Thursday, March 28, 2024

Pacaran dalam Pemahaman Anak

Definisi “Pacaran” Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga, 2002:807), pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Menurut Wikipedia, pacaran adalah merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan.

Seharus pacaran itu dilakukan dengan maksud dan tujuan untuk mencari kecocokan dengan lawan jenis yang berakhir dengan pernikahan. Hal tersebut bisa saja terjadi apabila “pacaran” dilakukan oleh manusia dewasa yang memang bermaksud menikah. Akan tetapi, pada kenyataannya “pacaran” justru dilakukan oleh anak-anak dan ketika ditanyakan maksud mereka berpacaran itu untuk apa, jawaban yang keluar dari bibir polos tersebut sedikit pun tidak menyinggung mengenai pernikahan.

Berdasarkan register kasus PKPA Nias pada tahun 2015 ada 11 kasus kekerasan terhadap anak yang dilakukan karena pola hubungan yang salah dalam berpacaran dan kebanyakan dari kasus tersebut mereka melakukan hubungan badan yang didasari dengan hubungan “Pacaran”.

Dampak Negatif Pacaran 

Ada banyak faktor yang melarang seseorang pada usia anak (Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan – Pasal 1 UU RI No. 35/2014 tentang perlindungan anak) melakukan hubungan yang namanya pacaran, di antaranya:

  1. Terjadinya Kekerasan Fisik

Koalisi Antikekerasan di Alabama menyebutkan bahwa satu dari tiga anak mengalami kekerasan fisik selama pacaran usia dini. Bentuknya seperti mendorong, memukul, mencekik, dan membunuh. Kejahatan tersebut sangat tertutup karena pihak korban ataupun pelaku tidak mengakui adanya masalah selama hubungan kencan. Penyebab kekerasan fisik pada anak di antaranya kecemburuan, sifat posesif, dan temperamen dari pasangan si anak-anak. Pelaku, misalnya, mengontrol cara berpakaian si anak. Hal itu sebenarnya adalah bentuk kekerasan, yang sering kali dilihat oleh si anak sebagai bentuk perhatian.

2. Kekerasan seksual

Untuk Pulau Nias sendiri, PKPA telah mendampingi 11 kasus kekerasan seksual yang dilakukan karena hubungan pacaran.

3. Cenderung menjadi pribadi yang rapuh

Berpacaran pada usia anak lebih banyak mengalami sakit kepala, perut, dan pinggang. Mereka juga lebih banyak depresi dibandingkan dengan rekan seusianya yang belum pernah pacaran. Seseorang, yang mengenal cinta lebih dini cenderung menjadi pribadi yang rapuh, sakit-sakitan, merasa tidak aman dan mudah depresi, contohnya anak, akan memiliki alarm rasa sakit yang lebih tinggi, terutama jika anak itu menjalin hubungan yang buruk dengan pasangannya.

4. Kehamilan yang tidak diinginkan

Karena banyaknya pengaruh dari berbagai media, baik cetak dan elektronik, ditambah lagi dengan semakin bebasnya anak-anak memakai gadget dan diperparah dengan minimnya informasi dan bimbingan kepada anak mengenai hak kesehatan reproduksi, tidak sedikit akibat berpacaran banyak terjadi kehamilan yang tidak diinginkan.

Dan sangat perlu diketahui bahwa kehamilan diusia anak merupakan kehamilan yang memiliki risiko, di antaranya:

  1. Kehamilan pada usia anak dapat menyebabkan stres dan depresi bahkan bunuh diri karena baik fisik dan psikis masih belum siap untuk menerima proses kehamilan tersebut dan diperparah dengan bullying (perundungan) yang dilakukan oleh komunitas terhadap seseorang yang hamil pada usia anak
  2. Cita-cita yang diimpikan sejak kecil tidak dapat tercapai karena harus putus sekolah. Di nias,  berdasarkan hasil training of trainer (TOT) yang dilakukan terhadap guru-guru SLTP dan SLTA di Kota Gunungsitoli, belum ada satu kebijakan yang telah dibuat oleh sekolah untuk menolerir siswa yang dalam keadaan hamil, biasanya keputusan yang diberikan oleh sekolah terhadap siswa yang bermasalah tersebut adalah dikembalikan kepada orangtua atau yang terburuk adalah dipecat.
  1. mengalami masalah dalam kesehatan antara lain rusaknya organ reproduksi, keguguran, bayi mengalami cacat fisik, kanker serviks, mudah terkena infeksi, kurangnya perawatan kehamilan, hipertensi, bayi lahir prematur, bayi memiliki berat badan rendah, terkena PMS, anemia, keracunan kehamilan yang semua hal tersebut dapat menyebabkan kematian

Dari beberapa faktor yang telah dipaparkan di atas, dapat dikatakan bahwa hubungan pacaran tersebut lebih banyak mengarah ke hal yang negatif bahkan merugikan. Akan tetapi, apakah sama apa yang dipikirkan oleh orang dewasa mengenai pacaran dengan apa yang dipikirkan oleh anak itu sendiri?

Pendapat Anak tentang Pacaran

Baru-baru ini PKPA Nias melakukan diskusi kelompok terarah (FGD) bersama dengan Forum Anak Kota Gunungsitoli untuk menggali informasi mengenai seputar hubungan  pacaran. Dari FGD tersebut ternyata diperoleh data, hampir semua dari anggota Fakoli memiliki pacar dan dari diskusi tersebut anak-anak Fakoli mengatakan bahwa pacaran yang mereka lakukan adalah “pacaran positif”.

Baca juga:  PKPA Luncurkan Film Animasi “Katakan Tidak”

Dari diskusi yang sudah dilaksanakan banyak yang mengatakan bahwa mereka merasa nyaman dengan pacaran karena mendapat perhatian lebih dan dapat memotivasi mereka di saat badmood dan memberi kontribusi dalam belajar.

Juga banyak yang mengatakan, umur yang pas pada saat pacaran adalah umur 17 tahun karena mereka beranggapan pada saat umur tersebut mereka sudah dapat mengetahui dampak positif dan negatifnya dalam berpacaran. Kebanyakan dari mereka ingin jika seandainya mempunyai pacar yang membawa mereka ke arah yang baik, yang bisa menjadi teman dalam keadaan apa pun, tidak matre, dan mengerti permasalahan yang terjadi.

Dari hasil diskusi yang menarik tersebut mungkin dapat membuka wawasan tentang pacaran sehat, berikut hasil diskusinya ^_^

Hasil FGD Forum Anak Kota Gunungsitoli 

Pacaran adalah hubungan oleh dua insan yang berlawanan jenis yang saling memberi perhatian satu sama lain yang mungkin tidak dapat dirasakan oleh orang orang yang di sekitar mereka.

Sahabat adalah seorang teman dekat yang mungkin ada pada saat kita merasa suka dan duka serta berbagi apa yang mereka rasa perlu untuk diperbincangkan, tetapi kita jangan menceritakan suatu permasalahan yang menurut kita bisa menjadi bumerang bagi pribadi kita sendiri karena sahabat tidak dapat memberikan solusi yang begitu tepat bagi permasalahan yang sedang kita alami.

Dari hasil diskusi diperoleh juga bahwa mereka juga dilarang pacaran oleh orangtua dan guru mereka, dan alasan orangtua dan guru melarang pacaran agar mereka lebih fokus belajar dan terhindar dari hal hal yang tidak diinginkan terutama yang merusak masa depan. Akan tetapi, ternyata larang tersebut tidak menyurutkan keinginan mereka untuk memiliki pacar dengan alasan suka sama suka, ketertarikan, dan perasaan cinta. Oleh karena hal tersebut, mereka tetap mengatakan bahwa berpacaran itu boleh tetapi dengan konsep “pacaran positif”

Dari hasil diskusi tersebut, Fakoli memberikan beberapa tips pacaran positif, yaitu:

  1. Selalu ingat batas Norma
  2. Konsultasi sama orang dewasa (guru dan orangtua)
  3. Boleh mulai pacaran ketika sudah berumur 17 tahun
  4. Perlu ada pertimbangan artinya ketika sebelum pacaran konsentrasi belajar baik, tetapi ketika pacaran menjadi menurun, keputusannya adalah hentikan pacaran, yang mengenali itu adalah anak sendiri.
  5. Menempatkan pacar sebagai teman

Tips Menghadapi Anak yang Berpacaran 

Berdasarkan hasil diskusi dengan Fakoli dapat dikatakan bahwa “pacaran” sudah bukan lagi merupakan sesuatu yang tabu dan harus dihindarkan dalam dunia anak. Karena itu, berikut beberapa tips yang dapat dilakukan bagi para orangtua dan guru untuk menghadapi anak yang ber-“pacaran”.

  1. Para orangtua harus selalu melakukan pendampingan, memberikan bimbingan, edukasi mengenai dampak negatif dalam pacaran, hal-hal yang menyangkut mengenai kesehatan reproduksi, bahaya kehamilan pada usia muda, dsb.
  2. Orangtua harus menjalin komunikasi dua arah yang intens kepada anak, dengan demikian diharapkan agar anak selalu terbuka kepada orangtua dan tetap merasa diperhatikan sehingga anak tidak memerlukan perhatian lain di luar dari perhatian dan kasih sayang dari orangtua.
  3. Orangtua diharapkan dapat selalu mengingatkan mengenai dan batas-batas yang boleh dilakukan dalam berpacaran yang tidak bertentangan dengan agama, adat dan kesusilaan.
  4. Memantau dan selalu mengawasi kegiatan mereka, apakah mereka dapat membagi waktu atau tidak, misalnya jika waktunya belajar, harus belajar dll.
  5. Agar prestasi siswa yang pacaran tidak menurun, guru bimbingan dan penyuluhan selalu memberi nasihat, semangat, dan dorongan dan tak lupa mengajarkan bagaimana berpacaran yang baik dan tidak melupakan kewajiban belajar.
  6. Guru dapat pula mengajarkan mana hal yang baik dan buruk, terutama pada guru agama, sehingga mereka dapat mengerti dan menghindari perilaku yang tidak baik pada saat berpacaran. Semoga bermanfaat

Salam. Tim Pengasuh

Daftar Bacaan

  1. Hasil diskusi forum anak kota Gunungsitoli
  2. Hasil Trainig of Trainer kesehatan reproduksi dan pencegahan pernikahan anak bagi guru-guru SLTP dan SLTA di Kota Gunungsitoli
  3. Register kasus anak sebagai Korban PKPA Nias tahun 2015
  4. Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
  5. Wikipedia.com
  6. Yahya, sultan (2013) from makalah seminar permasalahan BK pengaruh pacaran dikalarangan remaja, Fakultas Ilmu pendidikan jurusan Bimbingan dan Konseling Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Mataram
RELATED ARTICLES

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments