraturan Bupati Nias Barat Nomor 13 Tahun 2016 Tanggal 3 Mei 2016 tentang Ketentuan dan Tarif Biaya Pelaksanaan Perjalanan Dinas Bagi Pejabat Negara/Aparatur Sipil Negara/Pegawai Tidak Tetap dan Pejabat lainnya di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Nias Barat).
  4. Gaji tenaga honor rata-rata Rp 1.200.000/bulan. Tahun 2015 tenaga honor berjumlah 159 orang, sedangkan tahun 2016 lebih kurang 1.000 orang
  5. Penambahan kegiatan PL (penunjukan langsung) pada PAPBD TA 2016 sebesar ± Rp 20 miliar. Setiap paket paling besar ± Rp 200 juta dan tanpa tender
  6. Penggelembungan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah pada P.APBD TA. 2016 sebesar + 59 miliar.
  7. Tidak terserapnya DAK TA 2016 di unit kerja, antara lain PU sebesar Rp 37 miliar. Disebabkan terlambat penyerapan dana oleh unit kerja terkait penerima DAK, serta terlambatnya laporan penggunaan DAK oleh Kepala BPKPAD kepada DJPK Kemenkeu sehingga Kemenkeu tidak mentransfer uang DAK tahap 3 dan 4 ke Kas Daerah alias hangus.
  8. Dana hibah dari BNPB kepada BPBD Kabupaten Nias Barat bukan sebesar Rp 8 miliar tetapi Rp 7.383.287.000 telah dianggarkan pada APBD induk TA. 2016. Artinya tidak ada masalah dalam pembayaran kegiatan tersebut. Dana tersebut patut dan dapat diduga dibayarkan untuk kegiatan yang lain.
  9. Pada P-APBD TA. 2016 ada anggaran penambahan pembelian mobil baru sebanyak 7 unit, misalnya 1 unit mobil operasional Kepala BPKPAD padahal unit kerja tersebut sudah ada mobil operasional pengadaan tahun 2011. Adapun 6 unit lagi untuk orang-orang penting.
  10. Dengan defisit keuangan ini, perhatian kita kepada Kepala BPKPAD yang tidak teliti dan profesional melaporkan kondisi keuangan daerah kepada Bupati dan Ketua TAPD. Sebaiknya, terkait defisit no 1-6 dan 9, Kepala BPKPAD bisa memberika saran kepada bupati agar kegiatan tersebut ditunda karena selain belum mendesak juga akan menguras keuangan daerah.

Selain itu, sebagai warga biasa, saya hanya mengingatkan bahwa perlu kewaspadaan pada penyebab defisit no 1 s/d 5 dan 10 karena berpotensi terjadinya praktik tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Lalu, ada apa semua di balik defisit yang cukup signifikan ini? Apakah defisit akibat diskresi?

Perlu kita samakan pemahaman bahwa defisit bukan barang baru dalam sistem keuangan negara maupun daerah. Banyak daerah yang keuangannya defisit, seperti defisit peninggalan pejabat lama di Nias Selatan seperti yang kita tahu dari berbagai pemberitaan. Defisit itu bisa terjadi karena asumsi penghitungan pendapatan daerah kurang tepat.

Saya berpendapat, penyebab defisit keuangan di Nias Barat ini harus dibeberkan secara transparan sehingga terang-benderang kepada semua pihak. Pemda diharapkan tidak boleh terkesan menganut sikap yang penting uang habis”. Apalagi bagi-bagi proyek (PL) dan uang (bandingkan penyebab defisit No 1 s/d 5).

Di sisi lain, kita sangat menyayangkan sikap DPRD yang menyetujui pengesahan PAPBD TA. 2016 tanpa mengecek sumber keuangan dan pendapatan daerah sehingga terbukti mengalami defisit lebih dari Rp 100 miliar.

Dengan tulisan ini, saya berharap tidak ada lagi tuduhan-tuduhan keji yang diarahkan kepada saya. Saya siap berdiskusi kepada siapa pun jika penjelasan saya ini masih belum mencerahkan. (Adrianus Aroziduhu Gulö, SH, MH, Bupati Nias Barat periode 2011-2016)

RELATED ARTICLES

4 KOMENTAR

  1. Terimakasih atas keterangannya Pak A.A. Gulö, itu berarti pejabat-pejabat kita yang baru, perlu lebih membangun dialog dan sekaligus lebih transparan. Data-data sekarang sudah terbuka diungkapkan oleh Pak A.A. Gulö dan masyarakat bisa membacanya dengan terang-benderang. Maka masyarakat Nias Barat perlu mengawal pemerintahan yang baru, terutama kenaikan-kenaikan yang dalam data-data di atas yang merupakan penyebab defisit anggaran. Semoga data-data ini juga menjadi bahan untuk evaluasi keuangan daerah kita, sebenarnya digunakan untuk apa saja: apakah demi kesejahteraan masyarakat Nias Barat atau demi kesejahteraan hanya segelintir golongan saja. Semoga Bapak Bupati yang baru dapat melakukan pembaharuan dan transparansi pada penganggaran tahun 2017 dan 2018 mendatang.

  2. Terima kasih kpd Bpk AA. Gulö yang bersedia menyampaikan informasi penting seputar defisit 100 miliar di Nias Barat. Tulisan Bpk AA. Gulö ini, saya baca, sebagai bagian partisipasi beliau agar Nias Barat di bawah kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati periode 2016-2021 lebih transparan, tidak memberi informasi yg kurang tepat kpd masyarakat, bekerja keras membangun pemerintahan daerah yg baik dan bersih. Kita berharap agar Nias Barat berdaya, tentu dengan kerja keras pimpinan Pemkab bersama para SKPD, kepala badan dan kantor yg ada di lingkup Pemkab Nias Barat. Ya’ahowu

  3. Pemerintahan daerah sekarang kok dengan begitu gamblang melakukan “penghakiman”. Jika benar, pemerintahan daerah di Nias Barat mesti memberikan klarifikasi dan meminta maaf jika telah melakukan kekeliruan (misleading) dalam memberikan pernyataan kepada wartawan.

    “Böi dania mao zimanga, ba asu nibözi”.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments